Jumat, 24 November 2017

Ditetapkan Tersangka, Wali Kota Mojokerto Tepis Terlibat Suap Dewan

Baca Juga

Wali Kota Mojokerto Drs. H. Mas'ud Yunus saat memberikan sambutan dalam kegiatan Jalan Sehat dalam rangka memperingati HUT Korpri ke-46, Jum'at (24/11/2017) pagi, didepan perkantoran Pemkot Mojokerto, jalan Gajah Mada Kota Mojokerto.

Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Pasca penetapan status tersangka dalam kasus 'suap' yang melibatkan kebersamaan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus menyatakan kesiapannya dalam menghadapi proses hukum. Hanya saja, birokrat yang juga seorang ulama ini menepis jika dirinya disebut ikut bersama-sama dalam kasus  suap yang menyeret mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto dan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng - Surabaya.

Birokrat yang juga seorang ulama ini berkeyakinan, bahwa sekalipun ia tidak pernah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto agar mereka berbuat atau tidak-berbuat untuk melakukan sesuatu yang ada kaitannya jabatan mereka. “Ya nyatanya memang begitu lah (tidak terlibat). Saya tidak-pernah memberikan perintah, tidak-pernah memberikan janji kepada Dewan. Itu fakta persidangan, tapi nampaknya keterangan saya itu terabaikan di dalam fakta persidangan", terang Wali Kota Mojokerto Kyai Mas’ud Yunus kepada wartawan, usai melepas ribuan peserta jalan sehat HUT Korpri ke-46, didepan perkantoran Pemkot Mojokerto, jalan Gajah Mada, Jum’at (24/11/2017) pagi.

Dijelaskannya, bahwa saat dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam persidangan dengan terdakwa Wiwiet Febriyanto, diakuinya memang pada Senin 5 Juni 2017 itu terjadi pertemuan antara dirinya dengan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto diruang kerjanya. Ketiganya yakni Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto. Kedatangan tiga Pimpinan Dewan tersebut menagih fee proyek Jasmas.

Karena tak mengerti formulanya, Wali Kota Mas'ud Yunus lantas menyatakan akan memerintahkan Wiwiet Febriyanto untuk menemui mereka. Selanjutnya, dihari yang sama, Mas'ud Yunus  memanggil Wiwiet Febriyanto agar segera menemui mereka untuk membicarakan terkait proyek Jasmas. Rupanya, saat memenuhi panggilan Wali Kota Mas'ud Yunus ini, secara diam-diam Wiwiet Febriyanto merekam pembicaraan dengan menggunakan Ponsel miliknya yang sudah disita KPK dan menjadi alat dipersidangan. “Ya sudah lah, itu proses hukum yang kami lakukan. Sebab, keyakinan Hakim itu lebih tertuju pada rekaman saudara Wiwiet yang bicara dengan saya, yang merekam tanpa sepengetahuan saya", jelas Kyai Mas'ud Yunus.

Kyai Mas'ud Yunus mengaku, jika status tersangka yang diberikan KPK kepadanya diketahui pada Rabu 22 Nopember 2017. Hanya saja, meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, hingga saat ini Kyai Mas’ud Yunus belum menjalani pemeriksaan. Terkait itu, untuk menghadapi persoalan hukum yang dihadapinya, Kyai Mas'ud Yunus pun mengaku jika sudah menunjuk Penasehat Hukum. “Saya pada hari Rabu siang telah menerima surat pemberitahuan untuk status saya sebagai tersangka. Saya akan menunggu proses lebih lanjut dari KPK. Saya sudah menunjuk pengacara, oleh karena itu, kemarin saya tidak masuk (Red: abses kerja), karena harus bertemu dengan pengacara dari Surabaya", aku Kyai Mas'ud Yunus.

Terkait upaya hukum dalam menyikapi status tersangka yang disandangkan KPK kepadanya, Wali Kota Mojokerto Kyai Mas'ud Yunus menyerahkan semuanya kepada Penasehat Hukum yang telah ditunjuknya. "Saya pasrahkan ke kuasa hukum apapun tindakan selanjutnya. Sampai hari ini, belum ada pemeriksaan terhadap saya. Saya akan menunggu dan tidak akan melarikan diri atau nabrak leneng (Red: tiang listrik)", pungkas Kyai Mas'ud Yunus, sambil tertawa.

Atas status tersangka yang disandangkan KPK yang bisa jadi bakal mengganjal rencana pencalonannya dalam Pilkada 2018 mendatang, Kyai Mas'ud Yunus menyatakan jika dirinya taat hukum dan seluruh keputusan ada ditangan partai. "Negara ini negara hukum. Saya akan taat dengan hukum, maka saya akan menerima proses hukum yang berlaku. Terkait Pilwali, karena saya diusung dari partai, maka semua keputusan ada ditangan partai. Jika partai masih percaya dengan saya untuk terus bertarung, saya siap. Jika tidak, ya saya terima saja", pungkas Wali Kota Mojokerto, Kyai Mas'ud Yunus.

Jubir KPK Febri Diansyah saat melakukan konferensi pers, Kamis (23/11/2017), di gedung KPK jalan Kuningan, Jakarta.

Sementara itu, dalam siaran pers di gedung KPK, Kamis (23/11/2017), juru bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, bahwa KPK menetapkan Wali Kota Mojokerto sebagai tersangka suap Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. "Dalam pengembangan penanganan perkara dugaan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (P-APBD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan MY (Walikota Mojokerto periode 2013 – 2018) sebagai tersangka", terang Febri Diansyah, Kamis (23/11/2017).
 
Disebutkannya, bahwa Wali Kota Mojokerto diduga bersama-sama dengan Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pimpinan DPRD Kota Mojokerto. "Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan pembahasan perubahan APBD pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2017", sebutnya.

Febri Diansyah menegaskan, atas perbuatannya, tersangka Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto diduga sebagai pemberi suap. "Tersangka MY selaku Wali Kota Mojokerto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang Undang Republik Indonesa (UU-RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana", tegas Jubir KPK, Febri Dianayah.
 
Lebih jauh, Jubir KPK Febri Diansyah memaparkan, bahwa MY merupakan tersangka kelima dalam kasus ini. " Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan pada pertengahan Juni 2017, KPK mengamankan 6 orang di beberapa tempat di Kota Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Empat orang diantaranya, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah PNO (Ketua DPRD Kota Mojokerto), UF (Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto), ABF (Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto) dan WF (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Mojokerto). Saat itu KPK juga mengamankan sejumlah uang tunai dalam pecahan rupiah sebesar Rp. 470 juta", papar Jubir KPK Febri Diansyah.
 
Dijelaskannya, bahwa ke-empat pejabat tersebut saat ini tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor jalan Juanda, Surabaya. "Keempatnya saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya. WF (Red: Wiwiet Febryanto) telah dijatuhi vonis sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK dengan pidana 2 tahun pidana penjara, denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Saat ini baik WF maupun KPK mengajukan banding. Sedangkan, 3 tersangka lainnya yang diduga sebagai penerima sedang menjalani proses tuntutan di persidangan", jelasnya.
 *(Ys/DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka