Rabu, 08 September 2021

KPK Ungkap, 70 Persen Pejabat Kekayaannya Bertambah Selama Pandemi Covid-19

Baca Juga


Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan, kekayaan pejabat penyelenggara negara mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19 setahun terakhir.

Berdasarkan catatan KPK, jumlah pejabat penyelenggara negara yang hartanya mengalami penambahan selama pandemi Covid-19 setahun terakhir tersebut bahkan mencapai sekitar 70 persen.

Kenaikan harta kekayaan para pejabat penyelenggara negara selama pandemi Covid-19 itu diketahui setelah pihaknya mengamati Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama setahun terakhir.

“Kita amati juga selama pandemi setahun terakhir ini, secara umum penyelanggara negara, 70 persen hartanya bertambah", ujar Pahala dalam webinar bertajuk Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat, Selasa (07/09/2021).

Dalam paparan yang bertajuk "Sibuk Berjibaku dengan Pandemi, Apa Kabar Aset Pejabat Negara", Pahala menyampaikan, ada 58 persen menteri yang kekayaannya bertambah lebih dari Rp 1 miliar. Sementara, ada 26 persen menteri yang kekayaannya bertambah kurang dari Rp. 1 miliar. Dan, hanya 3 persen menteri yang melaporkan kekayaannya turun.

Adapun Anggota DPR yang harta kekayaannya bertambah lebih dari Rp. 1 miliar selama pandemi Covid-19 setahun terakhir ada 45 persen. Hanya 38 persen Anggota DPR yang melaporkan harta kekayaannya bertambah kurang dari Rp. 1 miliar. Sementara 11 persen Anggota DPR lainnya melaporkan hartanya kekayaannya berkurang selama pandemi Civid-19 setahun terakhir.

“Rata-rata bertambah Rp. 1 miliar, sebagian besar di tingkat kementerian. Di DPR meningkat juga", papar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.

Selain mengamati harta kekayaan pejabat penyelenggara negara di tingkat pusat, KPK juga mencatat kenaikan harta kekayaan pejabat penyelenggara negara di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Yang mana, hanya 30 persen gubernur dan wakil gubernur yang melaporkan kekayaannya bertambah di atas Rp. 1 miliar selama pandemi Covid-19 setahun terakhir. Sementara, 40 persen gubernur dan wakil gubernur melaporkan harta kekayaannya bertambah kurang dari Rp. 1 miliar selama pandemi Covid-19 setahun terakhir.

Adapun bupati/ wali kota yang melaporkan harta kekayaannya bertambah di atas Rp. 1 miliar selama pandemi Covid-19 setahun terakhir hanya ada 18 persen. 

Meski selama pandemi Covid-19 setahun terakhir ada sekitar 70 persen pejabat penyelenggara negara yang harta kekayaannya bertambah, menurut Pahala Nainggolan, hal itu masih terbilang wajar. “Kita pikir pertambahannya masih wajar", cetus Pahala.

Selain mengamati harta kekayaan pejabat penyelenggara negara yang selama pandemi Covid-19 setahun terakhir sebagian besar mengalami kenaikan, KPK juga mencatat adanya penurunan harta kekayaan pejabat penyelenggara negara di tingkat pusat hingga daerah di semua instansi yang mencapai 22,9 persen. Yang mana, penurunan paling banyak terlihat pada kekayaan pejabat legislatif daerah tingkat kabupaten/ kota.

Menurut Pahala, penurunan harta kekayaan para pejabat penyelenggara negara itu bisa terjadi pada pejabat yang juga pengusaha, karena bisnisnya menurun.

“Kita cuma ingin melihat, apakah ada hal yang aneh dari masa pandemi ini. Ternyata, kita lihat kenaikan terjadi, tapi penurunan juga terjadi dengan statistisk seperti ini", kata Pahala.

Pahala menerangkan, kenaikan harta kekayaan pejabat penyelenggara negara mulai pusat maupun daerah yang dilaporkan melalui LHKPN bukanlah perbuatan dosa, sepanjang masih dalam batas statistik yang wajar.

Menurut Pahala, kenaikan harta kekayaan itu tidak serta-merta menunjukkan seorang pejabat itu adalah koruptor. Bisa jadi, kenaikan harta kekayaan itu terjadi karena ada apresiasi nilai aset.

Menurutnya pula, ada beberapa hal yang memungkinkan harta kekayaan pejabat penyelenggara negara itu mengalami penambahan. Misal karena ada penambahan atau penjualan aset, pelunasan pinjaman atau pun adanya harta kekayaan baru yang dilaporkan.

"Misalnya, saya punya tanah, NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) naik, maka di LHKPN, saya laporkan naik. Jadi, tiba-tiba LHKPN saya tahun depan naik jumlahnya", jelas Pahala.

Pahala menandaskan, bahwa pihaknya tetap mewaspadai kenaikan harta kekayaan yang bersumber dari hibah. Sebab, bila kekayaan pejabat rutin bertambah dari hibah, maka hal itu patut dicurigai.

"Kalau hibah rutin, dia dapat dalam posisi sebagai pejabat, kita harus pertanyakan. Ini kenapa kok banyak orang baik hati memberikan hibah kepada yang bersangkutan", tandasnya, dengan nada penuh tanya. *(Ys/HB)*