Rabu, 01 Desember 2021

KPK Katakan Kades Bisa Kembalikan Uang Korupsi Tanpa Dipenjara

Baca Juga


Salah-satu suasana, saat Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan sambutan pada acara Peluncuran Desa Antikorupsi di Kampung Mataraman Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Provinsi DI Yogyakarta yang bisa diakses di kanal Youtube KPK, Rabu (01/12/2021).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan, seharusnya ada langkah baru dalam penanganan korupsi bagi kepala desa. Yang mana, bila ada kepala desa melakukan tindak pidana korupsi diharapkan tidak langsung dilakukan proses hukum hingga di persidangan

"Sebetulnya kalau dari jajaran Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI kan sudah 'restorative justice'. Jadi, kalau ada kepala desa taruhlah betul terbukti 'ngambil duit tapi nilainya nggak seberapa', kalau diproses sampai ke pengadilan biayanya lebih gede", ujar wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menyampaikan sambutan pada acara Peluncuran Desa Anti Korupsi di Kampung Mataraman Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Provinsi DI Yogyakarta, yang bisa diakses di kanal Youtube KPK, Rabu (01/12/2021).

Alexander Marwata menyatakan, jika korupsi yang dilakukan kepala desa nilai uangnya tidak begitu besar, kemudian dilanjutkan sampai proses pengadilan, tentu biaya yang digunakan penegak hukum cukup besar.

"Artinya apa? Nggak efektif, enggak efisien, negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh. Ya sudah suruh kembalikan. Ya kalau ada ketentuannya, pecat kepala desanya. Selesai persoalan, kan begitu!?", ujarnya.

Namun, lanjut Alexander Marwata, bila belum ada aturan terkait memecat kepala desa dan hanya ditentukan dalam persidangan, tentunya masyarakat setempat lebih mempunyai hak untuk menentukan untuk dimusyawarahkan. Ia berharap aturan itu bisa dibuat oleh Wakil Rakyat di Senayan.

"Mungkin dengan musyawarah masyarakat desa, kan mereka yang milih!? Kita sampaikan, 'Nih kepala desa mu nyolong nih, mau kita penjarakan atau kita berhentikan?' Pastikan begitu, selesai", lanjutnya.

Menurut Alex, jika hal tersebut diterapkan, dapat membuat jera kepala desa lainnya, pemberantasan korupsi tidak hanya semata-mata dilakukan dengan proses pengadilan.

"Keberhasilan pemberantasan korupsi itu bukan dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan, nggak seperti itu. Kita sudah sepakat, bahwa kalau menyangkut kerugian negara, kerugian daerah, kerugian keuangan desa, ya bagaimana semaksimal mungkin uang itu bisa kembali ke kas daerah, kas negara, kas desa. Itu saya kira lebih efektif dibanding kita memenjarakan orang, lah dia punya istri, istrinya enggak kerja, anaknya tiga", jelas Alexander Marwata.

Meski demikian, Alexander menegaskan, pemberantasan korupsi tetap menjadi perhatian khusus KPK. Alex pun meminta masyarakat untuk terus turut partisipasi dalam pemberantasan korupsi.

"Ini menjadi PR kita bersama dan 'Desa Anti Korupsi' ini tidak semata-mata menyangkut aparat desanya, tetapi juga masyarakatnya", tegasnya.

Menurut Alex, soal penangan kepala desa bermasalah ini memungkinkan terjadi jika ada aturan baru yang mendukung. Alex kembali menegaskan, bahwa untuk memberi efek jera kepada kepala desa yang bermasalah itu tidak harus penjara.

"(Misal) 'nggak bisa Pak, kita nggak ada ketentuan untuk memecat kepala desa kalau tidak melalui keputusan hakim'. Ya bagaimana dibuatlah aturan. Apalah bentuknya, kan seperti itu...!?. Mungkin dengan musyawarah masyarakat desa, kan mereka yang milih..!?. Kita sampaikan: 'Nih kepala desa mau nyolong nih, mau kita penjarakan atau kita berhentikan?'. Pastikan begitu, selesai", cetusnya.

Menurutnya pula, upaya itu sudah cukup bisa memberi jera kepala desa yang bermasalah. Ditambahkannya, bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi itu bukan hanya memenjarakan seseorang.

"Hal seperti itu kan juga membuat jera kepala desa yang lain. Tidak semata-mata upaya pemberantasan korupsi itu berakhir di pengadilan atau keberhasilan pemberantasan korupsi itu dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan, nggak seperti itu", tambahnya.

Alexander Marwata menandaskan, KPK telah sepakat dalam memaksimalkan pengembalian uang yang dikorupsi oleh koruptor atau yang dikenal sebagai asset recovery. Ditandaskannya pula, bahwa permasalahan itu tentunya bisa diintervensi semua pihak.

"Kita sudah sepakat, bahwa kalau menyangkut kerugian negara, kerugian daerah, kerugian keuangan desa, ya bagaimana semaksimal mungkin uang itu bisa kembali ke kas daerah, kas negara, kas desa. Itu saya kira lebih efektif dibanding kita memenjarakan orang. Lah dia punya istri, istrinya nggak kerja, anaknya tiga", katanya.

"Hal-hal seperti itu barangkali bisa menjadi intervensi kita bersama, pemberantasan korupsi tetap menjadi keprihatinan kita semua. Ini menjadi PR kita bersama, dan desa antikorupsi ini tidak semata-mata menyangkut aparat desanya tetapi juga masyarakatnya", tandasnya. *(Ys/HB)*