Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Alex menepis beredarnya informasi yang menyebut ada 22 (dua puluh dua) Tersangka Baru dalam penyidikan pengembangan perkara suap dana hibah ini. Alex juga tidak merinci identitas para pihak yang telah ditetapkan sebagai Tersangka Baru dalam perkara ini. Ia hanya menyebut, ada 4 (empat) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim yang menjadi Tersangka Baru perkara tersebut.
"Penggeledahan kan salah-satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat bukti", jelas Alexander Marwata.
Uang suap itu diterima Sahat Tua P. Simanjuntak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah Pokir Dewan untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari Pemprov Jatim. Yang mana, sepanjang periode tahun 2020–2023, dana hibah Pokir Dewan yang berhasil dicairkan sekitar Rp. 200 miliar.
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan 12 (dua belas) Tersangka Baru perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengelolaan dana hibah {pokok pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.
Penetapan 12 Tersangka Baru itu merupakan pengembangan perkara tersebut yang sebelumnya telah menjerat Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak dan kawan-kawan sebagai Terpidana. "Sekitar 12 (dua belas) (tersangka baru)", kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dihubungi wartawan, Rabu (10/07/2024).
Alex menepis beredarnya informasi yang menyebut ada 22 (dua puluh dua) Tersangka Baru dalam penyidikan pengembangan perkara suap dana hibah ini. Alex juga tidak merinci identitas para pihak yang telah ditetapkan sebagai Tersangka Baru dalam perkara ini. Ia hanya menyebut, ada 4 (empat) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim yang menjadi Tersangka Baru perkara tersebut.
"Dari anggota DPRD, 4 orang kalau enggak salah", ujar Alexander Marwata.
Sebelumnya, Alex mengonfirmasi bahwa Tim Penyidik KPK menggeledah rumah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur. Penggeledahan dilakukan, sebagai rangkaian proses penyidikan pengembangan perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengelolaan dana hibah {pokok pikiran (Pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim yang sebelumnya telah menjerat Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak dan kawan-kawan sebagai Terpidana.
"Iya, benar. Penggeledahan kan salah-satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat bukti", terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dihubungi wartawan, Rabu (10/07/2024).
Alex menegaskan, penggeledahan rumah anggota DPRD Provinsi Jawa Timur itu merupakan pengembangan perkara TPK suap pengelolaan dana hibah {Pokir DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) di Pemprov Jatim yang sebelumnya telah menjerat Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak dan kawan-kawan sebagai Terpidana.
Meski demikian, Alex tidak menginformasikan siapa anggota DPRD Provinsi Jatim yang rumahnya digeledah itu. Namun, kembali ditegaskannya, bahwa upaya paksa penggeledahan itu merupakan rangkaian proses penyidikan pengembangan perkara TPK suap pengelolaan dana hibah {Pokir DPRD) Provinsi Jatim di Pemprov Jatim yang sebelumnya telah menjerat Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjuntak dan kawan-kawan sebagai Terpidana.
"Ini perkara lama. Pengembangan Pokir dana hibah", tegas kata Alexander Marwata.
Alex menjelaskan, penggeledahan rumah anggota DPRD Provinsi Jatim itu dilakukan untuk mengumpulkan barang bukti. Barang bukti yang ditemukan dan diamankan Tim Penyidik KPK itu akan dianalisis kemudian dikonfirmasi kepada Saksi dan Tersangka, kemudian disita untuk digunakan melengkapi berkas perkara.
"Penggeledahan kan salah-satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat bukti", jelas Alexander Marwata.
Sebagaimana diketahui, Sahat Tua P. Simanjuntak terjaring kegiatan Tangkap Tangan (TT) Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada Desember 2022. Sahat Tua bersama anak buahnya Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum) terjaring kegiatan super-senyap tersebut saat menerima uang suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.
Dalam perkara ini, 2 (dua) Terdakwa/ Terpidana penyuap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjuntak, yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sudah divonis 'bersalah' dan disanksi pidana masing-masing 2,5 tahun penjara. Keduanya dijatuhi sanksi cukup ringan karena statusnya sebagai justice kolaborator.
Sementara itu, Rusdi yang merupakan staf ahli dari Sahat Tua P Simanjuntak dijatuhi hukuman pidana 4 (empat):tahun penjara. Rusdi merupakan Terdakwa perkara tindak pidana korupsi (TPK) hibah Pokir Dewan dari Pemprov Jatim yang lebih dulu diadili.
Sementara itu, di antara poin Surat Tuntutannya terhadap terdakwa Sahat Tua P. Simanjuntak, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim menjatuhkan vonis Sahat Tua P. Simanjuntak 'bersalah' dan menjatuhi sanksi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 (enam) bulan kurungan.
Selain itu, Tim JPU KPK juga menuntut supaya Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi pidana terhadap Sahat Tua P. Simanjuntak untuk membayar uang pengganti Rp. 39,5 miliar serta mencabut hak politik Sahat selama 5 tahun, terhitung sejak Sahat Tua P. Simanjuntak selesai menjalani masa hukumannya.
"Menuntut agar Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan", ujar JPU KPK Arif Suhermanto dalam persidangan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jum'at 08 September 2023.
Dalam Surat Tuntutannya, Tim JPU KPK menuntut supaya Majelis Hakim menyatakan terdakwa Sahat Tua P. Simanjuntak 'bersalah' telah melanggar Pasal 12 huruf a, Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Unrang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tim JPU KPK pun menuntut supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menyatakan bahwa terdakwa Sahat Tua P. Simanjuntak juga menerima suap dari 2 (dua) terdakwa lainnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola Kelompok Masyarakat (Pokmas) tahun anggaran 2020–2022.
"Berdasarkan pembuktian, uang Rp. 39,5 miliar terbukti diterima terdakwa Sahat melalui (staf ahlinya) terdakwa Rusdi", lontar Tim JPU KPK.
Selain sanksi pidana 12 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung sejak Sahat Tua selesai menjalani masa hukumannya, Tim JPU KPK juga mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana membayar denda Rp. 1 miliar subsidair 6 (enam) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 39,5 miliar paling lama 1 (satu) bulan sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.
"Jika tidak bisa membayar uang pengganti, maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, jika tidak sanggup membayar, diganti dengan pidana penjara selama enam tahun", tegas JPU KPK Arif Suhermanto.
Sementara itu, untuk staf ahli Sahat Tua, yaitu Rusdi, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana 4 (empat) tahun penjara, denda Rp. 200 juta atau subsider 6 (enam) bulan kurungan.
"Menuntut terdakwa Rusdi dipidana penjara 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 (enam) bulan", ujar Tim JPU KPK, saat itu. *(HB)*
BERITA TERKAIT: