Rabu, 20 Mei 2020

Firli Bahuri Tegaskan, KPK Tengah Mendalami Program Kartu Prakerja

Baca Juga

Ketua KPK Firli Bahuri saat mengiku Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR-RI di Kompleks Parlemen, Senayan – Jakarta, Rabu (29/04/2020).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Firli Bahuri menegaskan, pihaknya tengah mendalami dan melakukan kajian terhadap program Kartu Prakerja.

“KPK saat ini sedang mendalami terkait program Kartu Prakerja yang berada di bawah koordinasi Menteri Ekonomi, ini sedang kami kerjakan", kata Firli saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan DPR-RI secara virtual, Rabu, 20 Mei 2020.

Meski tidak berbicara lebih jauh tentang spesifikasi kajian yang tengah didalami KPK dalam program Kartu Prakerja tersebut, Firli Bahuri mewanti-wanti agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan anggaran penanganan Covid–19.

Firli menandaskan, KPK memberikan 8 batasan m agar kebijakan penggunaan anggaran Covid-19 tidak masuk ranah tindak pidana korupsi. Batasan pertama, itikad baik pejabat dalam penggunaan anggaran agar tidak melakukan persengkongkolan untuk korupsi.

Ke-dua, tidak menerima dan memperoleh kickback; ke-tiga tidak mengandung unsur penyuapan; ke-empat, tidak mengandung gratifikasi dan ke-lima tidak ada benturan kepentingan.

Ke-enam yaitu tidak mengandung unsur kecurangan atau mal-administrasi; ketujuh, tidak berniat jangan dengan memanfaatkan kondisi darurat; terakhir, tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.

“Kami tidak akan melakukan tuntutan pidana selama memiliki itikad baik", tegas Ketua KPK Firli Bahuri.

Seperti dikatahui, program Kartu Prakerja diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai jaring pengaman sosial terhadap dampak Covid–19.

Para peserta program Kartu Prakerja akan mendapatkan pelatihan kerja daring dan uang tunai. Jokowi mengklaim program ini sebagai semi bantuan sosial.

Disisi lain, banyak pihak menyoroti biaya yang mesti dikeluarkan pemerintah untuk membayar konten video pelatihan yang disediakan sejumlah perusahaan.

Bahkan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan  penggelembungan dana dalam penetapan tarif les online itu ke KPK. Yang mana, MAKI mempermasalahkan penunjukan rekanan proyek yang tidak menggunakan mekanisme lelang.

Selain dua masalah tersebut, sejumlah pihak juga menyoroti potensi konflik kepentingan karena salah satu perusahaan penyedia pelatihan dari itu terafiliasi dengan eks staf khusus milenial. *(Ys/HB)*