Baca Juga
Oleh : Drs. KH. Mas’ud Yunus, Wali Kota Mojokerto.
PUASA di bulan Ramadan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya fardlu ‘ain (wajib perorangan) atas tiap muslim yang sudah baligh. Ibadah puasa di syari’atkan pada tahun kedua hijriyah, sesudah turunnya perintah shalat dan zakat. Perintah puasa termaktub dalam Al-Quran surat Al-Baqoroh ayat 183, yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas umat yang terdahulu dari pada kamu, agar kamu bertaqwa (kepada Allah)”.
Berdasarkan ayat tersebut dan fakta sejarah, maka puasa adalah bukan barang baru. Ia sama tuanya dengan sejarah umat manusia sendiri. Hanya bentuk puasanya yang berbeda-beda. Peristiwa pelarangan Tuhan kepada Nabi Adam AS dan Ibu Hawa untuk makan buah Khuldi di Surga adalah bukti sejarah, pertanda puasa sudah bermula sejak awal manusia diciptakan.
Bangsa-bangsa purba juga telah mengenal dan memunyai tradisi Puasa. Seperti bangsa Mesir Purba, Yunani Purba, Hindu Purba dan masyarakat Cina sampai kini masih mengenal tradisi puasa. Juga suku-suku bangsa primitif yang terdapat di Amerika, Afrika dan Asia mempunyai tradisi puasa. Demikian pula suku-suku yang ada di negeri ini seperti orang Toraja di Sulawesi, Dayak di Kalimantan, Badui di Banten dan Kubu di Sumatera mengenal puasa.
Dalam sejarah agama-agama besar, puasa adalah merupakan salah satu ibadah yang penting. Karena memang Tuhan telah pernah mewajibkan puasa kepada umat-umat terdahulu dimana kepadanya dikirimkan Rosul-rosul Allah. Puasa telah diwajibkan pada zaman Nabi Musa AS, Nabi Daud AS, Nabi Isa AS.
Dalam Perjanjian Lama, kita dapat melihat pada Kitab Yesaya 58 : 3-6, dan Daniel 10 : 2. Dan dalam Perjanjian Baru Matius 6 : 16-17, 9 : 14-17. Lukas 5 : 33-38 dan Markus 2 : 18-22. Itu semua merupakan bukti sejarah bahwa puasa telah dikenal oleh umat terdahulu. Allah SWT telah menetapkannya sebagai Syari’at kepada umat nabi-nabi terdahulu.
Puasa dalam bahasa Arab disebut “Shoumun atau Shiyaamum”, artinya menahan diri dari segala sesuatu. Seperti menahan tidur, menahan makan, menahan minum, menahan bicara dan seterusnya.
Menurut istilah, puasa berarti menahan diri dari makan, minum dan bersenggama suami istri, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat melaksanakan perintah Tuhan dan mengharap Ridlo-Nya. Puasa harus dilakukan oleh setiap muslim dan aturan-aturannya wajib dipatuhi dengan seksama.
Puasa tidaklah dimaksudkan untuk siksaan fisik maupun rohani manusia. Maka manakala dalam keadaan tertentu yang bisa mendatangkan bahaya bagi manusia, boleh tidak berpuasa. Oleh karena itu ada beberapa golongan manusia yang diberikan keringanan atau Rukhshoh, bahkan ada yang dibebaskan dari kewajiban puasa. Al-Qur’an menjelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 184; “Barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yg ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.
Bagi yang melakukan kewajiban puasa dengan ikhlas, maka mereka dapat dikatakan telah membuktikan imannya kepada Allah SWT. Karena iman itu diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lisan dan harus dibuktikan dengan perbuatan. Maka seorang muslim adalah seorang yang memiliki integritas.
Berbicara tentang efek puasa bagi manusia, tentu ia harus diuji dari segi ilmu pengetahuan. Puasa itu selain merupakan ibadah kepada Allah SWT semata, hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan memperlihatkan dukungan terhadap ibadah puasa Islam. Segi-segi pengetahuan psikologi, paedagogi, sosiologi, ekonomi, kesehatan jasmani termasuk juga ilmu hitung dan ilmu falak mempunyai petunjuk-petunjuk baik.
Di dalam ilmu jiwa dan pendidikan, orang mengenal teori hidup disiplin, teori pengosongan, pemulihan tenaga, perbersihan dan lain sebagainya. Semuanya meyakinkan bahwa puasa menurut Islam memberi manfaat bagi perkembangan jiwa dan jasmani manuasia. Maka dari itu jika kita ingin dekat dengan Tuhan, hidup damai dan sehat jasmani rohani. Ayo puasa. (*)