Baca Juga

Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto, SH., MH. saat membacakan Surat Tuntutan dalam sidang perkara dugaan TPK Gratifikasi dan TPPU dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan 2015–2020, di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda Sidoarjo – Jawa Timur, Kamis 04 Agustus 2022.
"Dari 83 (delapan puluh tiga) bidang tanah dan bangunan yang telah disita oleh KPK, 3 (tiga) bidang tanah yang berlokasi di Desa Karangjeruk 1 (satu) bidang, Desa Ploso Bleberan 1 (satu) bidang dan 1 (satu) bidang di Desa Tawar akan kita kembalikan ke Hajah Fatimah. Sedangkan 35 (tiga puluh lima) bidang atas Nano Santoso Hudiarto alias 'Nono', 17 (tujuh belas) bidang atas nama Jakfaril dan juga 14 (empat belas) bidang atas nama Hj. Fatimah, 2 (dua) bidang atas nama Samsu Irawan (Wawan), 4 (empat) bidang atas nama Samsul Ma,arif dirampas untuk negara", urai JPU KPK Arief Suhermanto, SH., MH.
Tim JPU KPK juga menguraikan, bahwa barang bukti TPPU berupa 50 (lima puluh) unit mobil, 3 (tiga) unit sepeda motor dan 8 (delapan) jet ski juga akan dirampas untuk negara, kecuali 3 (tiga) unit mobil jenis Pajero sport milik Edy Ikwanto, Mardiasih dan Susantoso yang DP (down payment)-nya berasal dari MKP akan dilelang, diambil uang DP-nya untuk disetorkan ke kas negara dan sisanya akan dikembalikan ke yang bersangkutan.
Sementara itu, usai persidangan, dikonfirmasi sejumlah wartawan tentang berkurangnya nilai uang gratifikasi dalam sidang Tuntutan, koordinator tim JPU KPK Arif Suhermanto, SH., MH. menerangkan, bahwa memang gratifikasi yang diterima terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode 2010–2015 dan periode 2016–2018 dalam Dakwaan bernilai Rp. 48 miliar, namun berdasarkan pembuktian di persidangan nilainya Rp. 46,1 miliar. Sehingga, dalam Tuntutan yang disebutkan Rp. 46,1 miliar.
"Dalam persidangan, ada beberapa fakta yang sama dalam pemberian uang (gratifikasi) tersebut, sehingga nilai uang gratifikasi dalam Tuntutan berkurang menjadi Rp. 46,1 miliar", terang Arif Suhermanto, Kamis (04/07/2022) sore, usai persidangan.
Terkait sejumlah aset di beberapa daerah yang dalam persidangan disebut merupakan milik terdakwa MKP yang dibeli dari hasil melakukan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi, koordinator tim JPU KPK Arif Suhermanto, SH., MH. kembali menerangkan, bahwa sejumlah aset yang dimiliki terdakwa MKP di beberapa daerah, seperti di Batang, Tangerang hingga di Banyuasin itu merupakan hasil penelusuran.
"Ini kami menelusuri, uang yang digunakan untuk membeli beberapa aset tersebut dari CV. Musika, di mana dari gratifikasi ada uang penempatan sebesar Rp .12 miliar oleh MKP dari tahun 2010 hingga 2016", terang JPU KPK Arif Suhermanto pula.
"Dari catatan itu terungkap, uang-uang itu juga digunakan untuk pembelian aset termasuk di Gayungan Surabaya, aset di Batang dan juga sebaian dibelikan untuk membeli rumah di Serpong. Dalam amar Tuntutan itu juga kita sampaikan, kami ambil Uang Pengganti dari hasil penjualan lelang itu. Kita juga sampaikan uang yang disetorkan ke CV. Musika", imbuhnya.
Terkait pengakuan terdakwa Mustofa Kamal Pasa dalam persidangan, bahwa uang-uang yang ia terima dari 'sejumlah Saksi (pemberi)' melalui Nano Santoso Hudiarto alias 'Nono' mantan Kades adalah tidak sesuai dengan jumlah yang disampaikan sejumlah Saksi sebagaimana dalam persidangan, koordinator JPU KPK Arif Suhermanto menjelaskan, pihaknya menunggu perintah Pimpinan KPK. Pasalnya, pihaknya hanya bertugas di bagian penuntuan. Namun, apapun hasil dari persidangan selalu dilaporkan pada Pimpinan KPK.
Meski demikian, Arif sempat mengungkap peran Nano Santoso Hudiarto alias 'Nono' mantan Kades dalam perkara tindak pidana (TPK) suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar yang menjadikan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2018 sebagai Terpidana dengan masa hukuman 7 (tujuh) tahun penjara.
