Baca Juga
Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo melantik pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Mojokerto terpilih Ika Puspitasari dan Ahmad Rizal Zakaria sebagai Wali Kota Mojokerto dan Wakil Wali Kota Mojokerto periode 2018–2023 pada hari ini, Senin (10/12/2018) pagi, di ruang Wilwatikta gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Dalam sambutan sekaligus arahannya, Gubernur Jatim Soekarwo yang akrab dengan sapaan Pakde Karwo ini berpesan, agar Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dan Wakil Wali Kota Mojokerto Ahmad Rizal Zakaria agar menerapkan konsep 'Leadership Kolaboratif'.
Pesan orang nomor satu dijajaran Pemprov Jawa Timur tersebut disampaikannya usai mengambil sumpah jabatan dan melantik pasangan Wali Kota – Wakil Wali Kota Mojokerto hasil Pilwali Mojokerto 2018 Mojokerto dalam Pilkada serentak 2018 tersebut, di ruang Wilwatikta, gedung Negara Grahadi, Surabaya pada Senin (10/12/2018) pagi.
“Sistem pemerintahan sekarang ini namanya kolaburasi. Jangan ada pikiran pro dan kontra setelah pilkada. Ini grup yang dukung saya, boleh menghadap seminggu tujuh kali, ini grup abu-abu, boleh menghadap tiga kali seminggu. Yang kontra cukup sekali seminggu. Semua selesai di pelantikan. Kalau ada yang masih pro kontra itu namanya tidak setuju dengan takdir. Menang tidak diambil semuanya. Menang diberikan semuanya kepada yang lain. Itu yang harus dilakukan. Namanya leadership kolaboratif", pesan Gubernur Jatim Soekarwo, di lokasi.
Pakde Karwo juga menyarankan agar kepala daerah melakukan jemput bola. “Saya sarankan, datangi unsur Forkompimda, pimpinan Dewan. Karena sebaik-baik umaroh itu mendatangi. Lebih baik mengorbankan waktu dan kemudian mendatangi,” cetusnya.
Gubernur Jatim pun sempat menyinggung penyakit kekuasaan. Bahkan, setengah berkelakar Pakde Karwo sempat menyebut penyakit penguasa yang sombong itu seperti Pil KB. “Kalau lupa..., jadi. Rangkul semua pihak. Ini bagian dari kinerja yang baik", singgung Pakde Karwo.
Diingatkannya pula, Pemerintahan Daerah (Pemda) bukan hanya urusan struktural formal. Karena kekuatan masyarakat ada di tokoh agama dan tokoh masyarakat. “Jangan berperilaku sombong. Dulu waktu nyalonke (Red: mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah) ora noleh (tidak menoleh) ditepuk-tepuk, tapi setelah jadi tidak mau menoleh", ujarnya.
Ditandaskannya, bahwa ada 4 (empat) urusan wajib yang harus dijalakan Kepala Daerah. Yakni urusan pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban serta permasalahan sosial.
"Di Jawa Timur ada istilah kesalehan sosial. Ini tidak ada parameternya. Tapi bisa dirasakan. Bar dadi (setelah jadi) walikota nyopoan (suka menyapa). Ini bisa dirasakan bahwa ternyata (sikap itu) tidak berubah mulai kampanye", tandasnya.
Di ranah pemerintahan daerah, Pakde Karwo menegaskan, setelah pelantikan walikota dan wakil walikota harus sudah memikirkan visi dan misi. Undang-undang itu, ujar Pakde Karwo, mengatur kewenangan secara hirarkis.
"Ikuti visi misi nasional dan propinsi, agar visi misinya urut. Itu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Gubernur punya kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap kepala daerah. Ini struktural", tegasnya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, lanjut Gubernur Jatim, yang lahir pasca reformasi menentukan bahwa kabupaten kota bukan hirarki terhadap provinsi.
“Ini konsep negara bagian yang salah. Bahwa kabupaten kota bukan hirarki terhadap provinsi. Sekarang, persoalan ini sudah selesai dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014", tandasnya. *(DI/HB)*