Rabu, 24 Juli 2024

KPK Memroses Hukum Kecurangan Klaim BPJS Kesehatan 3 Rumah Sakit

Baca Juga


Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan proses hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi (TPK) kecurangan atau fraud atas klaim BPJS Kesehatan di 3 (tiga) rumah sakit. KPK menduga, negara mengalami kerugian sekitar Rp. 35 miliar akibat kecurangan klaim BPJS Kesehatan di 3 rumah sakit itu.

Hal itu disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam 'Diskusi Media: Kecurangan Klaim BPJS Kesehatan dan Pencegahannya' di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (24/07/2024) petang.

"Pimpinan KPK memutuskan yang tiga (rumah sakit) ini dipindahkan ke penindakan. Nanti, apakah Kejaksaan atau KPK yang sidik? Tetapi yang tiga ini sudah masuk pidana, karena indikasinya sudah cukup", kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam acara Diskusi Media, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (24/07/2024) petang.

Tiga rumah sakit dimaksud merupakan rumah sakit swasta di Jawa Tengah (Jateng) dan Sumatera Utara (Sumut). Hanya saja, Pahala tidak menyampaikan detail rumah sakit tersebut.

"RS A di Sumut Rp. 1 miliar sampai Rp. 3 miliar. RS B di Sumut sekitar Rp. 4 miliar sampai dengan Rp. 10 miliar dan RS C di Jateng Rp. 20 miliar sampai dengan Rp. 30 miliar", ungkap Pahala.

Pahala menjelaskan, proses penegakan hukum diambil setelah Tim Gabungan dari KPK, Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terjun langsung ke lapangan.

Tim gabungan fokus menelusuri modus phantom billing atau klaim palsu dan manipulasi diagnosis. Phantom billing merupakan klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan, sedangkan manipulasi diagnosis merupakan pemalsuan rekam medis.

Pahala pun menjelaskan, setidaknya terdapat tagihan BPJS Kesehatan terhadap 4.300 kasus fisioterapi di tiga rumah sakit dimaksud. Namun, setelah ditelusuri, ternyata hanya 1.000 kasus fisioterapi yang memiliki catatan medis. Demikian pula dengan katarak, dari 39 pasien yang diklaim harus operasi, ternyata hanya 14 orang saja yang patut dioperasi.

"Yang parah ini enggak ada apa-apa. Pasiennya enggak ada, terapi enggak ada, tetapi dokumen dibikin seakan (layanan kesehatan) itu ada. Itu yang kita bilang. Yang kita ambil hanya dua. Phantom billing ini orangnya ada, terapi enggak ada. Kedua medical diagnosa yang klaimnya kegedean", jelas Pahala Nainggolan.

Pahala membeberkan, ada dugaan kongkalikong antara petugas, dokter hingga manajemen RS untuk melakukan phantom billing. Yang mana, pihak RS awalnya mengumpulkan KTP masyarakat melalui bakti sosial, kemudian dokter yang sudah tidak bertugas seakan memeriksa pasien dan membuat surat eligibilitas peserta BPJS.

Selain itu, dibuat rekam medis, resume medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi dan pemeriksaan penunjang palsu. Dan, pihak RS menyusun serta melakukan klaim kepada BPJS Kesehatan.

Pahala menyebut, kecurangan tersebut juga terjadi di RS lain, baik milik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, Pahala mengingatkan RS untuk menghentikan praktik lancung dan mengembalikan kerugian negara.

Ditandaskan Pahala, bahwa KPK tidak akan segan memroses hukum RS yang mengabaikan peringatan. "Sekali lagi, kita himbau. Jadi, sukarela saja", tandas Pahala Nainggolan.

Selain proses hukum, RS yang terbukti melakukan kecurangan juga diancam dengan pencabutan izin dan kerja-sama dengan BPJS Kesehatan bakal disetop. *(HB)*