Senin, 30 Januari 2017

Ratusan Warga Lima Desa Hentikan Paksa Empat Penambangan Galian C Berkedok Proyek Normalisasi Sungai

Baca Juga

Aksi ratusan warga 5 Desa dari Kec. Jatirejo dan Kec.Gondang Kab. Mojokerto saat berorasi menolak penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas', Senin (30/01/2017).

Kab. MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Ratusan warga 5 Desa dari Kecamatan Jatirejo dan Gondang, Kabupaten Mojokerto, Senin (30/01/2017) siang, menutup paksa aktifitas penambangan galian C (sirtu) berkedok 'Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas' di Kecamatan Jatirejo dan Gondang. Selain menutup paksa, massa juga mengeluarkan secara paksa 7 alat berat berupa eskavator atau backhoo yang saat itu tengah digunakan untuk mengeruk bebatuan dari dasar sungai di 4 lokasi penambangan yang berbeda.

Dengan pengawalan puluhan anggota aparat Kepolisian dengan dibantu TNI dan Satpol PP, ratusan warga dari 5 Desa yang sebagian besar berasal dari Desa Baureno dan Desa Sumber Agung ini memluai aksinya dengan berorasi dijembatan Dusun Kletek Desa Baureno Kecamatan Jarirejo. Dalam orasinya, warga menuntut agar aktivitas penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas' yang lokasinya hanya berjarak kisaran 100 meter dari jembatan Kletek ini segera dihentikan.

Pantauan media, meski saat itu dihujani teriakan tuntutan warga, aktivitas 2 backhoo dilokasi yang diduga warga sebagai penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Sungai Pikatan' itu tak mau segera menghentikan aktifitasnya mengeruk sirtu disungai tetsebut. Tampaknya, hal ini menyulut emosi massa pendemo, sehingga massa merangsek kelokasi proyek dan mengusir 2 alat berat yang berada dilokasi tersebut. "Kami menutup paksa penambangan batu disungai ini. Proyek ini hanya kedok untuk mencuri aset negara dan menyerobot tanah warga. Normalisasi sungai hanya kedok untuk menggali batu sungai", ujar  Koordinator aksi, Samsul Bahri kepada wartawan, Senin (30/02/2017) siang, di lokasi.

Aksi ratusan warga yang sudah mulai tampak emosi ini, membuat sejumlah pekerja yang sedang beraktifitas dilokasi proyek berkedok normalisasi sungai ini tak berkutik. Mereka pun akhirnya terpaksa menuruti tuntutan ratusan warga tersebut dengan membawa kelua kedua alat berat itu keluar dari lokasi proyek. Sementara pihak aparat keamanan yang berada dilokasi hanya tampak mengawasi aksi ratusan itu warga saja.

Usai mengusir 2 alat berat dari lokasi  yang diduga warga sebagai penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas' yang ada disungai Pikatan ini, massa melanjutkan aksi serupa di 3 lokasi yang diduga warga sebagai penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas' lainnya, yakni dilokasi yang diduga penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas' yang berada di Dusun/Desa Jetis Kecamatan Jatirejo.

Dilokasi kedua itu, terpantau sebuah alat berat langsung bergegas meninggalkan lokasi pengerukan sungai begitu melihat kedatangan ratusan warga tersebut. Massa pun langsung melanjutkan mendatangi  lokasi ke-3, yakni yang berada di Dusun Sukomangu Desa Karangkuten Kecamatan Gondang. Dilokasi ke-3 ini, tanpa ada perlawanan dari pekerja, 2 alat berat juga dikeluarkan paksa oleh warga dari lokasi yang diduga sebagai penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Sungai' ini.

