Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
"Tim penyidik, telah menyiapkan penjadwalan pemanggilan ulang di hari Jum'at 3 Mei 2024, bertempat di Gedung Merah Putih KPK", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (24/04/2024).
"KPK tetap tegas, jika ditemukan adanya pihak-pihak yang sengaja menghalangi maupun merintangi proses penyidikan perkara ini, maka dapat diterapkan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor", tegas Ali Fikri.
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadwal ulang pemanggilan dan pemeriksaan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor pada Jum'at 03 Mei 2024. Pemeriksaan, diagendakan akan dilangsungkan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.
"Tim penyidik, telah menyiapkan penjadwalan pemanggilan ulang di hari Jum'at 3 Mei 2024, bertempat di Gedung Merah Putih KPK", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (24/04/2024).
Ali menegaskan, bahwa KPK mengingatkan agar Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dan semua pihak terkait supaya kooperatif hadir memenuhi panggilan Tim Penyidik KPK untuk memberi penjelasan terkait penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
"KPK tetap tegas, jika ditemukan adanya pihak-pihak yang sengaja menghalangi maupun merintangi proses penyidikan perkara ini, maka dapat diterapkan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor", tegas Ali Fikri.
KPK awalnya menjadwal pemanggilan dan pemeriksaan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali pada Jum'at 19 April 2024, sebagai rangkaian penyidikan perkara dugaan TPK pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Hanya saja, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mangkir atau tidak menghadiri jadwal pemanggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK tersebut, dengan alasan sedang menjalani rawat inap di RSUD Sidoarjo.
KPK pada Selasa 16 April 2024 mengumumkan, bahwa Tim Penyidik KPK telah menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
"KPK belum dapat menyampaikan spesifik identitas lengkap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dan sangkaan pasalnya hingga nanti ketika kecukupan alat bukti selesai dipenuhi semua oleh Tim Penyidik. Namun, kami menginformasikan ini atas pertanyaan media, bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai sekarang", terang Ali Fikri saat dikonfirmasi di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (16/04/2024).
Dijelaskan Ali Fikri, bahwa penetapan status hukum Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai Tersangka perkara tersebut berdasarkan analisa dari keterangan para pihak yang diperiksa sebagai Saksi, termasuk keterangan para Tersangka dan juga alat bukti lainnya yang telah dimiliki Tim Penyidik KPK.
Tim Penyidik KPK kemudian juga menemukan adanya peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dan penerimaan uang hasil korupsi pemotongan insentif ASN di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Tim Penyidik KPK kemudian juga menemukan adanya peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo dan penerimaan uang hasil korupsi pemotongan insentif ASN di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
"Dengan temuan tersebut, dari gelar perkara yang dilakukan, kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggung-jawabkan di depan hukum karena diduga menikmati adanya aliran sejumlah uang", jelas Ali Fikri.
Perkara dugaan TPK pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan BPPD Kabupaten Sidoarjo berawal dari digelarnya kegiatan Tangkap Tangan (TT) pada Kamis 25 Januari 2024 dan Jum'at 26 Januari 2024.
Dalam kegiatan super-senyap tersebut, Tim Penyidik dan Penyelidik KPK mengamankan 11 orang, termasuk sanak keluarga Gus Muhdlor. Namun, setelah melakukan pemeriksaan secara intensif, Tim Penyidik KPK hanya menetapkan 1 (satu) Tersangka perkara dugaan, yakni Kepala Bagian Umum BPPD Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati (SW)
Dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK sebelumnya telah menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati sebagai Tersangka perkara dugaan TPK pemotongan insentif ASN di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo dengan total Rp. 2,7 miliar.
Perkara dugaan TPK pemotongan insentif ASN tersebut mencuat ke permukaan setelah dilakukannya kegiatan Tangkap Tangan oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur, pada Kamis 25 Januari 2024 dan Jum'at 26 Januari 2024 yang lalu.
Ada 11 (sebelas) orang yang diamankan dalam kegiatan Tangkap Tangan tersebut, hingga setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, Tim Penyidik KPK kemudian hanya menetapkan Siska Wati (SW) sebagai Tersangka perkara dugaan TPK pemotongan insentif ASN di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo total senilai Rp. 2,7 miliar.
