Kamis, 30 September 2021

Mantan Bupati Mojokerto MKP Diadili Lagi, Kini Didakwa Korupsi Proyek Normalisasi Sungai Rp. 1,030 Miliar

Baca Juga


Salah-satu suasana persidangan perkara dugaan TPK Penerimaan Daerah dari Hasil Normalisasi Sungai Landaian di Kecamatan Jatirejo dan Sungai Jurang Cetot di Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2016 – 2017 dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto, Rabu 29 September 2021, di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) kembali diadili. Kali ini, Rabu 29 September 2021, MKP selaku Bupati Mojokerto kembali diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur atas dakwaan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait Penerimaan Daerah dari Hasil Normalisasi Sungai Landaian di Kecamatan Jatirejo dan Sungai Jurang Cetot di Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2016 – 2017 yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.030.135.995,– bedasarkan hasil audit PBKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur Nomor: SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 Oktober 2019.

Meski dalam Surat Dakwaan perkara tersebut disebutkan diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.030.135.995,– bedasarkan hasil audit PBKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur Nomor: SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 Oktober 2019, namun terdakwa MKP selaku Bupati Mojokerto sepertinya tidak akan dihukum membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 1.030.135.995,–tersebut. Karena, sudah dibayar oleh Terdakwa sebelumnya, yakni Didik Pancaning Argo selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan (DPUP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto yang dalam perkara ini sudah divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana 1 (satu) tahun penjara. Majelis Hakim pun telah menyita barang bukti (BB) perkara berupa batu kali seberat 302.702,73 ton untuk negara.

Dalam perkara dugaan TPK Penerimaan Daerah dari Hasil Normalisasi Sungai Landaian di Kecamatan Jatirejo dan Sungai Jurang Cetot di Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2016–2017 yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.030.135.995,– ini, terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto dijerat dengan Dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) atau Dakwaan Subsidair Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Hal itu, terungkap dalam Surat Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto yang dibacakan dihadapan Majelis Hakim dalam persidangan yang digelar secara virtual (zoom) di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu 29 September 2021.

Pembacaan Surat Dakwaan yang dibacakan Tim JPU Kejari Kabupaten Mojokerto dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Marper Pandeangan, SH., MH. dengan di bantu 2 (dua) Hakim Ad Hock masing-masing sebagai anggota yaitu Poster Sitorus, SH., MH. dan Manambus Pasaribu, SH., MH. dengan Panitra Pengganti (PP) Asep Priyatno, SH., MH. serta dipantau oleh Tim Kejaksaan Tinggi Jawa Timur itu dihadiri Tim Penasehat Hukum (PH) Terdakwa. Sementara terdakwa Mustofa Kamal Pasa mengikuti jalannya persidangan melalui zoom dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas 1 Surabaya di Porong Sidoarjo – Jawa Timur karena sedang menjalani masa hukuman dan masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

Koordinator Tim JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto Ivan Kusumayuda, SH., MH. yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto tidak hadir dalam persidangan kali ini, sehingga Pembacaan Surat Dakwaan tersebut dibacakan oleh Anggota Tim JPU Kejari Kabupaten Mojokerto.

Dalam Surat Dakwaan yang dibacanya, Tim JPU Kejari Kabupaten Mojokerto menyampaikan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode 2016–2020 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.35-388 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Bupati Mojokerto Provinsi Jawa Timur a.n. H. Mustofa Kamal Pasa, SE. bersama-sama dengan saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto (yang penuntutannya dilakukan secara terpisah), pada hari Selasa tanggal 6 September 2016 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan September 2016 atau setidak-tidaknya pada tahun 2016, bertempat di Kabupaten Mojokerto atau setidak-tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang mengadili berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, telah melakukan atau turut-serta melakukan yang secara melawan hukum yaitu melaksanakan kegiatan Restorasi/ Normalisasi Daerah Irigasi Kabupaten Mojokerto yang tidak sesuai dengan ketentuan, yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 04/PRT/M/2015, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 01/PRT/M/2016 dan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2015, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp. 1.030.135.995,– (satu miliar tiga puluh juta  seratus tiga puluh lima ribu sembilan ratus sembilan puluh lima rupiah) sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor: SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 Oktober 2019 dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penerimaan Negara/ Daerah dari Hasil Galian Material berupa Batu di Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto Tahun 2016 dan 2017 dengan cara-cara sebagai berikut:

