Jumat, 21 September 2018

Sidang Ke-2 Terdakwa Bupati Non-aktif Mojokerto, PH Minta Terdakwa Dikeluarkan Dari Tahanan

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-2 terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, saat Tim Penasehat Hukum Terdakwa membacakan Eksepsi atau Nota Keberatan atas Sangkaan Tim Penyidik KPK dan Dakwaan Tim JPU KPK terhadap terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa, Jum'at (21/09/2018), di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-2 (dua) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 dengan terdakwa Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto, digelar hari ini, Jum'at 21 September 2018, di ruang Cakra kantor Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo - Jawa Timur.

Persidangan yang beragendakan Pembacaan Eksepsi atau Nota Keberatan Terdakwa ini, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang beranggotakan Joko Hermawan, Eva Yustisiana, Ni Nengah Gina Saraswati, Mufti Nur Irawan dan Nur Haris Arhadi menghadirkan Terdakwa dengan didampingi Tim Penasehat Hukum Terdakwa dari Kantor Hukum "MARIYAM FATIMAH & PARTNER" yang beranggotakan Mariyam Fatimah, SH., MH.; Huhajir, SH., MH.; Akhmad Leksono, SH.; Husen Pelu, SH. dan Ramdansyah, SH.

Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan dan Tim JPU KPK, Tim Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan 'keberatan' atas Sangkaan Tim Penyidik KPK dan Dakwaan Tim JPU KPK terhadap terdakwa Bupati Mojokerto non-aktif Mustofa Kamal Pasa, yang dituangkan dalam Nota Keberatan setebal 37 halaman.


Salah-satu suasana usai sidang ke-2, saat terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP saling berjabat-tangan dengan sejumlah kerabat dan puluhan Kades di wilayah Kabupaten Mojokerto, di depan ruang sidang Pengadilan Tipikor Surabaya, Jum'at (21/09/2018).

Hal-hal yang menjadikan dasar bagi Tim Penasehat Hukum Terdakwa dalam mengajukan Eksepsi kepada Majelis Hakim atas Sangkaan Tim Penyidik KPK dan Dakwaan Tim JPU KPK, diantaranya keterangan saksi Lutfi Arif Muttaqin......resume JPU KPK halaman 149 – 151

"Terkait dengan perijinan tower pada tahun 2015, 'Memang Benar ada Perintah dari Terdakwa' untuk menanyakan ke Bambang Wahyuadi selaku Kepala BPTPM dan Satpol PP karena Pemberitaan Tower yang Tidak Berijin di Kabupaten Mojokerto dan Saksi DIPERINTAHKAN untuk menanyakan perkembangannya. Terkait TITIPAN yang diserahkan Nano Santoso Hudiarto alias Nono, saksi pernah beberapa kali bertemu dengan Nono di dekat masjid Pacing dan jalan Mojosari. Saat itu Nono membawa TITIPAN yang ditujukan untuk Terdakwa, akan tetapi apa isi dari Tiripan itu Saksi tidak mengetahuinya", lontar Maryam Fatimah, PH terdakwa Bupati non-aktif Mustofa Kamal Pasa, Jum'at (21/09/218).

Maryam Fatmah memaparkan, bahwa:
a. Saksi pernah menerima 2 (dua) kali titipan berupa kresek hitam, yaitu di depan masjid Pacing dan di depan Alfa Mart Desa Jabon (Perumahan Graha Majapahit), sedang kronologinya adalah sebagai berikut:
    1. Pada pertengahan bulan Juni 2015 (untuk tanggalnya saksi tidak ingat), pada siang atau malam lupa, ...... dst......, dan Saksi tidak mengetahui apa isinya, dan Saksi tidak berani membuka kresek tersebut, menghampiri Saksi untuk memberikan suatu dalam tas kresek hitam kepada Saksi untuk dan menyampaikannya bahwa "INI UNTUK TERDAKWA". Titipan tersebut langsung Saksi bawa ke Peringgitan menggunakan mobil Avansa hitam dengan nomor kendaraan yang Saksi lupa (kendaraan operasional kantor), kemudian sesampainya di Peringgitan, titipan tersebut Saksi bawa masuk dan letakkan di atas meja makan di Peringgitan (di belakang). Kemudian saksi memberi keterangan kertas bertulisan "TITIPAN DARI NONO".
    2. Sekitar akhir bulan Juni 2015 (untuk tanggalnya saya tidak ingat) sekitar sore hari menuju malam........dts ..... dan menghampiri Saksi untuk memberikan TITIPAN suatu dalam tas kresek hitam kepada Saksi untuk dan menyampaikan bahwa "INI UNTUK TERDAKWA". Titipan tersebut langsung Saksi bawa ke Peringgitan, menggunakan mobil Avansa hitam dengan nomor kendaraan yang Saksi lupa (kendaraan operasional kantor), kemudian sesampainya di Peringgitan, titipan tersebut Saksi bawa masuk dan letakkan di atas meja makan di Peringgitan (di belakang). Kemudian saksi memberi keterangan kertas bertulisan "TITIPAN DARI NONO".