Tim Penyidik KPK menduga, perkara tersebut bermula dari pengumpulan pajak BPPD Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp. 1,3 triliun pada kurun tahun 2023. Atas perolehan itu, para ASN yang bertugas memungut pajak di BPPD Sidoarjo berhak mendapat insentif. Hanya saja, Siska Wati diduga melakukan pemotongan secara sepihak atas perolehan insentif itu.
Tim Penyidik KPK pun menduga, permintaan potongan dana insentif ini disampaikan secara lisan oleh SW pada para ASN di beberapa kesempatan dan adanya larangan untuk tidak membahas potongan dimaksud melalui alat komunikasi di antaranya melalui percakapan WhatsApp.
Tim Penyidik KPK juga menduga, besaran potongan insentif tersebut adalah antara 10 sampai 30 persen, tergantung insentif yang diterima. Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang ditunjuk dari 3 (tiga) bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Dalam konferensi pers, KPK pun mengungkapkan, bahwa sempat mencari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor saat pihaknya melakukan Tangkap Tangan di Kabupaten Sidoarjo pada Kamis (25/01/2024) lalu. Namun, Tim Satgas Penindakan KPK tidak menemukannya. Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali kemudian segera dipanggil terkait penyidikan perkara tersebut.
"Pada hari H, kami sesungguhnya juga langsung secara simultan melakukan proses berupaya menemukan yang bersangkutan di hari-hari dari Kamis sampai Jum'at tersebut", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (29/01/2024).
Ghufron menjelaskan, 11 orang yang diamankan itu adalah Kasubag Umum Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Pemkab Sidoarjo Siska Wati dan suami Siska sekaligus Kepala Bagian Pembangunan Setda Kabupaten Sidoarjo Agung Sugiarto, anak Siska atas nama Nur Ramadan serta kakak ipar Bupati Sidoarjo atas nama Robith Fuadi.
Berikutnya, asisten pribadi Bupati Sidoarjo atas nama Aswin Reza Sumantri, Bendahara BPPD Sidoarjo Rizqi Nourma Tanya dan Pimpinan Cabang Bank Jatim Umi Laila, Bendahara BPPD Sidoarjo Heri Sumaeko, Fungsional BPPD Sidoarjo Rahma Fitri dan Kepala Bidang BPPD Sidoarjo Tholib.
Dijelaskan Nurul Ghufron pula, bahwa kegiatan Tangkap Tangan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut KPK atas laporan masyarakat tentang dugaan penyerahan sejumlah uang tunai kepada Siska Wati.
Ghufron pun menjelaskan, setelah dilakukan penyelidikan dan dilakukan gelar perkara, KPK kemudian untuk sementara memutuskan menetapkan hanya ada 1 (satu) Tersangka perkara tersebut, yakni Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW).
Dari Tangkap Tangan tersebut, Tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang tunai Rp. 69,9 juta dari nilai total korupsi Rp. 2,7 miliar untuk pemotongan yang dikumpulkan pada 2023.
"Kami kemudian kan memfilter, menyeleksi, apakah yang tahu yang memiliki informasi data tersebut adalah pelakunya? Kalau tidak pelakunya kami kemudian kembalikan atau kami bebaskan untuk kembali ke rumah masing-masing", jelas Nurul Ghufron.
Tim Penyidik KPK kemudian menetapkan Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) sebagai 'Tersangka Baru' perkara tersebut. Penetapan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono (AS) sebagai 'Tersangka Baru' perkara tersebut dan penahannya, diumumkan secara resmi kepada publik oleh KPK dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Jum'at 23 Februari 2024 petang.
Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dihadirkan dalam konferensi tersebut sudah memakai rompi khas Tahanan KPK warna orange dengan kedua tangan diborgol dan dikawal petugas KPK.
"KPK menetapkan dan mengumumkan 1 (satu) orang pihak yang dapat diminta pertanggung-jawaban secara hukum dengan status Tersangka sebagai berikut: AS, Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo", tegas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (23/02/2024) petang.
Untuk kebutuhan penyidikan, lanjut Ali Fikri, Tim Penyidik KPK menahan tersangka AS untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 23 Februari 2024 sampai dengan 13 Maret 2024 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. Tim Penyidik KPK kemudian memperpanjang masa penahanan kedua Tersangka untuk kepentingan proses penyidikan lebih lanjut.
Terhadap kedua Tersangka, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*
BERITA TERKAIT: