Rabu, 01 Desember 2021

Periksa Pengasuh Ponpes, KPK Dalami Dugaan Pembelian Sejumlah Mobil Bupati Hulu Sungai Utara Dari Hasil Korupsi

Baca Juga


Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid mengenakan rompi khas Tahanan KPK warna oranye usai ditetapkan sebagai Tersangka dan dilakukan penahanan, saat diarahkan petugas keluar dari dalam gedung Merah Putih KPK untuk menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rumah Tahanan, Kamis 18 November 2021.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa 2 (dua) Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerimtah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara (HSU) tahun 2021–2022 yang menjerat Abdul Wahid selaku Bupati HSU.

Dua Saksi itu didalami pengetahuannya soal pembelian sejumlah mobil oleh Abdul Wahid yang diduga dari hasil korupsi yang salah-satu di antaranya telah disita KPK dari Ketua DPRD Kabupaten HSU.

"Kedua Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan pembelian beberapa unit mobil oleh tersangka AW (Abdul Wahid) yang satu unit di antaranya telah disita oleh Tim Penyidik dari Ketua DPRD HSU", terang Pelaksana-tugas Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (01/12/2021).

Adapun kedua Saksi tersebut, yakni pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Bobby Koesmanjaya dan Ferry Riandy Wijaya dari unsur swasta lainnya. Keduanya diperiksa di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Selasa (30/11/2021) kemarin.

Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan 4 (empat) Tersangka. Keempatnya, yakni Abdul Wahid selaku Bupati HSU, Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka dalam perkara ini merupakan pengembangan penyidikan perkara tersebut yang sebelumnya menjerat Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Abdul Wahid selaku Bupati HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 19 November 2021. Sedangkan Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 16 September 2021.

Dalam perkara ini, Abdul Wahid selaku Bupati HSU dan Maliki selaku Plt. Kepala Dinas PUPRP Pemkab HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

KPK menyangka, Abdul Wahid selaku Bupati HSU diduga telah menerima di antaranya, yakni pada tahun 2019 sejumlah sekitar Rp. 4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp. 12 miliar serta tahun 2021 sejumlah sekitar Rp. 1,8 miliar. Sehingga, total sementara uang yang diterima Abdul Wahid selaku Bupati HSU mencapai sekitar Rp. 18,9 miliar.

Terhadap Abdul Wahid selaku Bupati HSU, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 KUHP, jo Pasal 65 KUHP.

Terhadap Maliki KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.

Terhadap Marhaini dan Fachriadi, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 KUHP. *(Ys/HB)*