Baca Juga
Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Puluhan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Raden Wijaya Kota Mojokerto, menolak hasil pemilihan Ketua STIT dengan melakukan aksi demo yang digelar pada Senin (28/12/2015), di halaman kampus yang berada dijalan Pekayon 1, Kranggan, Kota Mojokerto.
Aksi puluhan mahasiswa itu, diwarnai dengan pembakaran ban-bekas dan penyegelan kantor dan dosen. Bahkan, dua kaca jendela ruang kepala STIT tak luput dari sasaran pelampiasan kekesalan pendemo hingga pecah berantakan. Aksi tersebut digelar, lantaran mahasiswa melihat adanya ketidak harmonisan antara Yayasan dan lembaga Perguruan Tinggi dalam pemilihan Kepala, juga statuta yang digunakan sebagai regulasi cacat hukum.
Hal ini, ditengarai dari Senat Perguruan Pinggi yang tidak pernah melakukan rapat pleno perubahan statuta, sehingga produk hukum yang dihasilkan jadi tidak sah. "Akibat ketidakjelasan statuta terjadi ketidak-sesuaian antara peraturan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan ketua Kayasan STIT Raden Wijaya. Seperti pengangkatan dan pemberhentian pembantu ketua juga tenaga pendidik. Kami ingin audiensi terbuka", lontar salah satu mahasiswa.
Selain itu, pendemo juga menuntut agar ketua yayasan menemui dan menjelaskan soal statuta. "Di kampus ini tidak sesuai dengan statuta, jika ngomong pemilihan Ketua STIT atau Ketua Perguruan Tinggi, harus melalui proses statuta. Tapi, proses ini tidak berjalan, sehingga mahasiswa menolak atas hasil pemilihan Ketua STIT. Ini karena ada kepentingan di luar kampus, sehingga pemilihan dibentuk sendiri untuk memenuhi pemilihan Ketua STIT", ungkap Baihaki, koordinasi aksi.
Menanggapi aksi ini, Ketua Yayasan Raden Wijaya, Yasid Khohar membenarkan jika pemilihan ketua tidak sepengatahuan Yayasan, namun hal tersebut bukan berarti Yayasan ditilap. Karena aturannya tidak mengharuskan Yayasan ada dalam statuta. "Yang terjadi adalah kesalahan pahaman karena penggunaan statuta yang berbeda atau karena miss komunikasi saja", kata Yazid Kohar.
Menurut mantan anggota DPRD Kabupaten Mojokerto ini, aksi para mahasiswa bisa dipahami sebagai bagian dari dinamika civitas akademika sebuah perguruan tinggi. "Yang harus dikedepankan logika, mental dan penyampaian aspirasi yang tak lepas dari aturan yang ada. Jika nanti kita temukan, bahwa pemilihan Ketua menyalahi prosedur atau tidak memenuhi persyaratan, pemilihan sebelumnya ya harus dibatalkan. Dan, saya pikir itu biasa saja. Itu dinamika. Setiap orang bisa berbuat salah, keliru dan khilaf", tukasnya. *(DI/Red)*