Rabu, 13 April 2022

KPK Panggil 7 Saksi Terkait Perkara TPPU Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Rabu 13 April 2022, memanggil 7 (tujuh) Saksi atas penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah (Pemkot) Bekasi yang menjerat Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi.

"Hari ini (Rabu 13 April 2022), pemeriksaan Saksi TPPU di Pemerintah Kota Bekasi untuk tersangka RE", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta Selatan, Rabu (13/04/2022).

Adapun 7 Saksi tersebut, yakni ASN (Fungsional Analis Kepegawaian Pemerintah Kota Bekasi) Haeroni, Widodo Indrijantoro (pensiunan PNS) selaku Ketua Panitia Pembangunan Masjid Ar-Ryasaka, Muthmainah Guru SMK Gema Karya Bahana selaku Bendahara Panitia Pembangunan Masjid Ar-Ryasaka

Lalu, Lurah Jatirangga Kecamatan Jatisampurna Kota Bekasi Ahmad Apandi, Nugroho selaku staf di rumah Rahmat Effendi, Akbar dari pihak swasta dan Bagus Kuncoro Jati alias Dimas selaku ajudan Wali Kota Bekasi.

Sebagaimana diketahui, KPK pada Senin 04 April 2022 menetapkan lagi Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka. Kali ini, KPK menetapkan Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.

Tim Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).

Ali menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil TPK 

"Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri.

Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait.

"Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Sebelumnya, dari serangkaian kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 05 Januari 2022, Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Dalam OTT tersebut, KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara.

Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, KPK pada Kamis 06 Januari 2022 menetapkan 9 (sembilan) diantara 12 orang itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dalam OTT itu.

Dari 9 Tersangka itu, 4 (empat) di antaranya yakni yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Terhadap empat Tersangka pemberi suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun 5 (lima) lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.

Terhadap 5 Tersangka penerima suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sembilan Tersangka tersebut kemudian ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1.

Tersangka AA, LBM, SY, dan MS ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Sedangkan tersangka Rahmat Effendi (RE) dan WY ditahan di Rutan Gedung Merah Putih. Adapun tersangka MB, MY dan JL ditahan di Rutan KPK Kavling C1.


Sementara itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar.

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8 miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar.

KPK menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.

Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.

KPK menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar.

KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.

Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemk ot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan.

Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)*