Kamis, 23 November 2017

Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka

Baca Juga

Jubir KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Kota JAKARTA - (harianbuana.com).
Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar, yang saat ini telah membuat Wiwiet Febryanto mantan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Mojokerto dan 3 (tiga) mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto harus mendekam dalam penjara, ternyata berbuntut penetapan 'tersangka' bagi Wali Kota Mojokerto dalam kasus tersebut. Dan, tidak tertutup kemungkinan bakal menyeret sejumlah pejabat Eksekutif dan Legislatif Kota Mojokerto lainnya.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan, KPK menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka kasus dugaan suap tersebut pada Jum'at 17 Nopember 2017. Yang mana, penetapan tersangka bagi Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, berdasarkan pengembangan penyidikan yang dilakukan terhadap 4 (empat) tersangka sebelumnya dalam kasus ini. Ke-empat tersangka tersebut, yakni mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, mentan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto, Wiwiet Febryanto.

Dari pengembangan penyidikan terhadap empat tersangka tersebut, tim KPK menemukan bukti baru, sehingga KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka ke-5 (lima) dalam kasus ini. "Tanggal 17 November 2017, KPK terbitkan Surat Perintah Penyidikan dan menetapkan MY, Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka. Ini pengembangan penyidikan kasus operasi tangkap tangan dan setelah proses persidangan terdakwa WF (Red: Wiwiet Febriyanto) dinyatakan ada dugaan turut serta dan bersama-sama", jelas Febri Diansyah, dalam jumpa pers di gedung KPK Kuningan - Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Ditegaskannya, berdasarkan pengembangan penyidikan terungkap, bahwa suap itu diduga kuat diberikan oleh Wiwiet bersama-sama Mas'ud Yunus. Atas dasar hal tersebut, penyidik menetapkan Mas'ud Yunus sebagai tersangka. "MY (Red: Mas'ud Yunus) Wali Kota Mojokerto dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan atau huruf b, atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana", tegasnya.

Sementara itu, dalam sidang ke-18 (delapan belas) kasus OTT dugaan suap pengalihan anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto 2017 yang digelar di Pengadilan Tipikor jalan Juanda Waru - Surabaya pada Jum'at 10 Nopember 2017 yang lalu, Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti telah menjatuhkan sanksi hukuman badan 2 (dua) tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan penjara terhadap Wiwiet Febryanto.

Majelis Hakim menilai, terdakwa Wiwiet Febryanto terbukti secara sah dan menyakinkan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana.

Atas putusan Majelis Hakim pada sidang ke-18 tersebut, Wiwiet Febryanto menyatakan 'pikir-pikir'. Setelah diberi kesempatan 1 minggu untuk menyatakan kepastian tanggapan atas putusan tersebut, pada sidang ke-20 yang digelar Jum'at 17 Nopember 2017, Wiwiet Febryanto menyatakan 'menolak' putusan tersebut dan melakukan upaya hukum Banding. "Putusannya sama persis dengan tuntutan JPU. Bisa dibilang, Majelis Hakim Copas (copy paste) tuntutan JPU", ujar Suryono Pane, Penasehat Hukum Wiwie Febryanto, Jum'at (17/11/2017) siang.

Dijelaskannya, bahwa uang yang diberikan terdakwa Wiwiet Febriyanto kepada Pimpinan dan Anggota Dewan merupakan uang fee Jasmas. "Terdakwa Wiwiet Febryanto secara tegas menyatakan di persidangan, bahwa tidak ada perintah Wali Kota untuk memberikan uang fee Jasmas maupun triwulan. Dan, terdakwa juga tidak melaporkan pemberian itu ke Wali Kota. Tidak-ada untuk untuk kepentingan proyek PENS atau berkaitan dengan KUA, PPAS, gedok APBD dan lain-lain", jelas Suryono Pane, PH Terdakwa Wiwiet Febryanto, Jum'at (17/11/2017) siang, usai menyatakan penolakannya atas putusan Majelis Hakim dalam sidang ke-20 kasus tersebut.

Sementara itu, pada sidang ke-21 kasus OTT dugaan suap pengalihan anggaran proyek PENS tahun 2017 yang digelar di Pengadilan Tipikor jalan Juanda, Waru - Surabaya pada Selasa 21 Nopember 2017 ini, JPU KPK menilai, bahwa tiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yakni terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf a jo, Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Terkait itu, ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut dituntut JPU KPK hukuman badan 5 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta untuk masing-masing terdakwa. Hanya saja, meski ketiga terdakwa dituntut dengan hukuman badan dan denda sama, namun subsider kurungan berbeda. Yang mana, untuk terdakwa Purnomo dan terdakwa Umar Faruq dituntut menjalani hukuman 5 tahun penjara dan kurungan 6 bulan jika masing-masing tidak membayar denda atau uang pengganti sebesar Rp. 200 juta. Sedangkan terdakwa Abdullah Fanani harus menjalani hukuman 5 tahun penjara dan 3 bulan kurungan jika tidak membayar denda Rp. 200 juta. *(Ys/DI/Red)*