Baca Juga
Kepala Biro Humas Febri Diansyah (kiri) saat mendampingi Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, dalam konferensi pers tentang penetapan status hukum Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan 3 (tiga) Tersangka lainnya, Kamis (11/07/2019) malam, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Jora Nilam Judge alias Jesica bepergian ke luar negeri. Sejak Mei 2019 lalu, Jesica selaku pihak swasta dicegah ke luar negeri lantaran terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso.
"Sejak Mei 2019, KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap yang bersangkutan selama 6 bulan ke depan", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.
Meski demikian, Febri Diansyah belum menjelaskan secara pasti keterlibatan Jesica dalam perkara tersebut hingga dia dicegah KPK ke luar negeri. Diduga, Jora Nilam Judge mengetahui penerimaan gratifikasi yang diterima Bowo Sidik Pangarso.
"Untuk kepentingan pemeriksaan, agar pada saat diagendakan pemeriksaan yang bersangkutan tidak sedang berada di Luar negeri", jelas Febri Diansyah.
Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.
Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.
Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.
KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.
KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.
KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.
Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu Legisatif 2019 lalu.
Terkait perkara dugaan grarifikasi, KPK menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi Bowo Sidik.
Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*