Baca Juga
Kondisi pengerjaan proyek Pembangunan Jembatan Miji—Tropodo, Kamis (27/10/2016).
Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Standart keselamatan proyek Pembangunan Jembatan Miji—Tropodo, Kota Mojokerto senilai Rp. 845.9655.000,- disorot Dewan. Pasalnya, pekerjaan CV. Temayang Poera itu dinilai mengabaikan keselamatan nyawa warga sekitar dan pengguna jalan Raya Tropodo serta ada kecenderungan merusak lingkungan setempat. Bahkan, rekanan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) itu tampak membiarkan begitu saja bibir tanggul yang telah dikeruk, sedang bagian atas tanggul bekas kerukan yang bersentuhan langsung dengan jalan raya hanya ditutup terpal.
Tak hanya itu saja, pihak kontraktor pelaksana proyek Pembangunan Jembatan Miji—Tropodo ini juga membongkar sejumlah taman milik Pemerintah setempat. Aneh dan ironis sekali, di satu sisi Pemkot menggelontorkan APBD hingga ratusan juta rupiah untuk pembuatan ataupun perbaikan taman, sementara ruang terbuka hijau yang sudah tertata disini, dirusak dengan begitu saja.
Seorang warga biasa saja, bisa menilai jika pengerjaan proyek tersebut sembrono. Ini menunjukkan, bahwa fungsi perencanaan dan pengawasan yang sangat lemah. "Pembongkaran tanggul sungai Sadar dikala musim penghujan seperti ini, sangat membahayakan keselamatan warga sekitar dan pengguna jalan. Sungai ini rawan banjir dan sering menggenangi pemukiman warga Kelurahan Miji dan Lingkungan Tropodo. Apalagi sekarang ini tanggulnya dibongkar tanpa ada penahan tanggul sementara baik dikawasan Miji dan ruas Tropodo", ujar Ulil Amri warga Lingkungan Meri Kelurahan Meri, Rabu (27/10/2016).
Ulil berharap, pembongkaran tanggul ini dimusyawaeahkan dahulu dengan warga sekitar. Sehingga dampak lingkungan seperti banjir dan longsor dapat diantisipasi sedini mungkin. "Harusnya dimusyawarahkan dulu. Jangan asal bongkar seperti ini, ini ngawur namanya. Kalau dimusyawarahan dengan warga, minimal kalau banjir warga bisa berkemas sejak awal", sindirnya.
Menurut Ulil, jika diamatinya jumlah pekerjanya sangat minim. Yang mana, hal itu tentunya bakal berpengaruh terhadap waktu penyelesaian proyek ini. Sementara, sesuai peringatan BMKG curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober ini hingga Pebruari tahun depan. Yang mana, hal tersebut bisa berakibat fatal. "Dengan jumlah yang minim, tentunya pengerjaannya memakan waktu lama. Mestinya, Pemkot memperhatikan peringatan BMKG. Kalau prakiraan BMKG kejadian, bisa berakibat fatal pada warga", pungkasnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Yunus Suprayitno meminta agar rekanan Pemkot tak main-main dengan pekerjaannya. "Unsur keselamatan warga sekitar termasuk pengguna jalan jangan diabaikan. Kalau pengerukan tanggul itu tidak menggunakan penahan apapun, jelas itu membahayakan jiwa. Iya kalau sungai kecil didepan rumah saya. Ini sungai yang tergolong besar dan bisa menyebabkan banjir", sorotnya.
*(Yd/DI/Red)*