Selasa, 03 Maret 2020

Interpelasi Terhadap Wali Kota Mojokerto Dipastikan Kandas

Baca Juga



Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Penggunaan Hak Interpelasi yang awalnya diusulkan oleh 10 (sepuluh) dari 25 (dua puluh lima) Anggota DPRD Kota Mojokerto, terindikasi kuat 'gagal total'. Menyusul, 5 (lima) dari 6 (enam) fraksi yang ada di DPRD Kota Mojokerto menyatakan menolak penggunaan salah-satu Hak Dewan tersebut.

Penolakan penggunaan Hak Dewan untuk memanggil Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari tersebut, mereka sampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Mojokerto tentang Penyampaian Pandangan Fraksi atas Penjelasan Pengusulan Hak Interpelasi terkait dampak dari 'mangkrak dan putus kontrak' proyek Normalisasi Saluran Air tahun 2019 yang digelar pada Selasa (03/03/2020) siang.

Melemahnya sikap beberapa Anggota Dewan penginisiasi penggunaan Hak Interpelasi yang dimotori Fraksi PKB tersebut, sebenarnya sudah tercium aromanya sejak beberapa waktu pasca digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) Ke-III yang menghadirkan pihak Dinas Pekerjaaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) setempat, LPSE, Konsultan hingga pihak Kontraktor Pelaksana proyek yang digelar pada Jum'at (17/01/2020) silam.

Anggota Dewan penginisiasi penggunaan Hak Interpelasi yang mencabut usulan penggunaan Hak Interpelasi, kali pertama Moch. Harun dan Agung Soecipto dari Fraksi Gerakan Keadilan Pembangunan (F-GKP) dan Suliyat dari F-PDIP mundur pada tanggal 24 Februari lalu. Menyusul kemudian Moch. Risky dari F-PDIP dan Indro Tjahjono dari F-Demokrat.

Kini tinggal Anggota Fraksi PKB, yakni Djunaedi Malik, Sulistiyowati, Choiroyaroh dan Wahyu Hidayat serta Febriyana Meldyawati yang tetap kokoh pada usulannya.

Sementara itu, dalam Rapat Paripurna Penyampaian Pandangan Fraksi Atas Penjelasan Pengusulan Hak Interpelasi pada Selasa (03/03/2020) siang, 5 (lima) fraksi dari 6 (enam) fraksi yang DPRD Kota Mojokerto menyampaikan sejumlah pandangannya.

Yang mana, Fraksi Demokrat melalui Udji Pramono selaku Juru Bicara (Jubir) mengungkapkan, bahwa terlalu dini dan tergesa-gesa diusulkannya Interpelasi tersebut. Alasannya, penggunaan Hak Interpelasi dilakukan segera setelah RDP.

"Penggalian data juga kurang komprehensif. Dampak proyek hanya satu lokasi, tidak berdampak luas kepada masyarakat", lontarnya.

Udji pun mengungkapkan, bahwa Ika Puspitasari dilantik menjadi Wali Kota Mojokerto baru pada Desember 2018. Sehingga, pihaknya masih bisa memakluminya.

''Itu tahun pertama setelah menjabat, sehingga kami memaklumi jika belum maksimal. Seyogyanya ada pembinaan dari DPRD sebagai fungsi pengawasan", ungkapnya.

Namun demikian, Udji Pramono menegaskan, jika hal itu terjadi lagi dan berdampak kepada masyarakat luas, pihaknya akan dipertimbangkan untuk menggunakan Hak Dewan.

"Kalau kejadian ini terjadi lagi dan ada dampak lagi tahun berikutnya, maka kami mempertimbangkan untuk menggunakan hak-hak DPRD. Kami atas nama fraksi mohon maaf apabila belum mendukung adanya interpelasi. Itu tidak dikarenakan karena kami dekat wali kota. Tapi semata-mata alasan proporsionalitas, bukan alasan politik atau apapun", pungkas Udji Pramono.

Fraksi PAN melalui Juru Bicaranya, Mulyadi mengungkapkan, adalah tidak adil menilai kegagalan proyek hanya dari sidak 4 proyek. "Dari 89 proyek, ada 4 proyek yang kanda, capaiannya 81 persen. Namun, harus ada evaluasi dari kekurangan yang ada dan itu harus diperbaiki untuk masa mendatang", cetusnya.

Menurut Fraksi PAN, pihak eksekutif sudah menjalankan mekanisme dengan adanya proyek putus kontrak. Pihaknya berharap, ke depan Pemkot melakukan pembenahan kinerja.

"Memang itulah mekanismenya. Fraksi PAN berharap, kedepan agar ada pembenahan kinerja. Dengan tetap menghargai pengusung interpelasi, maka hak interpelasi tidak perlu dilanjutkan, karena dengan RDP tiga kali sudah mendapat kejelasan", urainya.

Sementara Fraksi GKP melalui jubir Budiarto mengatakan, "Kami menghormati hak interpelasi sebagai penguatan pengawasan daerah. Terkait dengan usulan interpelasi, FGP menilai kurang tepat kalau itu dinarasikan pada level pengambil kebijakan karena melibatkan banyak pihak," tandasnya.

"Menyikapi laporan masyarakat, kami berpendapat, data dan masukan dan RDP perlu dikaji lebih lanjut. Jika akar permasalahan di level pengambil kebijakan, jika permasalahan yang terjadi bersifat lokal, tidak tepat kalau kesalahan dilimpahkan ke pimpinan (Wali Kota). Dengan ini kami berkesimpulan, interpelasi belum perlu dilakukan", pungkasnya.

Hal senada disampikan Fraksi PDIP melalui Jubirnya, Ery Purwanti, bahwa untuk menetapkan interpelasi diperlukan banyak pertimbangan. "Ada hal seperti kondusivitas daerah harus dijaga. Kegaduhan bisa menyebabkan pembahasan APBD terganggu. Itu semua dapat dikomunikasikan", katanya.

PDIP juga menawarkan solusi, yakni wali kota dapat sidak langsung dan menjelaskan ke warga terkait pekerjaan yang tertunda. "Mengingatkan wali kota agar lebih cermat dalam menjalankan mekanisme tender", ujarnya.

Senada dengan 4 fraksi lainnya, Jubir Fraksi Golkar Agus Wahjudi Utomo menilai, bahwa proyek 2019 tidak bisa dikatakan gagal total. Secara komprehensif, Pemkot telah melakukan kajian penanganan genangan banjir.

"Eksekutif sudah berupaya dan masih melakukannya. Kami menyadari ada kekurangan Pemkot dalam menyikapi proyek fisik, namun ada kesempatan untuk berbenah. Pemkot sudah menanggulangi proyek yang ada dengan menggunakan dana pemeliharaan", pungkasnya. *(Yd/DI/HB)*