Bahwa pada bulan Agustus 2016, terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto memanggil saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas PU dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto untuk membahas perlunya restorasi/ normalisasi pada aliran sungai Jurang Cetot dan Candi Limo di Kabupaten Mojokerto.

Kemudian, pada tanggal 6 September 2016, saksi Ir. Ddidk Pancaning Argo, MSi. sebagai leading sector terkait pengairan di Kabupaten Mojokerto membuat telaahan staf kepada Bupati Mojokerto yaitu terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. Nomor: 503/2275/416-108/2016 tentang Normalisasi Daerah Irigasi (DI) Lebak Sumengko yang isi telaahannya adalah sebagai berikut:
a. DI (Daerah Irigasi) Lebak Sumengko mengalami perubahan bentuk karena adanya faktor alam/ banjir bandang tanggal 4 Pebruari 2004, sehingga mempengaruhi ekosistem.
b. Saluran-saluran di DI Lebak Sumengko telah mengalami pendangkalan.
c. Kapasitas daya tampung bangunan DAM tidak memenuhi untuk digunakan sebagai pengendali banjir.

Dari telaahan saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. tersebut, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Perlu pembuatan perkuatan tanggul yang dapat berfungsi sebagai jalan inspeksi pada sisi kiri dan kanan saluran.
b.Perlu dilakukan restorasi dan normalisasi DI (Daerah Irigasi) Lebak Sumengko.
c. Mewujudkan konservasi sumber daya air dengan tujuan mengoptimalkan pemanfaatan air di hulu saluran.
d. Memperlancar distribusi air irigasi untuk petani pemakai air.
e. Dapat dimanfaatkan untuk pariwisata.

Bahwa saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas PU dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto kemudian mengajukan telaah tersebut kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto. Kemudian terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto menanda-tangani dan memberikan disposisi dengan nomor agenda: 1611 tanggal 7 September 2016 sebagai berikut:
• Tindak-lanjut sesuai ketentuan.
• Tidak bertentangan dengan hukum.
• Sesuai dengan instruksi dan petunjuk dari Bapak Presiden dan DPR-RI.

Bahwa selanjutnya saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. menindak-lanjuti disposisi terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto tersebut dengan memerintahkan saksi Pujiono (Kepala UPT Sumengko) untuk mengadakan sosialisasi bersama-sama Muspika Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang terkait dengan kegiatan normalisasi DI (Daerah Irigasi) Lebak Sumengko.

Saksi Pujiono kemudian membuat surat nomor: 611/50/416-108.3/2016 tanggal 8 September 2016 tentang Normalisasi Daerah Irigasi Lebak Sumengko. Surat tersebut ditujukan kepada 5 (lima) Kepala Desa, yaitu Kepala Desa Dinoyo, Kepala Desa Sumber Agung, Kepala Desa Baureno, Kepala Desa Jatirejo dan Kepala Desa Lebak Jabung yang isinya adalah meminta kepala desa untuk menghadirkan warganya dalam rangka program normalisasi DI (Daerah Irigasi) Lebak Sumengko dengan jadwal pertemuan  yang sudah ditetapkan.

Pada akhir bulan September 2016, saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. memanggil saksi Faizal Arif (terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. yang memperkenalkan saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. dengan saksi Faizal Arif) untuk menawarkan kegiatan normalisasi/ restorasi Sungai Jurang Cetot Kabupaten Mojokerto.

Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2016 saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto melakukan Perjanjian Kerja-sama dengan saksi Faizal Arif untuk melaksanakan kegiatan Restorasi/ Normalisasi Daerah Irigasi di Kabupaten Mojokerto, Nomor:  610/2572/416-108/2016 dengan jangka waktu mulai 3 Oktober 2016 sampai dengan 31 Desember 2016.

Bahwa dalam perjanjian kerja-sama tersebut berisi 8 (delapan) bab dan 8 (delapan) pasal dengan pokok kegiatan restorasi/ normalisasi sebagai barikut:
a. Melakukan Restorasi/ Normalisasi Daerah Irigasi (DI) meliputi: DI Selomalang luas baku 137 Ha, DI Lebak Sumengko luas baku 915 Ha, DI Lebak Dua luas baku 113 Ha, DI Baureno luas baku 54 Ha, DI Candilimo luas baku 1.635 Ha.
b. Melakukan Restorasi Jaringan Irigasi meliputi: Pengumpulan data (data debit, curah hujan, data luas tanam, data mutase, data sawah, kerusakan jaringan irigasi); Restorasi kalibras alat pengukur debit, Perencanaan penyediaan air tahunan; Pembagian dan penerimaan air tahunan; Alat tanam tahunan dan jadwal pengeringan; Pelaksanaan pembagian dan pemberian  air; Pengaturan pintu-pintu air pada bending, kantong lumpur, bangunan bagi serta bangunan sadap; Pengisian dan pelaporan formulir-formulir operasi.
c. Kegiatan Normalisasi Jaringan Irigasi, meliputi: Normalisasi saluran irigasi; Pemberian pelumas, pemberian standgart, roda gigi dan pengecatan pintu air; Pembersihan saluran dan bangunan dari rumput/ semak, lumpur dan sampah; Pemeliharaan tanggul dari bocoran serta penutup bocoran-bocoran; Penelusuran jaringan irigasi untuk penyusunan angka kebutuhan nyata air; Pengisian formulir-formulir normalisasi.

Sekitar bulan Oktober 2016, saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. mendatangi saksi Akhmad Chusaini alias Kusen selaku Direktur CV. MUSIKA. Yang mana, saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. menyampaikan untuk menitipkan barang berupa limbah sungai dan penitipan limbah tersebut sudah atas seijin dari terdakwa Mustofa Kamal Pass, SE. selaku Bupati Mojokerto.

Saksi Akhmad Chusaini kemudian mengonfirmasi kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. dan benar terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto mengijinkan untuk menyimpan material tersebut di CV. MUSIKA.

Alasan limbah tersebut dititipkan di lahan CV. MUSIKA karena di lokasi normalisasi sungai tidak ada lahan atau tempat stopel untuk limbah material dan yang mengirim limbah tersebut ke lahan CV. MUSIKA adalah saksi Faizal Arif dan saksi Suripto Afandi karena saksi Faizal Arif dan saksi Suripto yang juga melakukan serangkaian kegiatan restorasi/ normalisasi, mulai dari melakukan penggalian/ pengerukan untuk melebarkan, memperdalam dan pembuatan tanggul-tanggul Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot dengan menggunakan alat berat. Lebar normalisasi telah ditentukan berdasarkan patok-patok yang sudah ditanam. Material yang dikeruk berupa sedimen yang terdiri dari batu, walet, tanah liat, pasir dan kerikil.

Setelah material batu yang dibawa dump-truck dari Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot sampai di CV. MUSIKA, selanjutnya ditimbang melalui jembatan timbang untuk dicatat berat kotor serta identitas kendaraan, kemudian dump truck membawa batu menuju lapangan penumpukan atau stopel untuk dibongkar/ diturunkan.

