Senin, 09 Juli 2018

Dolfi Rompas: UKW Versi Dewan Langgar UU Nomor 13 Tahun 2003

Baca Juga

Dari kiri: Ketum DPP SPRI Hence Mandagi, Ketum DPN PPWI Wilson Lalengke, Kuasa Hukum penggugat Dolfi Rompas bersama tim.

Kota JAKARTA - (harianbuana.com).
Benerapa aturan dan kebijakan Dewan Pers yang dinilai melampaui kewenangannya. Diantaranya, kegiatan wajib bagi wartawan Indonesia untuk memgikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) melalui Lembaga Penguji Standar Kompetensi Wartawan yang ditetapkan sendiri oleh Dewan Pers dengan cara membuat peraturan-peraturan sepihak.

Sebagaimana dibeberkan Praktisi Hukum kondang Dolfi Rompas, yang saat ini tengah menggugat Dewan Pers di Pengadilan Jakarta Pusat atas kuasa yang diberikan oleh organisasi pers Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), bahwa kebijakan
yang ditelorkan Dewan Pers itu merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

"Karena, melampaui kewenangan fungsi Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU Pers. Berdasarkan fungsi Dewan Pers, tidak ada satupun ketentuan yang mengatur Dewan Pers sebagai lembaga yang dapat menyelenggarakan Uji Kompetensi Wartawan", beber Dolfi Rompas, selaku kuasa hukum penggugat.

Dolfi Rompas menjelaskan, bahwa kebijakan yang ditelorkan Dewan Pers terkait keharusan mengikuti UKW bagi wartawan Indonesia melalui lembaga yang ditunjuk oleh Dewan Pers, juga sangat bertentangan atau menyalahi Pasal 18 ayat (4) dan (5) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan.

“Ayat (4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang independen. Ayat (5) Pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang independen sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah”, jelas Dolfi Rompas.

Ditegaskannya, bahwa kebijakan wartawan Indonesia harus mengikuti UKW juga sangat menyalahi atau melanggar Pasal 1 ayat (1) dan (2), Pasal 3 serta Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah (PP) tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

"Jadi sangat jelas di sini, aturan hukum menjelaskan, bahwa lembaga yang berwenang menetapkan atau mengeluarkan lisensi bagi lembaga Uji Kompetensi atau lembaga Sertifikasi Profesi adalah BNSP, bukannya Dewan Pers. Sehingga lembaga Uji Kompetensi Wartawan yang ditunjuk atau ditetapkan Dewan Pers dalam Surat Keputusannya adalah ilegal dan tidak memiliki dasar hukum dan sangat merugikan wartawan", tegasnya.

Sementara itu, Hence Mandagi selaku Ketua Umum DPP SPRI menegaskan, tindakan Dewan Pers melaksanakan verifikasi organisasi wartawan yang menetapkan sendiri peraturannya dengan cara membuat dan menerapkan Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan kepada seluruh Organisasi Pers, masuk kategori Perbuatan Melawan Hukum.

Akibat perbuatan tersebut, menyebabkan anggota dari organisasi-organisasi Pers yang memilih anggota Dewan Pers pada saat diberlakukan UU Pers Tahun 1999, kini kehilangan hak dan kesempatan untuk ikut memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers.

Bahkan, organisasi-organisasi pers dimaksud, termasuk SPRI, tidak dijadikan konstituen Dewan Pers akibat peraturan yang dibuat oleh Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan dengan menetapkannya secara sepihak bahwa hanya tiga organisasi pers sebagai konstituen Dewan Pers yakni PWI, Aji dan IJTI.

Mandagi juga mengatakan, tindakan Dewan Pers melaksanakan verifikasi terhadap perusahaan pers dengan cara membuat Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers, sangat bertentangan dan melampaui fungsi dan kewenangan Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf g, UU Pers.

“Dampak dari hasil verifikasi perusahaan pers yang diumumkan ke publik menyebabkan media massa atau perusahaan pers yang tidak atau belum diverifikasi menjadi kehilangan legitimasi di hadapan publik. Perusahaan pers yang belum atau tidak diverifikasi mengalami kerugian materil maupun imateril, karena kehilangan peluang dan kesempatan serta terkendala untuk mendapatkan belanja iklan", jelas Mandagi.

Selain itu, ada edaran Dewan Pers terkait hasil verifikasi perusahan pers di berbagai daerah. Hal itu, menyebabkan sejumlah instansi pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum di daerah mengeluarkan kebijakan yang hanya melayani atau memberi akses informasi kepada media yang sudah diverifikasi Dewan Pers.

Hal itupun sangat merugikan perusahaan pers maupun wartawan yang bekerja pada perusahan pers yang dinyatakan belum lolos verifikasi Dewan Pers, karena mengalami kesulitan dalam memperoleh akses informasi dan akses pengembangan usaha. *(DI/Red)*