Selasa, 16 Maret 2021

Di Reses Junaedi Malik, Warga Pertanyakan Pokir Yang Tidak Direalisasi Hingga Tahun 2020

Baca Juga


Salah-satu suasana reses yang di gelar Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Junaedi Malik di Kelurahan Kedundung Kecamatan Magersari, Selasa (16/03/2021).


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
DPRD Kota Mojokerto kembali melaksanakan masa reses. Kali ini, para Wakil Rakyat Kota Mojokerto itu melaksanakan reses ke-1 masa persidangan I tahun sidang 2021. Reses dilaksanakan secara serentak di masing-masing daerah pemilihan (Dapil) para Anggota Dewan saat mengikuti Pemilu Legislatif (Pileg) tahun 2019 yang lalu.

Seperti yang sudah-sudah, reses yang di gelar para Anggota Dewan kali ini pun mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat. Bahkan, bisa di bilang,  kegiatan reses yang di gelar para anggota Dewan ini seolah-olah memang sudah sangat di nantikan oleh mesyarakat.

Sambutan baik dari masyarakat tersebut, salah-satunya dapat di lihat dari kehadiran mereka untuk memenuhi undangan juga antusias mereka saat dibukanya sesi penyampaian aspirasi, keluhan, ide atau gagasan maupun saran terkait program-program pembangunan di Kota Mojokerto.

Seperti halnya reses yang di gelar Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Junaedi Malik di Kelurahan Kedundung Kecamatan Magersari pada Selasa (16/03/2021) ini. Begitu sesi penyampaian aspirasi dibuka, kontan saja para undangan mengacungkan telunjuknya saling berebut untuk mendapat kesempatan menyampaikan aspirasi, keluhan, bahkan ide maupun saran terkait program-program pembangunan di Kota Mojokerto.

Begitu mendapat kesempatan, Ketua RW 1 Lingkungan Randegan Kelurahan Kedundung Zulkarnain mempertanyakan aspirasinya yang telah disampaikan pada reses yang digelar beberapa tahun sebelumnya yang hingga kini belum juga direalisasi.

Hal senada, juga disampaikan Guntoro yang merupakan salah-seorang tokoh masyarakat di kawasan Kelurahan Kedundung. Guntoro pun mempertanyakan aspirasinya yang telah disampaikannya beberapa tahun lalu yang hingga saat ini belum direalisasi.

Menanggapi pertanyaan dua konstituennya tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik menerangkan, bahwa pihaknya selama ini sudah berupaya keras memperjuangkan aspirasi, usulan, ide ataupun gagasan masyarakat yang menjadi konstituennya. Namun, perjuangannya itu terbentur hal lain 'para pemangku kebijakan'.

“Ada hal yang kurang bijak terkait program Pokir (Pokok Pikiran) yang dari awal saya sayangkan. Kenapa kok program Pokir yang dikurangi, malah program belanja rutin yang kurang bermanfaat untuk masyarakat lebih diutamakan. Itulah hal kurang bijak yang saya sesalkan”, terang Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Junaedi Malik, menanggapi pertanyaan dua konstituennya dalam reses, Selasa (16/03/2021).

Lebih lanjut, Junaedi Malik menjelaskan tentang definisi program Pokir. Junaedi Malik pun menjelaskan dasar hukum program Pokir kepada masyarakat konstituennya.

“Untuk itu, apapun masukan-masukan, aspirasi maupun harapan-harapan dari masyarakat, kita input, kita tampung dan masuk perencanaan sebagai masukkan sistem Pokir. Dalam proses berikutnya, Bapekko yang survei dan sebagainya. Pokir ini masuk dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kewajiban DPRD mendengarkan aspirasi dan memperjuangkan, memprogramkan sampai APBD. Jadi, memberikan masukan apapun, DPRD wajib mendengarkan”, jelasnya.

Ditegaskannya, bahwa terkait realisasi Pokir masyarakat (konstituen) itu sendiri tergantung dari komitmen legislatif dan eksekutif.

"Bicara soal komitmen, kalau kita objektif, penggunaan anggaran daerah yang ideal itu sebenarnya jika pembangunan itu merupakan usulan dari masyarakat, ketua RT, ketua RW dan tokoh masyarakat, karena mereka tahu kondisi riil di masyarakat. Jadi, sudah sewajarnya jika itu menjadi komitmen pimpinan”, tegasnya.

Lebih jauh Junaedi Malik menjelaskan, masalah ini sudah disampaikan dalam rapat yang dihadiri oleh Wali Kota, Pimpinan DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua komisi dan ketua AKD.

“Ini dilema bagi anggota dewan. Semua aspirasi kita tampung, tapi kalau tidak direalisasi kan kita yang repot. Padahal, amanat UU 23 Tahun 2014, kita wajib menampung aspirasi masyarakat, memprogramkan, memperjuangkan, dan merealisasikan”, jelasnya.

Junaedi Malik mengungkapkan, bahwa yang paling ekstrim adalah Wali Kota ingin membatasi kegiatan serap aspirasi hanya 10 (sepuluh) titik saja. Menurut Junaedi Malik, hal itu akan membelenggu peran dan fungsi Dewan yang mewajibkan mendengar aspirasi masyarakat.

“Ini kan membelenggu fungsi peran DPRD. Tidak-ada satu pun yang membatasi DPRD menyerap aspirasi. Yang ada justru mewajibkan untuk mendengarkan aspirasi masyarakat", ungkapnya.. *(DI/HB)*