Jumat, 02 September 2022

KPK Serahkan Memori Banding Perkara Mantan Bupati HSU Abdul Wahid

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis 01 September 2022 telah menyerahkan memori banding perkara mantan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid kepada Panitera Muda (Panmud) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin.

"Jaksa KPK Titto Jaelani (Kamis 01 September 2011) telah menyerahkan memori banding pada Panmud Tipikor PN Banjarmasin dalam perkara terdakwa Abdul Wahid (Bupati HSU)", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jum'at (02/09/2022).

Ali menjelaskan, dalam memori banding itu, terdapat sejumlah alasan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengajukan permohonan banding. Adapun alasan pertama dalam memori banding itu terkait dengan pembuktian Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi soal penerimaan gratifikasi.

Yang mana, lanjut Ali Fikri, terdakwa Abdul Wahid mengakui menerima uang dari pihak kontraktor di sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Hulu Sungai Utara.

"Adapun yang menjadi argumentasi Tim Jaksa yang jabarkan dalam memori banding Tim Jaksa antara lain terkait dengan pembuktian pasal 12B (penerimaan gratifikasi) diakui Terdakwa karena menerima pemberian uang di antaranya dari pihak kontraktor yang mendapatkan proyek di Pemkab HSU", jelas Ali Fikri.

Ali Fikri juga mengungkap soal uang Rp. 4,1 miliar yang ditemukan KPK saat menggeledah kediaman Abdul Wahid yang seharusnya uang itu dilaporkan Abdul Wahid ke Direktorat Gratifikasi KPK terhitung 30 hari sejak diterimanya.

"Selain itu, uang tunai Rp. 4,1 miliar yang ditemukan di rumah Terdakwa saat dilakukan penggeledahan merupakan uang gratifikasi yang diberikan pada Terdakwa karena jabatannya selaku Bupati yang terhitung 30 hari kerja sejak diterima oleh Terdakwa tidak pernah pula melaporkan pada Direktorat Gratifikasi KPK", ungkap Ali Fikri.

Ali Fikri pun mengungkap soal hukuman uang pengganti senilai Rp. 26 miliar yang dituntut Tim JPU KPK yang semestinya sebagaimana tuntutan Tim JPU KPK, uang pengganti itu dibebankan kepada terdakwa Abdul Wahid.

"Termasuk soal pembayaran uang pengganti Rp. 26 miliar juga seharusnya tetap dibebankan pada Terdakwa karena telah dinikmati dan dibelanjakan dengan membeli berbagai aset berupa tanah dan bangunan", ungkap Ali Fikri pula.

KPK berharap, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi bakal menerima memori banding yang diajukan KPK. Sesuai dengan tuntutan yang semula disampaikan jaksa KPK.

"KPK berharap majelis hakim Pengadilan Tinggi akan memutus dan mengabulkan permohonan tim jaksa sebagaimana surat tuntutan", pungkas Ali Fikri penuh harap.

Sebelumnya, pada Selasa (23/08/2022) lalu, Ali Fikri menerangkan, Tim JPU KPK mengajukan upaya hukum banding atas Putusan Majelis Hakim yang dijatuhkan kepada Abdul Wahid.

"Jaksa KPK Titto Jaelani, hari Senin (22 Agustus 2022), telah menyatakan upaya hukum banding pada Panmud Tipikor PN Banjarmasin dengan terdakwa Abdul Wahid", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (23/08/2022).

Ali menjelaskan, upaya hukum banding itu diajukan oleh Tim JPU KPK di antaranya karena sanksi pidana yang dijatuhkan kepada Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) hanya 8 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta.

Selain itu, upaya hukum banding itu diajukan juga karena Abdul Wahid lolos dari tuntutan Tim JPU KPK supaya dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar Rp. 26 miliar.

"Adapun alasan banding dari Tim Jaksa antara lain karena tidak dijatuhkannya putusan hakim terkait pembebanan kewajiban uang pengganti Rp. 26 miliar terhadap Terdakwa", jelas Ali Fikri.

Ali menegaskan, bahwa dalam Surat Tuntutan Tim JPU KPK telah diuraikan berbagai bentuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan terdakwa Abdul Wahid, salah-satunya mengubah penerimaan menjadi berbagai aset bernilai ekonomis.

"Padahal, Tim Jaksa dalam Surat Tuntutannya telah menguraikan berbagai penerimaan Terdakwa yang kemudian juga diubah bentuk menjadi berbagai aset bernilai ekonomis tinggi", tegas Ali Fikri.

Ali kembali menegaskan, bahwa sanksi pidana membayar uang pengganti dan merampas aset itu merupakan salah-satu bentuk pemberian efek jera terhadap pelaku korupsi, disamping hukuman badan dan denda.

"Sebagai efek jera terhadap para koruptor, KPK tidak hanya memenjarakan pelakunya, namun upaya asset recovery melalui tuntutan uang pengganti dan perampasan asetnya menjadi fokus KPK saat ini", tegasnya pula.

Ali menandaskan, KPK berharap Majelis Hakim ditingkat banding dapat mengabulkan upaya hukum banding yang diajukan Tim JPU KPK.

"KPK berharap Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding mempertimbangkan dan memutus sesuai dengan argumentasi hukum yang disampaikan Tim Jaksa sebagaimana Surat Tuntutan", tandas Ali Fikri, penuh harap.

Sementara itu, dilihat dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Banjarmasin dengan Nomor Perkara: 17/Pid.Sus-TPK/2022/PN Bjm, Abdul Wahid divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 8 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 6 bulan.

Berikut di antara bunyi amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Yusriansyah:
•Menyatakan Terdakwa Drs.H.ABDUL WAHID HK, MM., M.Si, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dan Tindak Pidana Pencucian Uang secara berbarengan sebagaimana Dakwaan Kesatu alternatif pertama dan Dakwaan Ketiga alternatif Pertama;
•Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan;
•Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
•Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.

Sebagaimana diketahui, KPK kembali menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara sebagai Tersangka perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) setelah sebelumnya menetapkannya sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021–2022.

KPK kembali menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Selasa 28 Desember 2021 setelah sebelumnya  menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara sebagai Tersanga perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 pada Kamis 18 November 2021.

Dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU, Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara didakwa atas dua dakwaan. Yaitu, Dakwaan Pertama: Pasal 12 A Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan Kedua: Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP serta Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Adapun penetapan Abdul Wahid selaku Bupati HSU sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 merupakan pengembangan penyidikan perkara yang sebelumnya telah menjerat Maliki selaku Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru.

Abdul Wahid selaku Bupati HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022 pada Kamis 18 November 2021. Sedangkan Maliki selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Pemkab HSU, Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pada Kamis 16 September 2021.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU Tahun 2021–2022, KPK menetapkan 4 (empat) Tersangka. Abdul Wahid selaku Bupati HSU dan Maliki selaku Plt. Kepala Dinas PUPRP Pemkab HSU ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Marhaini selaku Direktur CV. Hanamas dan Fachriadi selaku Direktur CV. Kalpataru ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap. *(HB)*


BERITA TERKAIT: