Selasa, 12 September 2017

Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto

Baca Juga



Sekdakot Mijokerto Mas Agoes Nierbito MW (paling kanan), Kepala BPPKA Kota Mojokerto Agung Mulyono (tengah) dan Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Mokhamad Effendy (kiri) saat memberi kesaksian diruang sidang Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (12/09/2017).

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Tiga pejabat elit Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto hadir sebagai saksi diruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (12/09/2017). Kehadiran ketiga pejabat elit Pemkot Mojokerto ini, untuk memberikan kesaksian atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didakwakan kepada terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah anggaaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada DPUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017, senilai Rp.13 miliar.

Dalam kesaksiannya dipersidangan, ketiga pejabat elit Pemkot Mojokerto itu, yakni Sekdakot Mas Agoes Nirbito, Kepala BPPKA Agung Mulyono dan Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Mokhamad Effendy secara 'kompak' bersaksi, bahwa Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus 'tidak-terlibat' dalam kasus yang menjerat mantan Kadis PUPR Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto dan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto yang saat ini masih menjadi tahanan KPK di Jakarta.

Kekompakan ketiga pejabat elit Pemkot Mojokerto itu tampak ketika JPU KPK Iskandar Marwanto dan Subari Kurniawan mempertanyakan tentang 'fee'
yang diminta Dewan terkait pembahasan APBD, PABD maupun proyek Jasmas. “Tidak ada arahan Wali Kota terkait fee yang diminta Dewan”, jawab Kepala BPPKA Kota Mojokerto Agung Mulyono kerika menjawab pertanyaan JPU Iskandar Marwanto, Selasa (12/09/2017).

Kesaksian serupa pun disampaikan oleh  Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono maupun Mokhamad Effendy. Dimana, kesaksian ketiga pejabat elit Pemkot Mojokerto tersebut, tentunya bertolak-belakang dengan dakwaan JPU KPK terkait peran Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus. Hanya saja, ketiga pejabat elit Pemkot Mojokerto tersebut tak menolak ketika disebutkan jika Pimpinan Dewan meminta 'uang gedok' APBD maupun 'fee' proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat), meskipun toh tidak mereka tanggapi. "Pernintaan itu tidak saya tanggapi dan tegas saya tolak", tandas Sekdakot Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono.

Dari penolakan pemberian 'uang gedok APBD' maupun 'uang fee proyek Jasmas' yang dilontarkan Sekdakot Mojokerto tersebut, sehingga tidak muncul adanya pemberiaan 'uang gedok APBD' maupun 'uang fee proyek Jasmas' bagi Anggota. DPRD Kota Mojokerto.

Selain persoalan dana talangan untuk menutupi kekurangan pembayaran pekerjaan DAK fisik senilai Rp. 13,35 miliar serta pengalihan dana-hibah anggaran proyek pembangunan kampus PENS, JPU KPK juga meminta agar ketiga pejabat elit Pemkot Mojokerto itu memberikan kesaksian terkait proyek Jasmas, yang terindikasi dimainkan.

Dalam kesaksiannya, Agung Mulyono menerangkan, bahwa dalam nomenklatur APBD tidak ada yang namanya proyek Jasmas, melainkan program Penataan Lingkungan. Terkait alokasi anggaran proyek Penataan Lingkungan atau yang sering disebut dengan sebutan proyek jasmas itu sendiri nilainya tidak-sama di setiap tahunnya. Konon.., tergantung anggaran yang masih ada setelah dipasang untuk proyek hasil musrenbang. “Untuk penganggaran, tidak terinci. Jadi, glondongan saja. Rinciannya ada di lembar kerja Dinas PUPR", terang Kepala BPPKA Kota Mojokerto, Agung Mulyono.

Sementara Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Mokhamad Effendy mengungkapkan, jika dirinya tidak tahu-menahu soal sebaran anggaran proyek Jasmas ini. “Sesuai Tupoksi Sekretariat Dewan, tidak ada tugas untuk pencatatan proyek Jasmas. Dan lagi, yang membagi-bagi (proyek) itu pimpinan Dewan. Kumpulan catatannya ada di ajudan pimpinan Dewan, Haris dan Puguh", ungkap Effendy.

Seperti diketahui, terungkapnya kasus 'suap' pengalihan dana-hibah (DAK/ Dana Alokasi Khusu) anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar menjadi proyek Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 Rp. 13 miliar ini, setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto dan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada Jumat (16/06/2017) tengah malam - Sabtu (17/06/2017) dini hari. Ketiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu masing-masing Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo (PDI-P), Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq (PAN) dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani (PKB).

Bersama dengan ditangkapnya ke-4 pejabat tersebut, Tim Satgas OTT KPK juga berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp. 470 juta yang diduga digunakan oleh Wiwiet Febrianto untuk menyuap ke-3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu. Diduga pula, dari uang Rp. 470 juta itu, Rp. 300 juta diantaranya merupakan pembayaran 'komitmen fee atau suap' yang disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta, sedangkan untuk 'komitmen fee atau suap' sebesar Rp. 150 juta telah dibayarkan sepekan sebelumnya, yakni Sabtu (10/06/2017). Sementara selebihnya, yakni Rp. 170 juta, diduga digunakan untuk memenuhi jatah rutin triwulanan dewan. *(DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Teramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng