Baca Juga

Ilustrasi gedung KPK.
"Penyidik KPK telah menyita 1 (satu) unit mobil dari Ketua DPRD Kabupaten HSU", terang Pelaksana-tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam melalui keterangan, Kamis (25/11/2021).
Ali Fikri menjelaskan, selain mobil milik Ketua DPRD Kabupaten HSU, Tim Penyidik KPK juga telah menyita lahan tanah dan bangunan diatasnya diduga milik Bupati non-aktif HSU Abdul Wahid.
“Lahan tanah dan bangunan berlokasi di Kelurahan Paliwara Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten HSU yang diperuntukkan untuk Klinik Kesehatan", jelas Ali Fikri.
Ditegaskannya, bahwa barang bukti yang disita itu selanjutnya akan dikonfirmasi kembali kepada saksi-saksi yang terkait dengan barang bukti perkara tersebut.
"Saat ini tim penyidik masih terus mengumpulkan dan melengkapi bukti-bukti terkait perkara ini", tegasnya.
Penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka dalam perkara ini merupakan pengembangan penyidikan perkara tersebut yang sebelumnya menjerat Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.
Abdul Wahid selaku Bupati HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 19 November 2021. Sedangkan Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 16 September 2021.
KPK menyangka, Abdul Wahid selaku Bupati HSU diduga telah menerima di antaranya, yakni pada tahun 2019 sejumlah sekitar Rp. 4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp. 12 miliar serta tahun 2021 sejumlah sekitar Rp. 1,8 miliar. Sehingga, total sementara uang yang diterima Abdul Wahid selaku Bupati HSU mencapai sekitar Rp. 18,9 miliar.
Terhadap Abdul Wahid selaku Bupati HSU, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 KUHP, jo Pasal 65 KUHP.
Terhadap Maliki KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.