b. Selain 2 (dua) penerimaan tersebut diatas, Saksi juga pernah menerima titipan uang dari saudara 'NONO' di dekat sungai Brantas, dekat rumah dinas Wali Kota (pada waktu itu bulan Ramadhan atau Puasa sekitar bulan Juli)....... dst....... dan menghampiri Saksi serta memberikan plastik marna merah sambil mengatakan "INI UANG UNTUK TERDAKWA" dan setelah itu Saksi meninggalkan 'pak Nono' menuju ke Peringgitan. Setelah di Peringgitan Saksi langsung menyerahkan plastik merah berisi uang tersebut kepada Terdakwa dan Saksi sampaikan bahwa plastik warna merah tersebut dari 'Nono', atas penyampaian Saksi, Terdakwa memerintahkan kepada Saksi untuk meletakkan plastik warna merah berisi uang di meja di teras (pada saat itu Terdakwa sedang duduk-duduk di teras), selanjutnya Saksi meninggalkan Terdakwa.

"Saksi Nano Santoso Hudiarto dalam keterangannya menyatakan, bahwa telah menyerahkan tas kresek (berisi uang) sebanyak 4 (empat) kali, sedangkan menurut keterangan Saksi saudara Lutfi Arif Muttaqin hanya sebanyak 3 (tiga) kali, menyerahkan ke Terdakwa. Jadi disini terlihat dengan jelas adanya ketidak-sesuaian antara jumlah tas kresek (uang), antara jumlah yang diserahan oleh Saksi saudara Nano Santoso Hudiarto kepada Saksi Lutfi AM, dengan jumlah yang diserahkan Saksi Lutfi AM kepada Terdakwa", tandas Maryam Fatimah, PH terdakwa Mustofa Kamal Pasa, Senin (21/09/2018).

Jawaban saudara Terdakwa, lanjut Maryam Fatimah, atas pertanyaan saudara Arief Y Miftach selaku Penyidik KPK, dalam BAP lanjutan saudara Terdakwa pada hari Rabu tanggal 18 bulan Juli tahun 2018, pada pertanyaan dan jawakan nomer 53 titik-dua (:)
Pertanyaan Penyidik KPK:
  Pada keterangan saudara nomer 30 pada BAP tanggal 18 Mei 2015 saudara menerangkan bahwa saudara pernah menerima sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dari saudara Lutfi melalui saudara Rahmadi (almarhum). Apakah uang itu terkait dengan pengurusan perijinan pembangunan 11 (sebelas) menara/tower milik PT. Protelindo? Jelaskan !
Jawaban Saudara Terdakwa:
   Uang sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus ribu rupiah) yang laporkan saudara Rahmadi kepada saya tersebut tidak terkait dengan pengurusan perijinan pembangunan 11 (sebelas) menara/tower  milik PT. Protelindo. Uang tersebut digunakan saudara Rahmadi (almarhum) untuk kegiatan seremonial keagamaan.

"Tanggapan kami sebagai Penasehat Hukum Terdakwa: Apa mungkin dilakukan permintaan keterangan Tersangka/Terdakwa yang dimasukkan ke dalam BAP Terdakwa yaitu tanggal 18 Mei 2015, sedangkan proses permohomonan perijinan IPPR dan IMB belum terbit. Dan, jika pada tanggal 18 Mei 2015 terbukti ada pelaksanaan Permintaan Keterangan kepada saudara Tersangka, mohon kiranya bukti BAP-nya dapat diperlihatkan kepada kami selaku Penasehat Hukum saudara Tersangka/Terdakwa (saat ini). Dan, Untuk menambah bukti bahwa pada saat (waktu dan tanggal) tersebut (18 Mei 2015) tidak ada kegiatan Permintaan Keterangan, disini kami sampaikan bahwa: Surat Permohonan Rekomendasi/ ijin HO, IMB dan IPPR untuk pendirian tower yang dibuat dan diajukan kepada Bupati oleh PT. Solusindo Kreasi Utama dan PT. Protelindo adalah tanggal 22 Juni 2015, dan disposisi yang dibuat Bupati terkait dengan Surat Permohonan Rekomendasi adalah tanggal 13 Juni 2015", tandas Maryam Fatimah, Penasehat Hukum Terdakwa.

