Kamis, 20 Januari 2022

Sidang Perdana Dugaan Gratifikasi Dan TPPU Mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa

Baca Juga


Salah-satu suasana sidang perdana perkara dugaan TPK gratifikasi dan TPPU dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 yang 2015–2020 berlangsung secara virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur, Kamis 20 Januari 2022.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang perdana perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020 berlangsung secara virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur, Kamis 20 Januari 2022.

Sebelumnya, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020, pada Rabu (19/01/2020) kemarin di vonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana 1 tahun 4 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya karena terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan daerah dari hasil Normalisasi Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot di Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2016 – 2017 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.030.135.995,– bedasarkan hasil audit PBKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur Nomor. SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 Oktober 2019.

Sementara itu, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto saat ini juga berstatus sebagai Terpidana 8 tahun pejara atas perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap Ijin Prinsip Pemanfataan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 Menara Telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 2,750 miliar. Yang mana, penyelidikan dan penyidikan perkara tersebut ditangani oleh KPK-RI.

Adapun sidang perdana perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020 ini dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Marper Pandeangan, SH., MH. di bantu 2 (dua) Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota, yaitu Poster Sitorus, SH., MH. dan Manambus Pasaribu, SH., MH. dengan Panitra Pengganti (PP) Didik Dwi Riyanto, SH., MH.

Sidang dihadiri oleh Penasehat Hukum Terdakwa Dr. Sudiman Sidabuke, SH., MH. dan kawan-kawan secara langsung di ruang sidang. Adapun terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) hadir secara teleconference (Zoom) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas I Surabaya, Porong – Sidoarjo – Jawa Timur, karena tengah menjalani masa hukuman juga dalam kondisi pandemi Covid-19.

Sidang beragenda 'Pembacaan Surat Dakwaan' ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Eva Yustisiana, Joko Hermawan, Arif Suhermanto, Dame Maria Silaban, Arin Karniasari, Hendry Sulistiawan, Erlangga Jayanegara, Ahmad Hidayat Nurdin dan Ihsan, secara bergantian membacakan Surat Dakwaan terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa Selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020.

Dalam persidangan ini, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020 menghadapi dua dakwaan. Dakwaan ke-satu, yakni diduga telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dan, dakwaan ke-dua, yakni diduga telah melanggar pertama: Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, atau kedua: Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Namun, ketika di penghujung sidang diberi tawaran oleh Majelis Hakim untuk menanggapi dakwaan yang disampaikan Tim JPU KPK, baik Terdakwa maupun Tim Penasehat Hukum Terdakwa, Dr. Sudiman Sidabuke, SH., MH. dan kawan-kawan tidak mengajukan 'nota keberatan atau eksepsi' atas Surat Dakwaan JPU KPK. Alasannya, karena sudah memahami isi Surat Dakwaan dan Tim Penasehat Hukum Terdakwa akan membuktikannya, apakah benar dakwaan Tim JPU KPK itu?

Membacakan Surat Dakwaan-nya, Tim JPU KPK di antaranya menyebut, Mustofa Kamal Pasa selaku Buapati Mojokerto perode 2010–2015 dan 2015–2020 diduga telah menerima uang dari rekanan pelaksana proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN), dari Dinas dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Camat dan Kepala Sekolah SD hingga SMA di lingkungan Pemkab Mojokerto. 

Tim JPU KPK pun menyebut, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto perode 2010–2015 dan 2015–2020 diduga telah melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) gratifikasi penerimaan hadiah berupa uang dan barang lainnya yang seluruhnya bernilai sebesar Rp. 48.192.714.586,– (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah).

Tim JPU KPK menjelaskan, bahwa penerimaan uang sebesar Rp. 48.192.714.586,– (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh enam rupiah) tersebut, yaitu (meliputi):

I. Penerimaan uang sebesar Rp. 31.872.714.586,– (tiga puluh satu miliar delapan ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) pada lingkungan Pemerintah Kabupaten Mojokerto yang berasal dari uang pengurusan mutasi maupun promosi jabatan, pemotongan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Kabupaten Mojokerto, pemotongan dana perjalanan dinas serta uang fee dari pengurusan perijinan, dari Dinas dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dari Camat dan Kepala Sekolah SD hingga SMA di lingkungan Pemkab Mojokerto, baik yang diterima Terdakwa secara langsung maupun melalui orang lain dan orang kepercayaan Terdakwa, di antaranya Nano Santoso Hudiarto alias 'Nono, H. Much. Faroq alias 'Condro' dan Lutfi Arif Muttaqin.

IIPenerimaan uang sebesar Rp. 16.320.000.000,– (enam belas miliar tiga ratus dua puluh juta rupiah) berasal dari Suyitno selaku Komanditer Aktif CV. Dua Putri sebesar Rp. 3.750.000,000,– (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah); sebesar Rp. 3.770.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah) dari Hendrawan (Terpidana perkara Tindak Pidana Korupsi suap Ketua DPRD Kota Malang) selaku Direktur PT. Enfys Nusantara Raya (PT. ENR) yang juga anak mantan JAMWAS (Jaksa Agus, Jaksa Muda Bidang Pengawasan); dari Junaedi selaku Direktur CV. Mutiara Timur, sebagai fee sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah); dari Fadia Budi Cahyono selaku Direktur Tenaga Muda sebesar Rp. 2.550.000.000,– (dua miliar lima ratus lima puluh juta rupiah) dan dari Ayub Busono Listyawan selaku Direktur Prestasi Prima sebesar Rp. 1.250.000.000,– (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah)

"Bahwa, keseluruhan uang yang diterima Terdakwa sejumlah Rp. 48.192.714.586,– (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2018, sebagian dimasukkan oleh Terdakwa kedalam keuangan CV Musika sebesar Rp. 12.125.150.000,– (dua belas miliar seratus dua puluh lima juta seratus lima puluh ribu rupiah)", jelas tim JPU KPK dalam persidagan di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur, Kamis 20 Januari 2022,

"Bahwa, sejak Terdakwa menerima uang yang seluruhnya sebesar Rp. 48.192.714.586,– (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) atau sekitar jumlah itu, tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, padahal penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum", lanjutnya.

Tim JPU KPK menegaskan, perbuatan Terdakwa menerima uang dan barang seluruhnya sebesar Rp. 48.192.714.586,– (empat puluh delapan miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) 'haruslah dianggap suap' karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas Terdakwa selaku Penyelenggara Negara, yaitu sebagai Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan periode tahun 2016–2021 sebagaimana ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 76 ayat (1) Undang--Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Ditegaskannya pula, bahwa perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
 
"Dan, KEDUA, Pertama Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)", tegas Tim JPU KPK. *(DI/HB)*