Rabu, 05 Januari 2022

KPK Periksa 12 Saksi Terkait Perkara Dugaan TPPU Bupati HSU Non-aktif Abdul Wahid

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Filri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 05 Januari 2022, menjadwal pemeriksaan 12 (dua belas) Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW).

"Pemeriksaan dilakukan di Polres Hulu Sungai Utara Kalsel", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (05/01/2022).

Dua belas Saksi tersebut, yakni Maulana Firdaus seorang PPAT,  pensiunan PNS Tajuddin Noor, wiraswasta/ pedagang mobil bekas atau HP Noor Elhamsyah, seorang staf (Pokja) di Dinas Bina Marga Pemkab HSU Hadi Hidayat (mantan Ajudan Bupati HSU) HM. Ridha dan Barkati alias Haji Kati selaku Direktur PT. Prima Mitralindo Utama, 

Berikutnya, Ferry Riandy Wijaya sales Honda, Muhammad Fahmi Ansyari (pemilik PT. Bangun Tata Banua, CV. Saila Rizky dan PT. Jati Luhur Sejati), H. Farhan pemilik PT. CPN/ PT Surya Sapta Tosantalina, Abdul Halim Perdana Kusuma (pemilik CV. Alabio), Abdul Hadi selaku Direktur CV. Chandra Karya dan Muhammad Muzzakir seorang kontraktor.

Seperti diketahui, pada Selasa 28 Desember 2021, KPK kembali menetapkan Abdul Wahid selaku sebagai Tersangka. Kali ini, Abul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU.

Penetapan sebagai Tersangka perkara dugaanbTPPU tersebut merupakan pengembangan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021–2022  dan gratifikasi yang sebelumnya telah lebih dulu menjerat Abdul Wahid selaku Bupati HSU.

KPK menyangka, ada beberapa penerimaan uang yang oleh Abdul Wahid selaku Bupati HSU dengan sengaja disamarkan dan/atau diubah bentuknya serta dialihkan kepada pihak lain.

Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menjelaskan, pasal TPPU diterapkan karena diduga ada bukti permulaan yang cukup tentang telah terjadi perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi terkait aset-aset bernilai ekonomis seperti properti, kendaraan dan menempatkan uang dalam rekening bank. 

"Informasi yang kami terima, diduga ada pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengambil alih secara sepihak aset-aset yang diduga milik tersangka AW", jelas  Plt.Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Selasa (28/12/2021) silam.

KPK dengan tegas mengingatkan agar dalam proses penyidikan kasus ini, tidak ada pihak-pihak yang sengaja mencoba mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan perkara.

"Kami tak segan terapkan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidans Korupsi)", tegas Ali Fikri.

Pasal 21 UU Tipikor berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta".

Adapun KPK mengumumkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021–2022  dan gratifikasi yang sebelumnya telah lebih dulu menjerat Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara pada Kamis 18 November 2021. 

Penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU Tahun 2021–2022  dan gratifikasi itu sendiri merupakan pengembangan penyidikan perkara tersebut yang sebelumnya menjerat Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab Hulu Sungai Utara, Marhaini dari pihak swasta (Direktur CV. Hanamas) dan Fachriadi dari pihak swasta (Direktur CV. Kalpataru).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjabarkan, bermula dari tersangka Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode (2012–2017 dan 2017–2022) pada awal 2019 menunjuk Maliki sebagai Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas PUPRP Pemkab Hulu Sungai Utara.

KPK menduga, diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh Maliki untuk menduduki jabatan tersebut, karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka Abdul Wahid.

KPK pun menduga, diduga ada penerimaan uang oleh Abdul Wahid selaku Bupati HSU di rumah Maliki pada Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan tersangka Abdul Wahid.

Pada sekitar awal 2021, Maliki menemui tersangka Abdul Wahid di rumah dinas jabatan Bupati HSU untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara Tahun 2021.

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Selanjutnya, tersangka Abdul Wahid menyetujui paket plotting tersebut dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee, yaitu 10 persen untuk tersangka Abdul Wahid dan 5 persen untuk Maliki.

Adapun, pemberian komitmen fee yang diduga diterima oleh tersangka Abdul Wahid melalui Maliki, masing-masing dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp. 500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, tersangka Abdul Wahid juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPR Pemkab Hulu Sungai Utara, yaitu pada 2019 sekitar Rp. 4,6 miliar, pada 2020 sekitar Rp. 12 miliar dan pada 2021 sekitar Rp. 1,8 miliar. *(HB)*

 

BERITA TERKAIT: