Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Uang suap itu diterima Sahat Tua P. Simanjuntak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah Pokir Dewan untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari Pemprov Jatim. Yang mana, sepanjang periode tahun 2020–2023, dana hibah Pokir Dewan yang berhasil dicairkan sekitar Rp. 200 miliar.
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan waktu untuk melakukan pendalaman pada belasan ribu penerima dana bantuan sosial (Bansos) pokok pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim senilai kurang-lebih Rp. 2 triliun dari jeda waktu Tangkap Tangan (TT).di Jawa Timur.
"Kenapa kok lama itu penanganannya? Ada jeda lama (dari TT). Jadi, kalau tidak salah, ini ada sekitar ribuan Pokir titik ya, sekian ribu, 14 (empat belas) ribu atau berapa gitu Pokir. Nah, ini kan jumlahnya, kalau tidak salah tadi juga ada jumlahnya itu sekitar Rp. 1 triliun sampai Rp. 2 triliun (dana Bansos yang digunakan)", kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (18/07/2024).
Asep menjelaskan, tiap Pokir DPRD Provinsi Jatim menggunakan dana hibah Bansos Pemrov Jatim dengan tujuan berbeda. Yang mana, sebagian dana Bansos Pokir DPRD Provinsi Jatim dari Pemprov Jatim ada yang digunakan untuk perbaikan jalan sampai pembangunan selokan di desa.
Tiap penggunaan dana Bansos Pokir DPRD Provinsi Jatim dari Pemprov Jatim itu didalami Tim Penyidik KPK satu-persatu. Banyaknya kelompok masyarakat (Pokmas) penerima dana hibah Pokir itu membuat Tim Penyidik KPK kewalahan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk mendalaminya.
“Jadi, ketika mendapatkan, misalkan satu pokok pikiran Itu berapa sih sebetulnya yang digunakan? Berapa yang diterima sama mereka? Berapa yang kemudian dikembalikan (sebagai fee)?", lanjut Asep Guntur Rahayu.
Dijelaskan Asep, modus korupsi dana Bansos Pokir DPRD Provinsi Jatim dari Pemprov Jatim ini adalah pemotongan dana. Para Tersangka memangkas anggaran yang diminta Pokmas penerima dana Bansos Pokir sejak dana Bansos Pokir itu dicairkan.
“Rata-rata diminta 20 % (dua puluh persen) per. Berarti, kalau dari Rp. 200 juta berarti Rp. 40 juta ya. Rp. 40 juta itu, 20 % ini per ini. Bayangkan itu, di awal saja sudah dipotong nih sekian. Itu belum sampai ke ini, nanti diambil apa namanya untuk keuntungannya dan lain-lain. Di proyek tersebut seperti itu", jelas Asep Guntur Rahayu.
Dalam perkara tersebut, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah menetapkan 21 (dua puluh satu) Tersangka. Dari jumah Tersangka itu, 4 (empat) Tersangka ditetapkan sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangakan 17 (tujuh belas) lainnya ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.
KPK masih belum menginformasikan detail identitas para Tersangka. Namun, hanya diungkap, bahwa dari 4 Tersangka Penerima Suap, 3 (tiga) Tersangka Penerima Suap berstatus sebagai penyelenggara negara, sedangkan 1 (satu) Tersangka Penerima Suap lainnya merupakan staf pejabat.
Kemudian, dari 17 Tersangka Pemberi Suap, 15 (lima belas) Tersangka Pemberi Suap merupakan pihak swasta. Sedangkan 2 (dua) sisanya berstatus sebagai penyelenggara negara.
Sebagaimana diketahui, perkara tersebut mencuat ke permukaan setelah Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak terjaring kegiatan Tangkap Tangan (TT) Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada Desember 2022. Sahat Tua bersama anak buahnya Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum) terjaring kegiatan super-senyap tersebut saat menerima uang suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.
Dalam perkara ini, 2 (dua) Terdakwa/ Terpidana penyuap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjuntak, yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sudah divonis 'bersalah' dan disanksi pidana masing-masing 2,5 tahun penjara. Keduanya dijatuhi sanksi cukup ringan karena statusnya sebagai justice kolaborator.
Sementara itu, Rusdi yang merupakan staf ahli dari Sahat Tua P Simanjuntak dijatuhi hukuman pidana 4 (empat):tahun penjara. Rusdi merupakan Terdakwa perkara tindak pidana korupsi (TPK) hibah Pokir Dewan dari Pemprov Jatim yang lebih dulu diadili.
Sementara itu pula, di antara poin Surat Tuntutannya terhadap terdakwa Sahat Tua P. Simanjuntak, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim menjatuhkan vonis Sahat Tua P. Simanjuntak 'bersalah' dan menjatuhi sanksi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 (enam) bulan kurungan.
Selain itu, Tim JPU KPK juga menuntut supaya Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi pidana terhadap Sahat Tua P. Simanjuntak untuk membayar uang pengganti Rp. 39,5 miliar serta mencabut hak politik Sahat selama 5 tahun, terhitung sejak Sahat Tua P. Simanjuntak selesai menjalani masa hukumannya.
"Menuntut agar Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan", ujar JPU KPK Arif Suhermanto dalam persidangan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jum'at 08 September 2023.
Dalam Surat Tuntutannya, Tim JPU KPK menuntut supaya Majelis Hakim menyatakan terdakwa Sahat Tua P. Simanjuntak 'bersalah' telah melanggar Pasal 12 huruf a, Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Unrang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tim JPU KPK pun menuntut supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menyatakan bahwa terdakwa Sahat Tua P. Simanjuntak juga menerima suap dari 2 (dua) terdakwa lainnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola Kelompok Masyarakat (Pokmas) tahun anggaran 2020–2022.
"Berdasarkan pembuktian, uang Rp. 39,5 miliar terbukti diterima terdakwa Sahat melalui (staf ahlinya) terdakwa Rusdi", lontar Tim JPU KPK.
Selain sanksi pidana 12 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung sejak Sahat Tua selesai menjalani masa hukumannya, Tim JPU KPK juga mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana membayar denda Rp. 1 miliar subsidair 6 (enam) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 39,5 miliar paling lama 1 (satu) bulan sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak bisa membayar uang pengganti, maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, jika tidak sanggup membayar, diganti dengan pidana penjara selama enam tahun", tegas JPU KPK Arif Suhermanto.
Sementara itu, untuk staf ahli Sahat Tua, yaitu Rusdi, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana 4 (empat) tahun penjara, denda Rp. 200 juta atau subsider 6 (enam) bulan kurungan.
"Menuntut terdakwa Rusdi dipidana penjara 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 (enam) bulan", ujar Tim JPU KPK, saat itu. *(HB)*
BERITA TERKAIT: