Baca Juga
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi memakai rompi khas Tahanan KPK saat diarahkan petugas untuk keluar dari dalam gedung Merah Putih KPK menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan KPK di Kavling C1, Kamis (06/01/2022).
"Saksi dikonfirmasi terkait dengan dugaan adanya perintah penarikan sejumlah uang oleh tersangka RE (Rahmat Effendi) dari para Camat maupun ASN Pemkot Bekasi untuk membangun Glamping. Diduga, kepemilikan Glamping tersebut atas nama pribadi tersangka RE", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Rabu (06/04/2022).
Adapun 6 Camat tersebut, yakni Camat Bekasi Timur Widi Tiawarman, Camat Bekasi Utara Zalaludin, Camat Pondok Gede Nesan Sujana, Camat Bantar Gebang, Asep Gunawan Camat Mustikajaya Gutus Hermawan dan Camat Jatiasih Mariana
"Tim Penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana lain yang dilakukan tersangka RE (Rahmat Effendi), sehingga dilakukan penyidikan baru dengan sangkaan TPPU", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (04/04/2022).
Ali
menjelaskan, Rahmad Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga melakukan
TPPU atas uang yang diduga berasal dari hasil melakukan tindak pidana
korupsi (TPK) di antarannya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau
menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga
dari hasil TPK "Dari serangkaian perbuatan tersangka RE (Rahmat Effendi) tersebut di antaranya dengan membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi", jelas Ali Fikri. Ditegaskannya, bahwa Tim Penyidik KPK segera melakukan pengumpulan informasi dan melengkapi alat bukti, termasuk di antaranya mengonfirmasi sejumlah informasi dan alat bukti dengan memanggil Saksi-saksi terkait. "Tim Penyidik segera mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, di antaranya dengan menjadwalkan pemanggilan saksi-saksi", tegas Ali Fikri. Dalam perkara dugaan TPPU, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Sebelumnya, dari serangkaian kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 05 Januari 2022, Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK mengamankan 12 (dua belas) orang. Dalam OTT tersebut, KPK juga berhasil mengamankan uang senilai Rp. 5,7 miliar diduga merupakan barang bukti terkait pokok perkara. Setelah dilakukan serangkaian proses pemeriksaan lanjutan, KPK pada Kamis 06 Januari 2022 menetapkan 9 (sembilan) diantara 12 orang itu sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa serta jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Dalam OTT itu. Dari 9 Tersangka itu, 4 (empat) di antaranya yakni yakni Ali Amril (AA) selaku Direktur PT. ME (MAM Energindo), Lai Bui Min alias Anen (LBM) selaku pihak swasta, Suryadi (SY) selaku Direktur PT. KBR (PT. Kota Bintang Rayatri) dan PT. HS (PT. Hanaveri Sentosa) serta Makhfud Saifudin (MS) selaku Camat Rawalumbu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap. Terhadap
empat Tersangka pemberi suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat
(1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya
disebut UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Adapun 5 (lima) lainnya, yakni Rahmat Effendi (RE) selaku Wali Kota Bekasi, M. Bunyamin (MB) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Bekasi, Mulyadi alias Bayong (MY) selaku Lurah Jatisari, Wahyudin (WY) selaku Camat Jatisampurna dan Jumhana Lutfi (JL) selaku Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemkot Bekasi, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Terhadap 5 Tersangka penerima suap tersebut, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sembilan
Tersangka tersebut kemudian ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya
Guntur, Rutan Gedung Merah Putih KPK dan Rutan KPK Kavling C1. Sementara
itu, konstruksi perkara yang disampaikan dalam konferensi pers, KPK
menjelaskan, bermula dari Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kota Bekasi
Tahun Anggaran 2021 untuk belanja modal ganti rugi lahan tanah dengan
total nilai anggaran sebesar Rp. 286,5 miliar. Ganti
rugi itu adalah pembebasan lahan tanah untuk sekolah di wilayah
Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat senilai Rp. 21,8
miliar, pembebasan lahan tanah Polder 202 senilai Rp. 25,8 miliar dan
pembebasan lahan tanah Polder Air Kranji senilai Rp. 21,8 miliar. Selain
itu, terdapat ganti rugi lain berupa tindakan melanjutkan proyek
pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp. 15 miliar. KPK
menduga, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menetapkan
lokasi pada lahan tanah milik swasta dan melakukan intervensi
dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan tanahnya akan
digunakan untuk proyek tersebut serta meminta mereka tidak memutus
kontrak pekerjaan. Sebagai bentuk komitmen,
Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga meminta sejumlah uang
kepada pihak yang lahan tanahnya diganti rugi oleh Pemerintah Kota
Bekasi dengan istilah untuk 'sumbangan masjid'. Uang-uang itu diserahkan
melalui perantara orang-orang kepercayaan yaitu Jumhana Lutfi dan
Wahyudin. Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun
diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi
melalui pemotongan tunjangan jabatan. Uang-uang dari hasil pemotongan
tunjangan jabatan tersebut diduga digunakan untuk operasional Rahmat
Effendi yang dikelola oleh Mulyadi. KPK
menduga Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi diduga menerima uang
lebih dari Rp. 7,1 miliar, masing-masing Rp. 4 miliar, Rp. 3 miliar dan
Rp. 100 juta dari pihak swasta terkait belanja modal ganti rugi tanah
dengan nilai total anggaran mencapai Rp. 286,5 miliar. KPK pun mengindikasikan adanya tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi, dimana Rahmat Effendi diduga menerima Rp. 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin. Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai di lingkungan Pemkot Bekasi dari pemotongan tunjangan jabatan. Selain itu, KPK mensinyalir adanya praktik tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Grand Kota Bintang Bekasi. *(HB)* BERITA TERKAIT: |