Kamis, 02 Desember 2021

KPK Dalami Aset Bupati HSU Abdul Wahid Yang Diduga Berbeda Dari LHKPN

Baca Juga


Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye usai ditetapkan sebagai Tersangka dan dilakukan penahanan, saat diarahkan petugas keluar dari dalam gedung Merah Putih KPK untuk menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rumah Tahanan, Kamis 18 November 2021.


Kota JAKARTA – (harianbuana com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami sejumlah aset yang dimiliki Bupati Hulu Sungai Utara non-aktif Abdul Wahid terkait penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerimtah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara (HSU) tahun 2021–2022 dan gratifikasi yang menjerat Abdul Wahid selaku Bupati HSU.

"Tim penyidik sementara ini masih terus melakukan pendalaman terkait dengan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi oleh tersangka AW (Abdul Wahid)", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Peninfakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (02/12/2021).

KPK menduga, sejumlah aset yang dimiliki Bupati HSU non-aktif Abdul Wahid diduga tidak sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang telah dilaporkan ke KPK 

"Data LHKPN yang dilaporkan tersebut menjadi salah satu referensi bagi Tim Penyidik untuk menelusuri aset-aset lainnya", ungkap Ali Fikri.

Ali menjelaskan, Tim Penyidik KPK juga telah menyita beberapa aset milik Abdul Wahid, seperti 1 (satu) unit bangunan, mobil dan sejumlah uang dalam bentuk mata uang rupiah dan asing.

DIjelaskannya pula, apabila ditemukan adanya alat bukti dugaan menyamarkan asal-usul harta benda yang mengarah ke Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Tim Penyidik KPK tentu akan menindak-lanjutinya.

"Sebagai pemahaman bersama bahwa penerapan TPPU dilakukan apabila ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis, seperti properti maupun aset lainnya," ucap Ali.

Diketahui, berdasarkan data dalam situs elhkpn.kpk.go.id, Abdul Wahid melaporkan LHKPN pada 31 Maret 2021 dengan total harta sebesar Rp. 5.368.816.339,– (lima miliar tiga ratus enam puluh delapan juta delapan ratus enam belas ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah).

Abdul Wahid melaporkan memiliki 2 (dua) bidang lahan tanah dan bangunan di Kota Hulu Sungai Utara dari hasil sendiri dan dari hasil warisan senilai Rp. 4.650.000.000,– (empat miliar enam ratus lima puluh juta rupiah)

Mantan Wakil Ketua DPRD HSU ini juga melaporkan memiliki alat transportasi dan mesin, harta bergerak lain ataupun surat berharga. Ia pun melaporkan memiliki kas dan setara kas sebesar Rp. 718.816.339,– (tujuh ratus delapan belas juta delapan ratus enam belas ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah), sehingga total kekayaannya mencapai Rp. 5.368.816.339,–  (lima miliar tiga ratus enam puluh delapan juta delapan ratus enam belas ribu tiga ratus tiga puluh sembilan rupiah).

alam perkara ini, KPK baru menetapkan 4 (empat) Tersangka. Keempatnya, yakni Abdul Wahid selaku Bupati HSU, Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka dalam perkara ini merupakan pengembangan penyidikan perkara tersebut yang sebelumnya menjerat Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Abdul Wahid selaku Bupati HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 19 November 2021. Sedangkan Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 16 September 2021.

Dalam perkara ini, Abdul Wahid selaku Bupati HSU dan Maliki selaku Plt. Kepala Dinas PUPRP Pemkab HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

KPK menyangka, Abdul Wahid selaku Bupati HSU diduga telah menerima di antaranya, yakni pada tahun 2019 sejumlah sekitar Rp. 4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp. 12 miliar serta tahun 2021 sejumlah sekitar Rp. 1,8 miliar. Sehingga, total sementara uang yang diterima Abdul Wahid selaku Bupati HSU mencapai sekitar Rp. 18,9 miliar.

Terhadap Abdul Wahid selaku Bupati HSU, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 KUHP, jo Pasal 65 KUHP.

Terhadap Maliki KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.

Terhadap Marhaini dan Fachriadi, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 KUHP. *(Ys/HB)*