Selasa, 28 Februari 2023

KPK Sita 2 Mobil Mewah Diduga Hasil Korupsi Kakanwil BPN Riau M. Syahrir

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 2 (dua) unit mobil mewah diduga dari hasil korupsi tersangka M. Syahrir (MS) selaku Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau.

"Dalam proses pengumpulan alat bukti dugaan TPPU dari tersangka MS selaku Kakanwil BPN Riau, Tim Penyidik menemukan adanya dugaan kepemilikan 2 (dua) unit mobil mewah yang diduga sumber uangnya berasal dari pidana asal korupsi. Selanjutnya, dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam Berkas Perkara penyidikan", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/02/2023).

Dijelaskan Ali Fikri, 2 unit mobil mewah yang telah disita tersebut, nantinya akan dikonfirmasi pada para Saksi. Tim Penyidik KPK akan menjadwal pemeriksaan para Saksi untuk mendalami pengetahuan mereka terkait perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat M. Syahrir selaku Kakanwil BPN Riau.

"Sekaligus juga didalami lebih-lanjut melalui keterangan dari para pihak yang akan dipanggil sebagai Saksi terkait perkara tersebut", jelas Ali Fikri.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK kembali menetapkan M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka. Kali ini, Tim Penyidik KPK menetapkan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Penetapan M. Syahrir selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka TPPU tersebut disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Selasa 21 Februari 2023.

"KPK kembali menetapkan MS tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang", tegas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (21/02/2023).

Ali menerangkan, penetapan MS selaku Kakanwil BPN Riau sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU, setelah Tim Penyidik KPK menemukan bukti yang cukup adanya upaya MS menyamarkan dan menyembunyikan aset hasil tindak pidana korupsi.

Tim Penyidik KPK saat ini telah menyita berbagai aset yang memiliki nilai ekonomis tinggi milik MS, antara lain berupa tanah dan bangunan serta uang tunai berjumlah sekitar Rp. 1 miliar

"Penelusuran dan pelacakan aset-aset lainnya akan terus dilakukan dalam rangka memaksimalkan aset recovery", terang Ali Fikri.

Ali menyampaikan, KPK membuka pintu bagi masyarakat yang mempunyai informasi mengenai keberadaan aset yang diduga berasal dari hasil korupsi MS untuk melaporkan ke KPK.

"Peran masyarakat sangat kami butuhkan, silahkan laporkan kepada KPK terkait adanya dugaan aset terkait perkara ini", ujar Ali Fikri, penuh harap.

Sebelumnya, pada Kamis 27 Oktober 2022, KPK secara resmi mengumumkan penetapan 3 (tiga) Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) di Kanwil BPN Provinsi Riau.

Tiga Tersangka tersebut, yakni M. Syahrir (MS) selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau, Frank Wijaya (FW) selaku pihak swasta {(pemegang saham PT. Adimulia Agrolestari (PT. AA)} dan Sudarso (SD) selaku General Manager PT. AA.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengurusan dan perpanjangan HGU di Kanwil BPN Provinsi Riau ini, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Sedangkan FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, MS selaku Kakanwil BPN Provinsi Riau disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, FW selaku pemegang saham PT. AA dan SD selaku General Manager PT. AA disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun konstruksi perkara yang disampaikan KPK menyebutkan, FW sebagai pemegang saham PT. AA memerintahkan dan menugaskan SD untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT. AA yang segera akan berakhir masa berlakunya pada 2024.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, SD selalu diminta FW untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya kepada FW. Dalam prosesnya, SD menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan MS membahas antara lain terkait perpanjangan HGU PT. AA.

Pada Agustus 2021, SD menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT. AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah-satunya pengurusannya juga  di Kanwil BPN Provinsi Riau.

SD kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya. Yang mana, dalam pertemuan itu diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp. 3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen dan 60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT. AA.

Dari pertemuan tersebut, SD lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SD kemudian mengajukan permintaan uang 120 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp. 1,2 miliar ke kas PT. AA dan disetujui oleh FW.

Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120 ribu dolar Singapura dari SD dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SD tidak membawa alat komunikasi apapun.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT. AA dan menyatakan usulan perpanjangan itu bisa ditindak-lanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuantan Singingi yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

Tim Penyidik KPK menduga, MS diduga memiliki dan menggunakan beberapa rekening bank dengan menggunakan nama pihak, di antaranya para pegawai Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor BPN Kabupaten Kampar.

Tim Penyidik KPK pun menduga, dalam kurun waktu September 2021 hingga 27 Oktober 2021, MS diduga menerima aliran sejumlah uang, baik melalui rekening bank atas nama pribadi MS maupun atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah Rp. 791 juta yang berasal dari FW.

Tim Penyidik KPK juga menduga, dalam kurun waktu tahun 2017 hingga 2021, MS diduga juga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp. 9 miliar dalam jabatannya selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi lain. Hal ini terus didalami dan dikembangkan Tim Penyidik KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT: