Rabu, 26 Agustus 2020

Pimpinan KPK Tegaskan, Kalau Sudah Terjadi Korupsi KPK Akan Tetap Menggigit

Baca Juga




Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, KPK selalu merasa bersedih ketika ada pejabat negara ditangkap KPK karena terjerat kasus korupsi. Pasalnya, mereka itu merupakan bagian pemimpin bangsa.

"KPK itu menangis sesungguhnya ketika menangkap para pejabat negara. KPK juga bersedih karena bagaimanapun mereka bagian dari pemimpin bangsa Indonesia", kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konferensi pers dalam acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK), Rabu 28 Agustus 2020.

Ghufron menerangkan, para pejabat itu juga merupakan wajah dan reputasi bangsa Indonesia, sehingga penangkapan terhadap para pejabat itu mencoreng wajah dan meruntuhkan reputasi bangsa Indonesia.

"Ketika (pejabat negara) kian banyak ditangkapi, maka sesungguhnya wajah dan reputasi bangsa Indonesia menjadi runtuh, itu yang kami tidak inginkan", terang Ghufron.

Terkait hal itu, lanjut Nurul Ghufron, KPK akan menggiatkan upaya pencegahan untuk mempersempit celah-celah terjadinya perilaku korupsi. Adapun upaya pencegahan yang dilakukan, antara lain dilakukan kajian hingga pembenahan terkait regulasi yang tumpang-tindih dan sistem birokrasi yang berliku-liku hingga kajian struktur aparatur negara dan struktur anggaran di birokrasi.

"Kami melihat, sesungguhnya terlalu banyak anggaran itu yang berbasis pada struktur, berbasis pada ada Kabid, ada Kasie, sehingga kemudian penganggaran itu berbasis pada berapa distribusi kepada Kasie, berapa distribusi kepada Kabid", lanjutnya.

Ghufron pun mengibaratkan, praktik korupsi ibaratnya seperti kondisi pandemi, yaitu berjangkitnya suatu penyakit di setiap daerah.

"Korupsi itu bukan penyakit perorangan, tetapi penyakit sistemik. Apa maknanya? Kalau di sini terjadi, di tempat lain terjadi, di tempat lain lagi terjadi. Berarti penyakitnya itu penyakit pandemi", ujar Ghufron.

Pernyataan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron itu sekaligus menampik tudingan bahwa KPK hanya mementingkan pencegahan tanpa adanya penindakan.

Ghufron menandaskan, memberantas tindak pidana korupsi tidak cukup hanya dengan mengisolasi orang yang sudah terjangkit virus korupsi. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan, virus tersebut telah menyebar dan menginfeksi orang lainnya.

"Kalau pandemi tidak bisa hanya kemudian disuntik satu orang, ditangkap atau dipenjarakan satu orang sementara kemudian di tempat lain muncul lagi, muncul lagi", tandas Ghufron.

Ditegaskannya, dalam kondisi seperti itu, selain mengisolasi orang yang terjangkit virus korupsi dengan menangkap dan menjebloskannya ke penjara, KPK juga perlu menyelamatkan orang-orang yang belum terifeksi dengan melakukan upaya pencegahan.

"Oleh karena itu, yang sudah jadi virus harus diisolasi ke penjara. Tapi yang masih sehat, maka kemudian dipakaikan masker, ada social distancing itu dalam rangka pencegahan", tegas Ghufron.

Dijelaskannya pula, upaya pencegahan yang dilakukan KPK harus seimbang dengan penindakan dan juga pendidikan kepada masyarakat. Namun, jika pencegahan dan pendidikan tak diindahkan, maka penindakan akan dilakukan.

"Kepada pelaku, berarti bukan pencegahan lagi, dia sudah tertular, sudah reaktif. Maka kalau enggak bisa dicegah lagi, diambil oleh penindakan, diproses kemudian dipenjara, diisolasi. Itu proses penindakan. Kalau yang belum (tertular) baru pencegahan", jelasnya pula.

Gunfron kembali menegaskan, KPK akan tetap menindak perilaku korupsi yang telah memenuhi unsur-unsur pidana, termasuk niat jahat dari para pelaku.

Jadi mencegah itu adalah proses untuk menghindarkan korupsi supaya tidak terjadi, tapi kalau sudah terjadi korupsi, KPK akan tetap menggigit", tegas Nurul Ghufron. *(Ys/HB)*