Baca Juga
Wakil Ketua DPRD Jatim non-aktif Sahat Tua P. Simanjuntak usai menjalani sidang perkara dugaan TPK suap dana hibah Pokir Dewan di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Jum'at (21/07/2023).
Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengelolaan dana hibah pokok pikiran (Pokir) Dewan (DPRD) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim dengan terdakwa Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim non-aktif Sahat Tua P. Simanjutak beragenda 'Pembacaan Surat Tuntutan' Tim Jaksa Penuntut Umum, digelar hari ini, Jum'at 08 September 2023, di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur.
Membacakan Surat Tuntutannya, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengelolaan dana hibah Pokir Dewan di Pemprov Jatim supaya menghukum Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) non-aktif Sahat Tua P. Simanjutak 12 tahun penjara atas perkara tersebut.
Tim JPU KPK pun mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan perkara tersebut juga mencabut Hak Politik politikus Partai Golongan Karya (Golkar) Jatim tersebut selama 5 (lima) tahun, terhitung sejak Sahat Tua selesai menjalani masa hukumannya.
"Menuntut agar Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan", ujar JPU KPK Arif Suhermanto dalam persidangan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jum'at 08 September 2023.
Dalam Surat Tuntutannya, Tim JPU KPK menuntut supaya Majelis Hakim menyatakan terdakwa Sahat Tua P. Simanjutak 'bersalah' telah melanggar Pasal 12 huruf a, Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tim JPU KPK pun menuntut supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menyatakan bahwa terdakwa Sahat Tua P. Simanjutak juga menerima suap dari 2 (dua) terdakwa lainnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola Kelompok Masyarakat (Pokmas) tahun anggaran 2020–2022.
"Berdasarkan pembuktian, uang Rp. 39,5 miliar terbukti diterima terdakwa Sahat melalui (staf ahlinya) terdakwa Rusdi", lontar Tim JPU KPK.
Selain sanksi pidana 12 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung sejak Sahat Tua selesai menjalani masa hukumannya, Tim JPU KPK juga mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana membayar denda Rp. 1 miliar subsider 6 (enam) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 39,5 miliar paling lama 1 (satu) bulan sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak bisa membayar uang pengganti, maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, jika tidak sanggup membayar, diganti dengan pidana penjara selama enam tahun", tegas JPU KPK Arif Suhermanto.
Sementara itu, untuk staf ahli Sahat Tua, yaitu Rusdi, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana 4 (empat) tahun penjara, denda Rp. 200 juta atau subsider 6 (enam) bulan kurungan.
"Menuntut terdakwa Rusdi dipidana penjara 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 (enam) bulan", tandasnya.
Atas Tuntutan yang diajukan Tim JPU KPK itu, baik terdakwa Sahat Tua maupun Tim Penasihat Hukumnya tidak memberikan tanggapan apapun. Hal itu akan disampaikan dalam sidang beragenda Pembacaan Pledoi atau Nota Keberatan atas Tuntutan Tim JPU KPK pada persidangan mendatang. *(DI/HB)*
BERITA TERKAIT: