Selasa, 26 September 2017

Antisipasi Tingginya Permintaan Nikah Siri, DP3A-KB Pemkot Mojokerto Sosialisasi UU-RI No.1 Tahun 1974

Baca Juga


Kepala DP3A-KB Pemkot Mojokerto Moch. Ali Imron saat Sosialisasi Bahayanya Nikah Siri di kelompok Bina KB jalan Panggreman XIV No. 7, Perumnas Wates, Kecamatan Magersari, Selasa (26/09/2017).

Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Tingginya minat masyarakat terhadap 'nikah siri' yang beredar di dunia maya segera disikapi pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3A-KB) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto. Institusi pemerintah ini, mengendus keterlibatan sejumlah warganya dalam praktik perkawinan siri yang pada lazimnya juga disebut nikah bawah tangan ini. Sementara, perkawinan siri ini sendiri tidak diakui Pemerintah, sebab dilakukan tanpa mencatatkannya di KUA (Kantor Urusan Agama)

Selain itu, perkawinan siri juga cenderung memicu timbulnya potensi eksploitasi seksual dan kesewenang-wenangan serta ketidak-adilan terhadap wanita. Pun, merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal itu, disampaikan  secara panjang-lebar oleh BNN pihak DP3A-KB Pemkot Mojokerto dalam acara sosialisasi kepada ratusan Petugas Pencatat Nikah atau Modin di Kota Mojokerto, Selasa (26/09/2017).

Lebih dari itu, pihak DP3A-KB juga menindak-lanjutinya dengan memberikan wawasan yang sama kepada kelompok Bina Keluarga Balita Remaja dan Lansia (BKB-RL) disetiap Lingkungan yang ada. "Jadi kita menyampaikan adanya pelanggaran UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Perkawinan siri, adalah pernikahan yang dilakukan secara diam-diam. Perkawinan model ini tidak diakui Pemerintah, sebab dilakukan tanpa mencatatkannya di KUA (Kantor Urusan Agama)", papar Kepala DP3A-KB Pemkot Mojokerto Moch. Ali Imron, ditemui usai acara Sosialisasi Bahayanya Nikah Siri di kelompok Bina KB jalan Panggreman XIV No. 7, Perumnas Wates, Kecamatan Magersari, Selasa (26/09/2017).

Lebih jauh, Kepala DP3A-KB Pemkot Mojokerto Moch. Ali Imron menjelaskan, bahwa dalam praktik kawin siri, wanita kerap menjadi korban ketidak-adilan. Bahkan, cenderung dianggap sebagai obyek eksploitasi seksual. "Istri, seakan hanya jadi eksploitasi seksua saja. Mereka bisa saja sewaktu-waktu ditinggal suami, sementara hak waris atau harta gono-gini dalam perkawinan tidak bisa diminta. Dalam hal ini, perempuan bisa menjadi korban", jelasnya.

Disinggung soal data nikah siri di Kota Mojokerto, Imron menyatakan, bahwa kasus nikah siri tidak bisa didekteksi. Meski demikian, ia menduga bahwa kasus ini marak terjadi di kalangan masyarakat. "Mereka cenderung tertutup. Dugaan kami, banyak. Dan praktik poligami juga pasti ada di kasus nikah siri", pungkas Kepala DP3A-KB Pemkot Mojokerto, Moch. Ali Imron. *(Yd/DI/Red)*