Jumat, 12 Juli 2019

Terkait Perkara Bowo Sidik, KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Nazaruddin Dan 2 Adiknya Senin 15 Juli

Baca Juga

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan mantan Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan 2 (dua) adiknya, Muhammad Nasir dan Muhajidin Nur Hasim.

Namun, ketiganya tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso (BSP).

"KPK telah melakukan pemanggilan terhadap 3 (tiga) Saksi untuk tersangka IND (Indung) untuk mendalami informasi terkait proses penganggaran DAK dan sumber dana gratifikasi ke BSP (Bowo Sidik Pangarso)", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at 12 Juli 2019.

Lebih lanjut, Febri Diansyah menjelaskan, bahwa Muhammad Nazaruddin yang dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai Saksi pada 09 Juli 2019 di Lapas Sukamiskin Bandung batal diperiksa karena beralasan sakit.

Dijelaskannya pula, bahwa Muhammad Nasir yang diagendakan akan diperiksa sebagai Saksi atas perkara tesebut, pada 01 Juli 2019 lalu mangkir dari panggilan pemeriksaan. Terhadapnya, KPK telah menjadwal ulang pemeriksaannya sebagai Saksi.

Begitu pun dengan Muhajidin Nur Hasyim, ia pun mangkir dari panggilan tim Penyidik KPK pada pemeriksaan 05 Juli 2019 lalu. Padahal, surat panggilan pemeriksaan sebagai Saksi sudah diterima oleh Nur Hasyim.

"Pemeriksaan akan dijadwal ulang. KPK melakukan pemanggilan kedua untuk jadwal pemeriksaan Senin 15 Juli 2019. Kami ingatkan, agar Saksi hadir memenuhi kewajiban hukum ini", jelasnya, tegas.

Sejauh ini, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu.

KPK pun menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi tersebut.

Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*