Senin, 20 Februari 2017

Perwakilan Warga Lima Desa Pasang Banner dan Spanduk Penolakan Pengerukan Galian C Berkedok Proyek Normalisasi Sungai

Baca Juga

Perwakilan warga 5 Desa saat memasang banner dan spanduk penolakan pengerukan galian C berkedok proyek Normalisasi Sungai, diatas gapura jalur masuk lokasi pengerukan, Senin (20/02/2017).

Kab. MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Sejumlah perwakilan warga 5 Desa memasang spanduk dan banner di 4 titik jalur akses menuju lokasi tambang pasir dan batu (Sirtu) yang berkedok normalisasi sungai fiktif. Meski aktifitas pertambangan Sirtu itu sendiri sudah dihentikan, namun warga meminta ketegasan dan keseriusan pihak aparat Kepolisian untuk memproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

Melalui spanduk dan banner yang mereka pasang, warga menyatakan penolakannya atas pengerukan Sirtu dimaksud dan menyosialisasikan jika pengerukan Sirtu dimaksud merupakan kegiatan ilegal karena tanpa adanya landasan hukum. Melalui spanduk dan banner itu pula warga menuding, bahwa proyek Normalisasi Sungai hanyalah kedok untuk menjarah harta kekayaan negara.

Pantauan wartawan, sejumlah warga ini memasang spanduk ataupun banner di 4 titik. Antara lain di Dusun Jatiombo dan Dusun Kletek Desa Baureno, di Dusun Bagen Desa Sumber Agung Kecamatan Jatirejo serta di Dusun Sukomanggun  Desa Karangkuten Kecamatan Gondang. Dimana, spanduk ataupun banner yang dipasang perwalikan warga tersebut bertuliskan penjelasan Pasal 57 PP Nomor 38 Tahun 2011 serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 01 Tahun 2016 Pasal 19 ayat 3

Uniknya, selain bertuliskan penjelasan PP dan Permen PUPR tersebut, spanduk ataupun banner itu juga dipasang surat jawaban konfirmasi dari Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS) Jawa Timur tertanggal 26 Januari 2017 yang ditandatangani Kepala BBWS, Ir. Muhammad Amir Hamzah. Sedangkan dibagian bawah, tulisan dengan huruh besar berwarna merah berbunyi "STOP PENCURIAN HARTA NEGARA DAN PERAMPASAN TANAH MILIK WARGA DENGAN KEDOK NORMALISASI SUNGAI".

Sjamsul Bahri, yang tak lain adalah salah-satu tokoh warga setempat ini mengungkapkan, bahwa maksud pemasangan spanduk dan banner itu agar masyarakat lebih mengerti atas persoalan Normalisasi Sungai yang dianggapnya ilegal dan bertentangan dengan aturan hukum. "Supaya masyarakat tahu jika proyek normalisasi sungai ini melanggar hak warga dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah juga Peraturan Menteri (Red : Peraturan Menteri PUPR)", ungkapnya.

Lebih jauh, Sjamsul menjelaskan, bahwa gerakan warga yang dilakukan hampir selama sebulan ini bukan karena maksud lain ataupun adanya by design. "Yang jelas, ini murni kemarahan warga yang menjadi korban proyek normalisasi sungai abal-abal. Tak sedikit tanah warga yang berdekatan dengan tepi sungai itu menjadi korban pengerukan alat berat yang digunakan mengerjakan proyek abal-abal itu", jelas Sjamsul disela-sela pemasangan banner.

Syamsul Bahri menegaskan, bahwa surat jawaban konfirmasi dari BBWS Provinsi Jatim sangat jelas menyebutkan jika proyek normalisasi sungai ini tanpa adanya rekomendasi dari BBWS. "Polres selama ini tegas dalam menindak praktek-praktek ilegal mining. Untuk itu, jika dalam waktu dekat ini Polres Mojokerto tidak memproses laporan kami sampaikan beberapa hari lalu itu, ya kami akan mengelar aksi lebih besar lagi ke Polres", tegasnya.

Ditandaskannya, bahwa di Indonesia tidak ada orang yang kebal hukum. Terkait itu, warga berharap, laporan yang sudah dikirim ke sejumlah instansi di Pusat, diantaranya ke Mabes Polri, Mabes TNI, Kementerian PU, Kementerian Lingkungan Hidup, KPK, ICW dan Walhi, segera mendapat respon. "Kalau Polres Mojokerto tidak berani melakukan penindakan hukum dengan memproses dan menyita 7 eskavator serta para pelaku proyek fiktif ini, Polres perlu dipertanyakan kinerjanya. Kami bakal lapor ke Divisi Propam Mabes Polri. Buktikan penegakan hukum tidak tumpul keatas dan tajam kebawah seperti film india. Ingat, Polres ini alat negara bukan alat penguasa. Sampai sekarang tidak ada penindakan dan justru seolah ada pembiaran tanpa memprosesnya", tandasnya.

Dia menambahkan, bencana banjir yang terjadi diwilayah dekat Kota Mojokerto maupun di beberapa desa di Kabupaten Mojokerto merupakan dampak adanya proyek abal-abal berkedok normalisasi. "Di Kota Mojokerto sekarang ini banjir, coba ditelusuri salah satu penyebabnya saya yakin adanya normalisasi awur-awuran ini. Yakni melebarkan sungai, sehingga sungai meluncur ke kota semua," imbuhnya.

Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Budi Santoso saat dikonfirmasi terkait belum adanya penindakan hukum dari Polres soal pelaku proyek normalisasi sungai di wilayah Jatirejo dan Gondang. Menurut Budi, pihak masih sebatas klarifikasi ke Pemkab Mojokerto soal proyek normalisasi sungai. "Kami masih mempelajari laporan warga dan kami akan klarifikasi ke Pemkab, termasuk ke BBWS juga. Jangan sampai kita menegakkan hukum tapi justru melanggar hukum. Yang jelas kami klarifikasi keduanya (Pemkab dan BBWS) soal benar dan tidaknya proyek normalisasi sungai itu," jelas Kasat melalui Ponselnya.

Disinggung adanya rencana aksi warga yang lebih besar lagi, jika dalam sepekan ini Polres Mojokerto tidak melakukan penindakan terhadap para pelaku proyek Normalisasi Sungai yang diduga oleh warga merupakan fiktif itu, Kasat Reskrim Polres Mojokerto enggan berkomentar banyak. "Monggo saja menyampaikan pendapat, yang penting sesuai aturan hukum", pungkas Kasat Reskrim Polres Mojokerto.
*(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
Geruduk Polres, Puluhan Warga Lima Desa Laporkan Bupati Mojokerto MKP
Ratusan Warga Lima Desa Hentikan Paksa Empat Penambangan Galian C Berkedok Proyek Normalisasi Sungai
Ratusan Warga Tiga Desa Tutup Paksa Proyek Normalisasi Irigasi Candi Limo