“Nama Nano Santoso Hudiarto alias 'Nono' kan sudah disebutkan dalam perkara sebelumnya, bahwa MKP bersama-sama dengan Nano Santoso Hudiarto alias Nono", ucap JPU KPK Arif Suhermanto
Saat ditanya tentang pertimbangan apa sehingga tim JPU KPK dalam perkara dugaan TPK penerimaan gratifikasi dan TPPU ini menuntut MKP selama 6 tahun penjara, sedangkan perkara sebelumnya {TPK suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar} dituntut pidana 12 tahun penjara.
Koodinator tim JPU KPK Arif Suhermanto, SH., MH. menjelaskan, bahwa perkara ini adalah bagian dari perkara sebelumnya dan pertimbangan lainnya adalah terdakwa MKP mengakui perbuatannya. Sedangkan barang bukti berupa puluhan lahan lanah dan bangunan ber-SHM (sertifikat hak milik) maupun puluhan kendaraan yang dibeli dari hasil melakukan TPK penerimaan gratifikasi, dalam Tuntutan dituntuk agar dirampas untuk negara
“Ini kan bagian dari perkara sebelumnya. Terdakwa kooperatif dan mengakui perbuatannya. Kalau barang bukti berupa SHM sebanyak 17, hanya 12 SHM atas nama Fatima dirampas untuk negara. sedangkan yang 5 SHM kita kembalikan dari mana disita karena pembelian itu sebelum MKP jadi bupati", jelas Arif Suhermanto.
Tentang dugaan penerimaan gratifikasi dalam Surat Tuntutan disebutkan senilai Rp. 46,1 miliar adapun Tuntutan Uang Pengganti nilainya hanya sebesar Rp. 17 miliar lebih itu, koordinator JPU KPK Arif Suhermanto menandaskan, bahwa karena yang sudah disita yang diperhitungkan sebagai uang pengganti sebesar Rp. 29.066.552.586,00 (dua puluh sembilan miliar enam puluh enam juta lima ratus lima puluh dua ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah).
“Uang pengganti sebesar Rp. 17.012.806.168,00 (tujuh belas miliar dua belas juta delapan ratus enam ribu seratus enam puluh delapan rupiah) atau 4 (empat) tahun penjara, karena yang sudah disita untuk diperhitungkan sebagai uang pengganti adalah sebesar Rp. 29.066.552.586,00 (dua puluh sembilan miliar enam puluh enam juta lima ratus lima puluh dua ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang terdiri dari Rp. 25 miliar (dua puluh lima miliar rupiah) berupa tanah dan bangunan sebanyak 12 (dua belas) SHM atas nama Fatimah, 19 (sembilan belas) lokasi di Jawa Tengah dan 1 (satu) di Sumatra Selatan, 50 (lima puluh) mobil, 3 (tiga) sepada motor, 1 (satu) foto copi dan 8 (delapan) jet sky ditambah uang sebesar Rp. 4 miliar (empat miliar rupiah) yang disita dari orang tua MKP. Jadi totalnya adalah 25 miliar", tandas koordinator tim JPU KPK Arif Suhermanto.
Sebagaimana diketahui, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan periode tahun 2016–2018 sebelumnya telah terjerat perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar.
Dalam perkara TPK tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 8 (delapan) tahun penjara denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 2.75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun terhitung setelah Terdakwa menjalani hukuman pokok.
Atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya tersebut, MKP melakukan upaya hukum 'Banding' ke Pengadilan Tinggi Surabaya. Upaya hukum yang dilakukan MKP tersebut membuahkan hasil, sehingga hukuman penjaranya menjadi 7 (tujuh) tahun.
Disaat menjalani masa pidananya tersebut, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan periode tahun 2016–2018 terjerat lagi dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait Penerimaan Daerah dari Hasil Normalisasi Sungai Landaian di Kecamatan Jatirejo dan Sungai Jurang Cetot di Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto tahun 2016 – 2017 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.030.135.995,– bedasarkan hasil audit PBKP Perwakilan Provinsi Jawa Timur Nomor: SR-814/PW13/5/2019 tanggal 30 Oktober 2019.
Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 2 (dua) tahun penjara. Atas hal tersebut, MKP melakukan upaya hukum hingga ke Mahkamah Agung (MA).
Upaya hukum yang dilakukan MKP kali ini pun membuahkan hasil. Yang mana, dalam amar Putusannya, MA menjatuhkan sanksi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan dan pidana denda sebesar Rp.50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka denda tersebut diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.
Atas 2 (dua) perkara tindak pidana korupsi tersebut, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2018 total menjalani masa hukuman selama 8 (delapan) tahun 4 (empat) bulan penjara. *(Yn/DI/HB)*