Setelah menurunkan batu, dump truck kembali melalui jembatan timbang untuk ditimbang kembali berat kendaraan tanpa muatan (tera). Output dari hasil timbangan adalah bukti timbangan yang berisi  identitas kendaraan, customer (saksi Faizal Arif dan saksi Suripto Afandi), operator, sopir, tanggal dan jam masuk keluar timbangan, berat bruto, berat tera dan berat netto batu, bukti penimbangan dibuat rangkap 2, lembar 1 (slip berwarna putih) diserahkan kepada sopir dan lembar 2 (slip warna hijau) diarsip oleh CV. MUSIKA.

"Seminggu sekali, saksi Faizal Arif dan saksi Suripto Afandi melakukan tagihan dengan membawa bukti penimbangan kepada saksi Akhmad Chusaini (Direktur CV. MUSIKA). Setelah dilakukan pengecekan antara bukti penimbangan yang dibawa oleh saksi Faisal Arif dan saksi Suripto Afandi dengan bukti penimbangan yang diarsip CV. MUSIKA, kemudian saksi Akhmad Chusaini membayar secara tunai dan kedua pihak menanda-tangani bukti pembayaran operasional", ungkap JPU Kejari Kabupaten Mojokerto, membacakan Surat Dakwaan, Rabu (29/09/2021).

Berdasarkan catatan slip pembayaran operasional yang ditanda-tangani oleh saksi Akhmad Chusaini (Direktur CV. MUSIKA) dan penerima uang (saksi Faizal Arif dan saksi Suripto Afandi), lanjut JPU Kejari Kabupaten Mojokerto membacakan Surat Dakwaan-nya, saksi Akhmad Chusaini membayar batu seberat 32.702,73 ton dengan nilai per-ton Rp 31.500,– (tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah), sehingga nilai total pembayaran sebesar Rp. 1.030.135.995,– (satu miliar tiga puluh juta seratus tiga puluh lima ribu sembilan ratus sembilan puluh lima rupiah).

Saksi Akhmad Chusaini (Direktur CV. MUSIKA) membayar kepada saksi Faizal Arif sebesar Rp. 533.153.250,– (lima ratus tiga puluh tiga juta seratus lima puluh tiga ribu dua ratus lima puluh rupiah) terdiri dari 16 (enam belas) slip pembayaran operasional dan saksi Suripto Afandi sebesar Rp. 496.982.745,– (empat ratus sembilan puluh enam juta sembilan ratus delapan puluh dua ribu tujuh ratus empat puluh lima rupiah) yang terdiri dari 7 (tujuh) slip pembayaran operasional.

Dalam perjanjian kerja-sama antara saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto dengan saksi Faizal Arif selaku Pihak Ketiga untuk melaksanakan kegiatan Restorasi/ Normalisasi Daerah Irigasi di Kabupaten Mojokerto tersebut, tidak terdapat kajian teknis juga gambar rencana.

"Selain itu, perjanjian kerja-sama antara saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. dengan saksi Faizal Arif selaku Pihak Ketiga tersebut tidak melalui Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Mojokerto. Karena, apabila perjanjian kerja-sama tersebut melalui Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Mojokerto, maka akan diproses berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah", lanjut JPU Kejari Kabupaten membacakan Surat Dakwaan.

JPU Kejari Kabupaten Mojokerto membeberkan, bahwa kegiatan Restorasi/ Normalisasi Daerah Irigasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Mojokerto juga tidak mendapatkan Ijin Restorasi/ Normalisasi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air  dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

Sesuai Surat Kepala BBWS Brantas kepada Bupati Mojokerto Nomor: Hk.05.03.Am/285 tanggal 28 Februari 2017 perihal Rekomendasi Teknis Penggunaan Sumber Daya Air untuk Kegiatan Restorasi Sungai Berbasis Konservasi Sungai Jurang Cetot di Kabupaten Mojokerto, isi surat rekomendasinya antara lain:
• Lokasi pelaksanaan konstruksi yang dimohonkan layak secara teknis untuk debit banjir kala ulang 25 tahunan;
• Pelaksanaan konstruksi tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sumber air dan lingkungan;
• Pemerintah Kabupaten Mojokerto dilarang untuk mengambil material/ batuan yang ada di Sungai Jurang Cetot sebagai bahan konstruksi atau memperjual-belikan material tersebut;
• Pemanfaatan atau pengambilan meterial pasir dan batuan harus mendapatkan ijin dari Gubernur Provinsi Jawa Timur c.q. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu UPT Pelayanan Perizinan Terpadu Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Selanjutnya, pada tanggal 21 April 2017 terbit Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 268/KPTS/M/2017 tentang Pemberian Izin Penggunaan Sumber Daya Air kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto untuk Kegiatan Restorasi Sungai Jurang Cetot.

Isi dari Keputusan Menteri PUPR tersebut antara lain:
• Tipe konstruksi adalah penataan palung sungai, perkuatan tebing beton,  pembangunan jalan beton di sepanjang sempadan sungai dan reboisasi  sempadan sungai;
• Jadwal waktu pelaksanaan konstruksi 300 hari;
• Pemerintah Kabupaten Mojokerto dilarang mengambil material/ batuan yang ada di Sungai Jurang Cetot sebagai bahan konstruksi;
• Melakukan perbaikan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan yang ditimbulkan;
• Bertanggung-jawab atas segala hal yang terjadi pada tahap persiapan dan pelaksanaan konstruksi restorasi sungai Brantas.

JPU Kejari Kabupaten Mojokerto menegaskan, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Mojokerto dilarang untuk mengambil material/ bebatuan yang ada di Sungai Jurang Cetot sebagai bahan konstruksi dalam amar Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat izin tersebut diuraikan pada huruf B angka 13.

JPU pun menegaskan, bahwa perbuatan terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto bersama dengan saksi Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas PU dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto dalam melaksanakan kegiatan Restorasi/ Normalisasi Daerah Irigasi Kabupaten Mojokerto melanggar/ bertentangan dengan peraturan-peraturan  sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, Pasal 3 ayat (1) “Sungai dikuasai oleh negara dan merupakan kekayaan Negara”.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai, Pasal 5 ayat (2) Wilayah Sungai sebagaimana pada ayat (1) meliputi: huruf c wilayah sungai strategis nasional, ayat (3) pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi dan wilayah sungai strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a, huruf b, huruf c menjadi wewenang dan tanggung jawab Menteri, Tabel 1.3  Wilayah Sungai Strategis Nasional Nomor 13 Kode WS 02.17.A3 Nama Wilayah Sungai Brantas.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 01/PRT/M/2016 tentang Tata Cara Perizinan Pengusahaan Sumber Daya Air dan Penggunaan Sumber Daya Air, Pasal 12 Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau Izin Penggunaan Sumber Daya Air diberikan oleh Menteri untuk kegiatan pengusahaan sumber daya air atau penggunaan sumber daya air yang menggunakan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional.
4. Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pemberian Ijin Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 8 huruf 1 Badan Usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral logam, mineral bukan logam, batuan dan/ atau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu mempunyai IUP operasi produksi untuk penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b.

"Bahwa perbuatan terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto yang dilakukan bersama-sama dengan saksi  Ir. Didik Pancaning Argo, MSi. selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan Pemerintah Kabupaten Mojokerto (yang penuntutannya dilakukan secara terpisah), telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, sebagaimana Laporan Hasil Audit dalam rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penerimaan Negara/ Daerah dari Hasil Galian Material berupa Batu di Sungai Landaian dan Sungai Jurang Cetot Kecamatan Jatirejo dan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto Tahun 2016 dan 2017, Nomor: SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 Oktober 2019, diuraikan adanya penyimpangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.1.030.135.995,– (satu milyar tiga puluh juta seratus tiga puluh lima ribu sembilan ratus sembilan puluh lima rupiah)", tegas JPU Kejari Kabupaten Mojokerto membacakan Surat Dakwaan.

"Perbuatan terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. selaku Bupati Mojokerto tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,– (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,– (satu miliar rupiah)", tandas JPU membacakan Surat Dakwaan.

Sehubungan Terdakwa Mustofa Kamal Pasa, SE. dan Penasehat Hukum-nya tidak keberatan atas Dakwaan yang diajukan Tim JPU Kejari Kabupaten Mojokerto, Majelis Hakim kemudian menutup sementara acara persidangan dan menyatakan akan melanjutkannya pekan depan dengan agenda 'Mendengarkan Keterangan Saksi-saksi'.


Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa saat mengkhidmat amar putusan Majelis Hakim yang tengah dibacakan, Senin (21/01/2019) malam


Sebelumya,  pada Senin 21 Januari 2019 malam, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya juga menjatuhkan vonis 'bersalah' kepada Mustofa Kamal Pasa. Majelis Hakim yang menangani persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Penataan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 Tower BTS  (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 sebesar Rp. 2,75 miliar yang disorongkan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memvonis Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto "bersalah" dengan sanksi 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan penjara juga membayar uang pengganti (korupsi) Rp. 2,75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara serta mencabut hak politiknya 5 (lima) tahun terhitung setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Dalam sidang dengan agenda Pembacaan Vonis atau Putusan Hakim yang di gelar di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo – Jawa Timur itu, Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan memutuskan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Hukuman yang diputuskan Majelis Hakim tersebut, lebih ringan dibanding Tuntutan Hukuman yang diajukan Tim JPU KPK kepada Majelis Hakim pada sidang sebelumnya yang beragendakan Pembacaan Tuntutan Penuntut Umum, yang di gelar pada Jum'at (28/12/2018) lalu, di tempat yang sama.

Dalam sidang yang beragendakan Pembacaan Tuntutan tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan supaya Majelis Hakim menghukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa dengan hukuman badan selama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 750 juta subsider 6 (enam) bulan penjara serta pidana tambahan membayar uang pengganti senilai Rp. 2,75 miliar yang harus sudah di bayar Terdakwa selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Putusan yang berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu yang ditentukan tidak bisa membayar, Jaksa akan menyita harta benda Terdakwa untuk di lelang guna membayar uang pengganti. Dan, apabila tidak memiliki harta benda yang mencukupi, akan di tambah hukumannya selama 2 (dua) tahun penjara.

Selain sanksi tersebut, Tim JPU KPK juga mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa berupa sanksi pidana pencabutan hak politik terdakwa Mustofa Kamal Pasa selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak Terdakwa selesai menjalani masa pidana penjara pokok.

Sementara itu, KPK sebelumnya telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas 3 (tiga) perkara dugaan tindak pidana korupsi.

Dalam perkara pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya telah ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar dan melakukan penahanan atas ketiganya.

Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan dilakukan penahanan terhadap ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018 lalu. Ketiganya yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta. Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Dalam perkara pertama, pada Senin (21/01/2019) ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya telah memutus perkara tersebut. Dimana, Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum "bersalah" telah menerima suap sejumlah Rp. 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dengan rincian dari PT. Tower Bersama Group sebesar Rp. 2,2 miliar dan dari PT. Protelindo sebesar Rp. 550 juta.

Dalam perkara pertama, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap.

KPK menyangka, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.

Atas pebuatannya, KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Atas Dakwaan pelanggaran pasal tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara terhadap tersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar.

Atas perbuatannya, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12B Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 juncto  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam perkara ketiga, pada Selasa 18 Desember 2018 lalu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). KPK mensinyalir, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode (2010–2015 dan 2016–2021) di duga menerima gratifikasi setidak-tidaknya sebesar Rp. 34 miliar dari rekanan penggarap proyek-proyek di lingkup Pemkab Mojokerto, dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di lingkup Pemeeintah Daerah (Pemkab) Mojokerto, Camat dan Kepala Sekolah SD–SMA di lingkup Pemkab Mojokerto.

Atas perbuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. *(DI/HB)*