Kamis, 09 Juli 2020

KPK Usut Aset Nurhadi Di Kawasan SCBD 8

Baca Juga

Plt. Jubir KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keberadaan aset milik mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang berada di kawasan Sudirman Center Business District 8 (SCBD) Jakarta. Pendalaman tersebut dilakukan penyidik KPK usai memeriksa Marketing Office District 8 Wira Setiawan, Kamis 09 Juli 2020.

"Penyidik mengonfirmasi saksi Wira Setiawan mengenai dugaan kepemilikan aset milik tersangka NHD (mantan Sekreraris MA Nurhadi) dan Tin Zuraida serta kantor milik tersangka RHE (Rezky Herbiono, menantu Nurhadi) yang berlokasi di kawasan Sudirman Center Business District 8 (SCBD)", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (09/07/2020).

Selain itu, penyidik KPK juga mendalami asal usul sumber uang milik tersangka Hiendra Soenjoto (HSO) usai memeriksa Direktur PT. Multitrans Logistic Indonesia Henry Soetanto.

"Henry Soetanto diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka HSO (Hiendra Soenjoto). Penyidik mengonfirmasi terkait dugaan asal-usul sumber uang milik tersangka HSO yang sebagian besar berasal dari PT. Multirans Logistic Indonesia (anak perusahaan PT Multicon Indrajaya Terminal)", jelas Ali.

Ali Fikri pun mengungkapkan, KPK juga tengah mendalami terkait kepemilikan PT. HEI melalui M. Hamzah Nurfalah, karyawan swasta.

"M. Hamzah Nurfalah diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka RHE. Penyidik mendalami pengetahuan Saksi terkait dengan kepemilikan PT. HEI oleh tersangka RHE yang didugakan untuk menerima uang-uang dari berbagai pihak", ungkapnya.

Dalam perkara ini, pada 16 Desember 2019, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka. Ketiganya yakni Nurhadi Abdur Rachman, Rezky Herbiyono menantu Nurhadi dan Hiendra Soenjoto.

KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.

Nurhadi Abdur Rachman dan Rezky Herbiyono ditetapkan KPK sebagai Terangka penerima suap dan gratifikasi, sedangkan Hiendra oenjoto ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi.

Ketiganya kemudian melarikan diri dan yang kemudian dimasukkan KPK dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.

Masa buronan Nurhadi dan menantunya Rezky berakhir setelah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan pada Senin (01/06/2020) malam. Sementara, Hiendra Soenjoto hingga saat ini masih menjadi buronan KPK.

KPK menduga, ada 3 (tiga) perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Yakni perkara perdata PT. MIT merlawan PT. Kawasan Berikat Nusantara (PT. KBN), sengketa saham di PT. MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT. MIT melawan PT. KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima 9 (sembilan) lembar cek atas nama PT. MIT dari Direktur PT. MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

KPK menyangka, kedua Tersangka diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT.MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp. 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT. MIT kurang lebih sebesar Rp. 33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp. 12, 9 miliar. Sehingga, akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp. 46 miliar.

Terhadap Nurhadi dan Rezky, KPK menyangka, kedua Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap Hiendra, KPK menyangka, tersangka Hiendra diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam penyidikan perkara tersebut, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan perkara yang menjerat Nurhadi tersebut ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). *(Ys/HB)*