Terakhir, ratusan warga dari 5 Desa itu mendatangi lokasi yang mereka duga sebagai penambangan galian C berkedok 'Proyek Normalisasi Sungai' yang berada di Desa Sumber Agung Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Dilokasi ke-empat ini, 2 alat berat pengeruk sirtu itu langsung ditinggalkan begitu saja oleh operatornya begitu mengetahui ratusan warga datang dilokasi. Warga pun bertahan dilokasi hingga ditemukannya operator untuk memindahkan 2 alat berat tersebut.

Aksi ratusan warga 5 Desa dari Kec. Jatirejo dan Kec.Gondang Kab. Mojokerto saat berunjuk rasa dan mengusir backhoo yang mereka duga sebagai usaha penambangan galian C berkedok Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas, Senin (30/01/2017).

Samsul Bahri menjelaskan, bahwa aksi ratusan warga tersebut, merupakan salah-satu bentuperlawanan sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto yang tak menggubris tuntutan warga agar menghentikan proyek normalisas sungai tersebut. "Aksi ratusan warga ini muncul karena Pemkab Mojokerto tak menggubris tuntutan warga agar segera menghentikan penambangan galian C berkedok proyek normalisasi sungai ini", jelas Samsul

Lebih jauh, Samsul menerangkan,  4 Proyek Normalisasi Anak Sungai Brantas yang diduga kuat digunakan sebagai alibi oleh Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto untuk menambang material galian C merupakan perbuatan ilegal yang merugikan negara dan warga. Hal itu, sesuai bunyi dimaksud dalam Pasal 79 PP Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Yakni proyek normalisasi sungai tidak boleh melibatkan pihak ketiga. "Dalam praktiknya, Dinas PU Pengairan Pemkab Mojokerto menunjuk pelaksana perorangan, Faizal Arif, warga Desa Jatirejo Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto", terangnya.

Lebih detail lagi, Samsul Bahri membeberkan, bahwa tudingannya itu bukannya tanpa alasan yang kuat. Berdasarkan bukti yang dikantonginya berupa Surat Kontrak Kerjasama (MoU) yang dibuat oleh Dinas PU Pengairan dengan Faizal tertanggal 3 Oktober 2016, semestinya kegiatan normalisasi sungai itu sudah haeus berakhir hingga tanggal 31 Desember 2016. Namun, dalam kenyataannya hingga pada saat ini masih berjalan.

Dipekuat lagi dengan adanya surat dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas Nomor : UM.01.03-AM/128/2017 tertanggal 26 Januari 2017 yang salh-satu poinnya menyatakan, bahwa Pemkab Mojokerto tidak berwenang melakukan normalisasi di anak sungai Brantas. "Surat jawaban dari BBWS Brantas kepada kami dengan tegas menyebutkan tidak pernah memberikan rekomendasi kepada Pemkab Mojokerto untuk melakukan normalisasi anak Sungai Brantas", bebernya.

Menurut Samsul Bahri, terus berlangsungnya penambangan material galian C disungai dengan kedok 'Proyek Normalisasi Sungai' tersebut tak lepas dari tidak tegasnya aparat penegak hukum dari jajaran Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto. Sementara pelaksana proyek tersebut dengan begitu jelasnya diduga kuat merugikan telah merugikan negara dan warga dengan cara menjarah bebatuan sungai yang merupakan aset negara untuk dijual ke perusahaan pemecah batu PT. Musika, milik keluarga Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). "Batu dijual ke PT Musika, milik keluarga Bupati MKP. Satu titik proyek kalau menggunakan dua alat berat, rata-rata menghasilkan 150 rit (dump truk), harganya Rp 45 ribu per rit", pungkas Samsul.

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Kabag Humas dan Protokol Pemkab Mojokerto Alfiah Ernawati mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk meluruskan masalah perizinan proyek normalisasi. "Yang jelas proyek ini tanpa anggaran APBD, untuk kepentingan masyarakat juga supaya pengairan sawah lancar. Terkait kewenangan normalisasi akan kami koordinasikan dengan instansi terkait", kelitnya.
*(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
Ratusan Warga Tiga Desa Tutup Paksa Proyek Normalisasi Irigasi Candi Limo