Selasa, 25 Mei 2021

KPK Tahan Mantan Dirkeu PT. AJI

Baca Juga


Deputi Penindakan KPK Karyoto saat memberi katerangan dalam konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa 25 Mei 2021.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa 25 Mei 2021, secara resmi menahan tersangka Solihah (SLH) mantan Direktur Keuangan PT. Asuransi Jasa Indonesia (AJI) (Persero) (periode tahun 2011–2016).

Deputi Penindakan KPK Karyoto didampingi Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menerangkan, penahanan terhadap tersangka SLH ini merupakan pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembayaran komisi kegiatan fiktif agen PT. AJI (Persero) dalam penutupan (closing) asuransi oil dan gas pada BP MIGAS-KKKS Tahun 2010–2012 dan Tahun 2012–2014.

"Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan penahanan pada tersangka SLH untuk 20 hari ke depan pertama di Rumah Tahanan KPK Gedung Merah Putih, Kuningan – Jakarta Selatan, dimulai sejak tanggal 25 Mei 2021 sampai dengan 13 Juni 2021", terang Deputi Penindakan KPK Karyotodi dalam konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (25/05/2021).

Sebelum ditahan, tersangka SLH akan menjalani isolasi mandiri terlebih dahulu selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK.

Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah lebih dahulu menahan tersangka Kiagus Emil Fahmy Cornain (KEFC) selaku pemilik PT. Ayodya Multi Sarana (AMS) 

Tersangka SLH baru ditahan KPK hari ini, karena dalam pemanggilan pada Kamis (20/05/2021) lalu, tersangka SLH mangkir dengan alasan sedang sakit.

Sebagaimana diketahui, penetapan status hukum sebagai Tersangka dan penahanan terhadap SLH ini merupakan pengembangan perkara atas munculnya fakta persidangan tersangka/ terdakwa Budi Tjahjono selaku Direktur Utama PT. AJI periode tahun 2011–2016 yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Dalam kontruksi perkara yang dibeber KPK, bermula dari Budi Tjahjono selaku Direktur Utama PT. Asuransi Jasindo periode tahun 2011–2016 menginginkan PT. AJI menjadi leader konsorsium (sebelumnya berstatus sebagai co-leader) dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2009-2012.

Terkait itu, Budi dibantu oleh Kiagus Emil Fahmy Cornain kemudian diduga melakukan lobi dengan beberapa pejabat di BP Migas.

Selanjutnya, Kiagus bersama Budi memberikan sejumlah uang dengan memanipulasi cara mendapatkan pengadaannya seolah-olah menggunakan jasa agen asuransi yang bernama Iman Tauhid Khan (ITK) yang erupakan anak buah Kiagus, sehingga terjadi pembayaran komisi agen dari PT. AJI kepada Iman sejumlah Rp. 7,3 miliar

"Padahal terpilihnya PT. AJI (Asuransi Jasa Indonesia) sebagai leader dalam konsorsium penutupan asuransi di BP MIGAS melalui beauty contest, tidak menggunakan agen dimana hal ini bertentangan", beber Karyoto

Lebih lanjut, Karyoto menjelaskan, uang Rp. 7,3 miliar itu kemudian diserahkan oleh Kiagus kepada Budi Tjahjono sejumlah Rp. 6 miliar dan sisanya sebesar Rp. 1,3 miliar dipergunakan untuk kepentingan Kiagus.

Berikutnya, agar PT. AJI tetap menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS Tahun 2012-2014, Budi kembali melakukan rapat direksi yang diantaranya dihadiri oleh Solihah selaku Direktur Keuangan PT. AJI

Hasil dari rapat itu, diputuskan tidak-lagi menggunakan agen Iman Tauhid Khan dan diganti dengan Supomo Hidjazie (SH) dan disepakati untuk pemberian komisi agen dari Supomo dikumpulkan melalui Solihah.

"Budi Tjahjono tetap menggunakan modus seolah-olah pengadaan tersebut didapatkan atas jasa agen asuransi SH tersebut dengan pembayaran komisi agen sejumlah 600 ribu dolar AS", jelas Karyoto

Uang sebesar 600 ribu dolar AS itu kemudian diberikan secara bertahap oleh Supomo kepada Budi melalui Solihah yang dipergunakan untuk keperluan pribadi Budi.

"Itu sekira sejumlah 400 ribu dolar AS dan juga khusus bagi keperluan pribadi Solihah sekira sejumlah 200 ribu dolar AS. Terkait fakta dugaan ini, KPK akan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan perkara ini", tandas Karyoto.

Terhadap Solihah dan Kiagus, KPK menyangkakan keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*