Selasa, 09 Juli 2019

Dalami Dugaan Suap Dan Gratifikasi Bowo Sidik, KPK Panggil 7 Saksi

Baca Juga

Indung, usai menjalani pemeriksaan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil 7 (tujuh) orang Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap bidang pelayaran antara PT. Pupuk Logistik Indonesia (PT. Pilog) dengan PT. Humpuss Transportasi Kimia (PT. HTK) yang juga menjadikan Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso sebagai Tersangka.

Tujuh orang Saksi tersebut, yakni: Anggota Komisi VI DPR-RI Fadhlullah; Subagyo selaku ketua panitia pengadaan penyelenggara lelang gula kristal rafinasi; Husodo Kuncoro Yakti selaku Kepala Seksi Pengembangan Pasar Rakyat Kementerian Perdagangan; Irwan selaku Bupati Kepulauan Meranti serta Serly Virgiola, Harmawan dan Dipa Malik selaku pihak swasta.

"Tujuh orang dipanggil sebagai Saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap bidang pelayaran antara PT. Pilog dengan PT. HTK untuk tersangka IND (Indung)", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa 09 Juli 2019.

Sementara itu, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap bidang pelayaran antara PT. Pilog dengan PT. HTK, KPK telah menetapkan Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso dan Indung sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti selaku Marketing Manager PT. HTK, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap.

Perkara tersebut, bermula dari perjanjian kerja-sama penyewaan kapal antara PT. HTK dengan PT. Pilog yang sudah diputus. Kemudian, diduga ada upaya tertentu dari PT. HTK agar kapalnya dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT. Pupuk Indonesia.

Diduga, untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT. HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso hingga kemudian pada 26 Februari 2019 terjadi nota kesapahaman (MoU) antara PT. Pilog dengan PT. HTK yang salah-satu point dalam MoU itu ialah pengangkutan disrtibusi pupuk (amonia) PT. Pupuk Indonesia menggunakan kapal milik PT. HTK.

KPK menduga, Bowo Sidik menerima fee dari PT. HTK atas biaya angkut distribusi pupuk yang disepakati sebelumnya sebesar 2 dolar AS per metric ton dan telah terjadi 7 (tujuh) kali penerimaan di berbagai tempat, seperti rumah sakit, hotel juga di Kantor PT. HTK dengan total sebesar Rp. 221 juta dan 85.130 dolar AS.

Uang-uang tersebut, diduga telah dirubah Bowo Sidik ke dalam pecahan Rp. 50 ribu dan Rp. 20 ribu yang dimasukkan dalam 400.000 amplop dan dikemas dalam 82 kardus dan 2 kotak plastik sebagaimana ditemukan tim KPK saat melakukan penggeledahan di Kantor PT. Inersia – Jakarta, milik Bowo.

KPK pun menduga, ada penerimaan Bowo Sidik dari sumber lain terkait jabatan Bowo Sidik Pangarso sebagai anggota DPR-RI yang saat ini sumber-sumber penerimaan lain dimaksud terus ditelusuri lebih lanjut oleh KPK.

Sebagaimana disampaikan Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan pada Kamis (28/03/2019) silam, bahwa KPK memastikan akan mencari pemberi uang sebesar Rp. 6,5 miliar kepada anggota DPR-RI Bowo Sidik Pangarso (BSP). Dimana, pemberian uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu diduga merupakan gratifikasi.

"Rp. 6,5 miliar yang di duga gratifikasi, ya pasti di cari(pemberi gratifikasi). Diberikan oleh siapa dan terkait dengan apa...!?", ujar Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (28/03/2019) silam.

Saat itu, Febri pun menerangkan, bahwa uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu adalah sebagian dari Rp. 8 miliar yang ditemukan dan di sita KPK di sebuah kantor di Jakarta. Sedangkan sebagian lainnya, yakni Rp. 1,5 miliar, berasal dari Asty Winasty (AWI) selaku Marketing Manager PT. Humpuss Transportasi Kimia (HTK) kepada Bowo Sidik Pangarso.

"Saat ditemukan KPK, uang sebesar Rp. 8 miliar itu sudah dalam bentuk pecahan Rp. 20 ribu dan Rp. 50 ribu. KPK menduga, uang-uang pecahan itu akan digunakan BSP (Bowo Sidik Pangarso) untuk melakukan 'serangan fajar' terkait pecalonan sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2019", terangnya.

Diterangkannya pula, bahwa dalam rangkaian kegiatan OTT yang di gelar KPK sepanjang Rabu (27/03/2019) malam, Indung di tangkap petugas KPK setelah menerima uang dari Asty sebesar Rp. 89,4 juta dalam amplop berwarna cokelat. KPK menduga, uang itu merupakan pemberian yang ke 7 (tujuh).

"Sebelumnya, di duga telah terjadi 6 (emam) kali penerimaan di berbagai tempat. Seperti di rumah sakit, hotel dan kantor PT. HTK sejumlah Rp. 221 juta dan USD 85.130", terang Febri Diansyah pula.

Dijelaskannya, bahwa KPK menduga, suap itu diberikan kepada tersangka Bowon Sidik terkait pengangkutan pupuk PT. Pupuk Indonesia (Pilog) dengan menggunakan kapal milik PT. HTK. Dijelaskannya pula, bahwa KPK pun menduga, Bowo Sidik Pangarso meminta fee kepada PT. HTK sebesar USD 2 per metrik ton.

"Jadi yang diamankan oleh tim (saat OTT) itu Rp. 89,4 juta yang di dalam tas dan amplop cokelat sekitar Rp. 8 miliar yang sudah dimasukkan dalam amplop-amplop, dalam kardus-kardus. Jadi, total yang sudah diamankan Rp. 8 miliar dan Rp. 89,4 juta", jelas Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Febri Diansyah menandaskan, bahwa uang yang diterima Bowo Sidik dari PT. HTK sebesar Rp. 1,5 miliar ditambah Rp. 89,4 juta yang di sita dari tersangka Indung saat OTT, sehingga total berjumlah kurang-lebih Rp. 1.589.400.000,- (satu miliarlima ratus delapan puluh sembilan juta empat ratus riburupiah). Sedangkan Rp. 6,5 miliar sisanya, di duga berasal dari penerimaan-penerimaan Bowo Sidik dari pihak lain.

"Rp 6,5 miliar, diduga (gratifikasi) dari pemberi-pemberi lain yang terkait dengan jabatan BSP (Bowo Sidik Pangarso). Makanya, digunakan Pasal 12B", tandas Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

KPK pun menduga, uang-uang itu diduga dipersiapkan Bowo untuk serangan fajar pada Pemilu 2019. Yang mana, pada saat itu, Bowo terdaftar dalam pencalonan anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.

KPK juga menduga, ada sumber-sumber lain pemberi gratifikasi kepada Bowo Sidik yang sementara ini telah diindikasi KPK ada 4 (empat) sumber lain.

Terhadap tersangka Bowo Sidik Pangarso dan tersangka Indung, KPK menduga, kedua Tersangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan terhadap tersangka Asty Winasti, KPK menduga, tersangka Asty Winasti telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.  *(Ys/HB)*