Selasa, 26 September 2023

Korupsi Pokir, Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Dihukum 9 Tahun Penjara, Denda Rp. 1 Miliar Dan Bayar Uang Pengganti Rp. 39.5 Miliar

Baca Juga


Mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjutak usai sidang putusan perkara TPK suap dana hibah Pokir Dewan di Pemprov Jatim, di ruang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda Sidoarjo Jawa Timur, digelandang petugas keluar dari ruang sidang menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Lapas, Selasa 26 September 2026.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Sidang perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengelolaan dana hibah {pokok pikiran (Pokir) Dewan (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)} di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim dengan terdakwa Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim Sahat Tua P. Simanjutak kembali digelar hari ini, Selasa 26 September 2023, di ruang Candra, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur.

Dalam sidang beragenda Pembacaan Putusan Hakim atau Vonis ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya memvonis Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif Sahat Tua P. Simandjuntak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim 'bersalah' dengan hukuman 9 (sembilan) tahun penjara denda Rp. 1 miliar subsider 6 (enam) bulan hukuman kurungan.

"Menjatuhkan hukuman penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp. 1 miliar subsider hukuman kurungan selama 6 bulan penjara",  kata Ketua Majelis Hakim I Dewa Suardhita dalam ruang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo Jawa Timur, Selasa (26/09/2023).
 
Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan pun mewajibkan terdakwa Sahat Tua membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 39,5 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak bisa membayar uang pengganti, maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
 
"Jika tidak sanggup membayar, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun", tegas Ketua Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan I Dewa Suardhita.
 
Dalam amar putusannyaa, Majelis Hakim memutuskan, terdakwa Sahat Tua P. Simanjutak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur melanggar Pasal 12 a, juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Terdakwa, yakni tidak mendukung pemerintah dalam program pemerintahan bersih dari korupsi dan memberantas tindak pidana korupsi serta Terdakwa belum mengembalikan uang yang dikorupsi.
 
"Sedangkan hal yang meringankan, Terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya dan mempunyai tanggungan keluarga yang harus dinafkahi", ujar Ketua Majelis Jakim I Dewa Suardhita.

Selain telah menjatuhkan sanksi-sanksi tersebut, Majelis Hakim pun menjatuhkan sanksi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik Sahat Tua P. Simandjuntak, yakni dilarang untuk duduk dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak Terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.
 
Usai pembacaan putusan tersebut, Majelis Hakim menawarkan kepada pihak Terdakwa maupun Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menanggapinya. Yang mana, terdakwa Sahat Tua dan Tim Penasehat Hukumnya menyatakan pikir-pikir atas putusan yang dijatuhkan dijatuhkan Majelis Hakim tersebut.
 
Adapun Tim JPU KPK yang dikoordinatori Arif Suhermanto langsung menyatakan menerima Putusan Majelis Hakim meski lebih rendah 3 tahun dari Tuntutan Tim JPU KPK selama 12 tahun penjara.

"Kami merasa putusan yang dijatuhkan hakim ini memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Jadi kami memutuskan untuk menerima putusan yang mulia", jawab koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto menanggapi tawaran yang ditawarkan Majelis Hakim dalam persidangan.
 
Sebagaimana diketahui, Sahat Tua P. Simanjuntak terjaring kegiatan Tangkap Tangan (TT) Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK pada Desember 2022. Sahat Tua bersama anak buahnya Rusdi dan Muhammad Chozin (almarhum) terjaring kegiatan super-senyap tersebut saat menerima uang suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng.
 
Uang suap itu diterima Sahat Tua P. Simanjutak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur sebagai imbalan memuluskan pencairan dana hibah Pokir Dewan untuk kelompok masyarakat (Pokmas) dari Pemprov Jatim. Yang mana, sepanjang periode tahun 2020–2023, dana hibah Pokir Dewan yang berhasil dicairkan sekitar Rp. 200 miliar.

Dalam perkara ini, 2 (dua) Terdakwa/ Terpidana penyuap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjutak, yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi sudah divonis 'bersalah' dan disanksi pidana masing-masing 2,5 tahun penjara. Keduanya dijatuhi sanksi cukup ringan karena statusnya sebagai justice kolaborator.

Sementara itu, Rusdi yang merupakan staf ahli dari Sahat Tua P Simanjuntak dijatuhi hukuman pidana 4 (empat):tahun penjara. Rusdi merupakan Terdakwa perkara tindak pidana korupsi (TPK) hibah Pokir Dewan dari Pemprov Jatim yang lebih dulu diadili.

Sementara itu, di antara poin Surat Tuntutannya terhadap terdakwa Sahat Tua P. Simanjutak, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim menjatuhkan vonis Sahat Tua P. Simanjuntak 'bersalah' dan menjatuhi sanksi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 (enam) bulan kurungan.

Selain itu, Tim JPU KPK juga menuntut supaya Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi pidana terhadap Sahat Tua P. Simanjuntak untuk membayar uang pengganti Rp. 39,5 miliar serta mencabut hak politik Sahat selama 5 tahun, terhitung sejak Sahat Tua P. Simnajutak selesai menjalani masa hukumannya.

"Menuntut agar Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan", ujar JPU KPK Arif Suhermanto dalam persidangan di ruang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jum'at 08 September 2023.

Dalam Surat Tuntutannya, Tim JPU KPK menuntut supaya Majelis Hakim menyatakan terdakwa Sahat Tua P. Simanjutak 'bersalah' telah melanggar Pasal 12 huruf a, Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Unrang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tim JPU KPK pun menuntut supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menyatakan bahwa terdakwa Sahat Tua P. Simanjutak juga menerima suap dari 2 (dua) terdakwa lainnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola Kelompok Masyarakat (Pokmas) tahun anggaran 2020–2022.

"Berdasarkan pembuktian, uang Rp. 39,5 miliar terbukti diterima terdakwa Sahat melalui (staf ahlinya) terdakwa Rusdi", lontar Tim JPU KPK.

Selain sanksi pidana 12 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung sejak Sahat Tua selesai menjalani masa hukumannya, Tim JPU KPK juga mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana membayar denda Rp. 1 miliar subsidair 6 (enam) bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 39,5 miliar paling lama 1 (satu) bulan sejak putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap.

"Jika tidak bisa membayar uang pengganti, maka harta miliknya disita oleh negara dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, jika tidak sanggup membayar, diganti dengan pidana penjara selama enam tahun", tegas JPU KPK Arif Suhermanto.

Sementara itu, untuk staf ahli Sahat Tua, yaitu Rusdi, Tim JPU KPK mengajukan tuntutan supaya Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan menjatuhkan sanksi pidana 4 (empat) tahun penjara, denda Rp. 200 juta atau subsider 6 (enam) bulan kurungan.

"Menuntut terdakwa Rusdi dipidana penjara 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 200 juta subsider pidana pengganti kurungan 6 (enam) bulan", ujar Tim JPU KPK. *(DI/HB)*


 BERITA TERKAIT: