Baca Juga
Rapat dengar pendapat Komisi I DPRD Kota Mojokerto dengan belasan perwakilan ahli waris tanah cawisan Lingkungan Bancang, Selasa (16/08/2016).
Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Luka hati yang telah mendalam 36 warga Kelurahan Wates Kecamatan Magersari Kota Mojokerto yang mengaku sebagai ahli waris tanah Cawisan di Lingkungan Bancang, sedikit terobati. Itu, setelah kalangan DPRD setempat menyatakan kesediaannya memperjuangkan tuntutan ganti rugi atas tanah cawisan milik 'moyang mereka' seluas 1,6 Hektar yang dijual oleh Pemda pada tahun 1982, dengan nilai kerugian sebesar Rp. 16 miliar.
Kesanggupan upaya mengurai benang kusut pada 'jaman baheula' ini diungkapkan oleh para politisi yang duduk di Komisi I DPRD Kota Mojokerto dalam rapat dengar pendapat dikantor Dewan setempat, Selasa (16/8) kemarin. Sontak, sejumlah ahli waris yang hadir dalam rapat dengar pendapat itupun meresponnya dengan suka-cita dan ribuan-harap atas janji para wakil rakyat yang duduk di Komisi I itu. "Terus terang, ini adalah respon yang menyenangkan selama perjuangan kami sejak tahun 1982. Tidak pernah sekalipun kami ditemui seperti ini, baik oleh Dewan sebelumnya ataupun pihak Pemda", ujar ketua paguyupan ahli waris tanah cawisan Lingungan Bancang, Ibnu Sulkan.
Pensiunan Polisi PP Kota Mojokerti ini mengapresiasi tanggapan positif dari para Wakil Rakyat itu dan berharap persoalan ganti rugi materiil yang diminta oleh para ahli waris tanah cawisan Lingkungan Bancang dapat terlaksana. "Kami sangat mengapresiasi ini. Dan semoga, permintaan kami terkabulkan", tandas Sulkan.
Dalam rapat dengar pendapat ini menghadirkan seorang saksi yakni Kasdikin mantan Lurah Wates. Dalam forum ini membeberkan adanya tanah cawisan yang merupakan irisan petani gogol. "Tanah tersebut diserahkan pengelolaannya kepada warga penganggur dengan sistem bagi hasil. Dan tanah itu bukan menjadi aset Pemda melainkan murni milik warga", terang Kasdikin.
Enang Soetarto saat menyampaikan kronologi risalah penjualan tanah cawisan Lingkungan Bancang milik para ahli waris oleh Pemda, Selasa (16/08/2016), diruang rapat kantor DPRD Kota Mojokerto.
Sementara itu, Enang Soetarto, mantan Kabag Hukum Pemda setempat yang ditunjuk warga sebagai juru bicara bercerita panjang lebar terkait risalah tanah cawisan tersebut. Ia menyatakan, mengapa Pemda yang harus membayar ganti rugi ini...!? Karena statemen Walikota Mojokerto Samioedin, waktu itu. "Waktu itu pak Samioden mengatakan, yang tanya tanah Wates silahkan meminta ganti rugi ke saya. Itu diutarakannya dalam forum terbuka warga pemilik lahan sambil menunjukan cek pembayaran tanah tersebut oleh Perumnas", ujarnya.
Apalagi, lanjut Enang, Pemda juga yang menerima dan memanfaatkan uang itu, karena uang tersebut masuk Kas Daerah. Enang pun mengaku tak habis pikir, karena menurutnya proses jual-beli mestinya harus melalui pemilik atau ahli waris tanah cawisan. "Mestinya jual-beli itu melibatkan pembeli dan penjual. Tapi dalam jual-beli ini, hanya diwakili oleh Pemda", lanjutnya.
Lebih dalam, mantan Kabag Hukum Pemkot Mojokerto ini menegaskan, dalam beberapa kali tuntutannya kepada Pemkot, ia mendapati kemungkinan hilangnya berkas pembebasan di Bagian Pemerintahan. "Kemungkinan besar, berkas itu hilang dari arsip Pemda. Karena waktu kita telusuri di Bagian Pemerintahan, arsip diatas dan dibawahnya ada, namun bagian yang itu tidak ditemukan. Maka, satu-satunya jalan, bisa diketahui dengan melihat tanda bukti pembayaran Perumnas ke Pemda", tegasnya.
Sementara itu, dari pihak Dewan, anggota Komisi I Deny Novianto menyatakan merespon masalah ini. "Kita harus berkoordinasi dengan DPPKA dan BPK, jika nantinya Pemda harus membayar ganti rugi. Sebab, sistem keuangan Negara saat ini jauh lebih rumit dengan metode pengawasan yang ketat. Apalagi ini persoalan sudah sangat lama sekali", katanya.
Menurutnya, pihak Dewan bakal menelusuri kemana larinya dana tersebut. "Persoalannya, jika tanah tersebut bukan merupakan aset, kenapa dananya lari ke Kasda. Akan kita urai persoalan ini dengan hati-hati", sergahnya.
Hal senadapun disampaikan Wakil Ketua Dewan, Umar Faruq. "Pertama-tama kita butuh bukti kepemilikan sebagai dasar untuk memanggil sejumlah pihak termasuk BPN yang berkaitan dengan ini. Kita tidak bisa melangkah tanpa ilmu yang memadai. Yang jelas, kita akan memperjuangkan masalah ini. Namun, kita butuh bahan yakni bukti kepemilikan terkait itu", tandasnya.
Untuk itu, pihaknya akan menindak-lanjutinya dengan memanggil sejumlah instansi terkait. Seperti Bagian Pemerintahan, DPPKA, BPN, Lurah setempat bahkan pihak Perumnas sekalipun.
*(Yd/DI/Red)*