Dipenghujung eksepsinya Tim Penasehat Hukum Terdakwa meminta Majelis Hakim yang mimpimpinn jalannya persidangan untuk menerima Eksepsi/Keberatan dari Penasehat Hukum Terdakwa, menyatakan Surat Dakwaan JPU KPK terhadap terdakwa Mustofa Kamal Pasa batal demi hukum, mengeluarkan Terdakwa dari tahanan dan membebankan seluruh biaya perkara kepada Negara.

"Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, kami Penasehat Hukum Terdakwa H. Mustofa Kamal Pasa, SE., memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk memberikan putusan sela dalam perkara ini, yang amarnya sebagai berikut: Satu. Menerima Eksepsi/Keberatan dari Penasehat Hukum Terdakwa H. Mustofa Kamal Pasa, SE.; Dua. Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Nomor: 83/TUT.01.04/24/09/2018, tertanggal 03 September 2018, yang dibacakan pada persidangan pada tanggal 14 September 2018, di Pengadian Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya, baik Dakwaan Kesatu maupun Dakwaan Kedua, tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHP, maka dinyatakan batal demi hukum (absolutenietig); Tiga. Mengeluarkan Terdakwa dari tahanan; Empat. Membebankan biaya perkara kepada Negara", pungkas Mariyam Fatimah, Penasehat Hukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa.

Usai persidangan, ketika dimintai pendapatnya terkait eksepsi yang diajukan Tim Penasehat Hukum Terdawa, JPU KPK Eva Yustisiana menyatakan, bahwa pihaknya akan menyampaikan sanggahan atau bantahan atas sejumlah hal terkait eksepsi yang diajukan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa pada sidang lanjutan yang akan di gelar pada Senin (01/10/2018) pekan depan.

"Nanti, akan kami tanggapi dipersidangan pekan depan ya. Ditunggu saja tanggapan kami atas eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa", terang JPU KPK Eva Yustisiana kepada awak media usai persidangan bergagendakan Pembacaan Eksepsi terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto MKP, Jum'at (21/09/2018) siang, di Pengadilan Tipikor Surabaya.

JPU KPK Eva Yustisiana menegaskan, bahwa tentu pihaknya tidak setuju dengan sejumlah hal maupun pendapat yang dilontarkan Tim Penasehat Hukum Terdakwa melalui Nota Pembelaan atau Eksepsinya. Pasalnya, Eksepsi yang diajukan Tim Penasehat Hukum Terdakwa sudah melampaui domain dari Eksepsi itu sendiri.

"Itu (Red: Eksepsi) merupakan hak Terdakwa. Namun, eksepsi itu sendiri memiliki batasan khusus, kita semua tahu itu. Intinya, eksepsi yang tadi disampaikan Peasehat Hukum Tedakwa sudah melampaui domainnya. Dan, kita siap dengan saksi maupun barang buktinya", tegas JPU KPK Eva Yustisiana.

Sayangnya, Eva enggan memberitahu secara gamblang tentang siapa-siapa saja Saksi maupun apa saja Barang Bukti yang akan ditampilkan dalam persidangan-persidangan mendatang.

Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, Tim JPU KPK mendakwa, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah menyalah-gunakan wewenang dalam jabatannya dengan meraup keuntungan pribadi dari pengurusan IPPR dan IMB 22 (dua puluh dua) Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Dalam Surat Dakwaan Nomor Perkara: 139/Pid.Sus-TPK/2018/PN Sby; Tanggal Surat Pelimpahan: Senin, 03 September 2018 dan Nomor Surat Pelimpahan: 82/TUT/01.03/24/09/2018 yang dibaca secara bergantian dalam persidangan, Tim JPU KPK menegaskan, bahwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp2.750.000.000,00 (dua milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yakni dari OCKYANTO selaku Permit and regulatory Division Head PT. Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Grup (TBG) sebesar Rp. 2.200.000.000,00 (dua miliar dua ratus juta rupiah) dan dari ONGGO WIJAYA selaku Direktur Operasi PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) melalui BAMBANG WAHYUADI, NANO SANTOSO HUDIARTO Alias NONO dan LUTHFI ARIF MUTTAQIN

Seperti diketahui, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan IPPR dan IMB Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, sebelumnya, KPK telah menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya sebagai tersangka.

MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap.

KPK menduga, MKP selaku Bupati Mojokerto merima 'suap' bernilai sekitar Rp. 2,7 miliar dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure (Tower Bersama Group) dan Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB atas pembangunan 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Atas dugaan perbuatan yang diduga kuat telah diperbuat Terdakwa, Tim JPU KPK mendakwa, perbuatan Terdakwa memenuhi unsur sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junnto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara itu pula, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas 2 (dua) perkara dugaan tindak pidana korupsi. Yang pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) puluhan Tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan KPK sebagai tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar. *(DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
> Sidang Perdana Kasus Suap Perijinan 22 Tower, JPU KPK Ungkap Bupati Mojokerto Paksa Perusahaan Bayar Fee Rp. 4,4