Kamis, 18 Juni 2020

KPK Menilai, Peserta Program Kartu Prakerja Tidak Sesuai Target Perkerja Terdampak Covid–19

Baca Juga

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat menyampaikan Hasil Kajian KPK atas  pelaksanaan Program Kartu Prakerja dalam konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 18 Juni 2020.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, peserta program Kartu Prakerja tidak sesuai dengan target program Kartu Prakerja terdampak pandemi wabah Covid–19. Hal ini, disampaikan KPK dalam konfrrensi pers tentang hasil kajiannya mengenai program Kartu Prakerja yang di peruntukkan bagi calon pekerja dan pekerja yang menjadi korban PHK saat pandemi wabah virus corona atau Corona Virus Disease – 2019 (Covid–19).

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Kamis 18 Juni 2020, Wakil Ketua KPk Alexander Marwata mengatakan, Kementerian Tenaga Kerja dan BPJS Ketenaga-kerjaan telah memiliki data pekerja yang terkena PHK berjumlah 1,7 juta orang. Yang mana, para pekerja itu masuk dalam whitelist.

"Faktanya, hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143 ribu. Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk 3 gelombang yaitu 9,4 juta pendaftar, bukanlah target yang disasar oleh program ini", kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 18 Juni 2020.

Alex mengungkapkan, KPK juga menyoroti pengadaan face recognition (sistem pengenalan wajah) dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja yang anggarannya sebesar Rp. 30,8 miliar. Menurut KPK, pengadaan tersebut tidak efisien. "Penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai", ujarnya.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menegaskan, seharusnya whitelist 1,7 juta orang pekerja yang terkena PHK menjadi prioritas peserta program Kartu Prakerja. Namun, pemerintah justru membuka pendaftaran secara daring. Hal ini, membuat pekerja yang benar-benar terdampak Covid–19 tidak terakomodasi.

"Sebenarnya Kemnaker, BPJS TK, asosiasi sudah setor nama. Ada sekitar 1,7 juta pekerja se-Indonesia (kena PHK). Kami bilang, kalau sudah ada nama ngapain juga dibuka pendaftaran. Kami bilang, BPJS TK misalnya orang berhenti bayar iuran pasti di-PHK, datangi, suruh ikut pelatihan. Sudah pasti itu targetnya", tegas Pahala.

"Kita pikir whitelist ini dikasih porsi cukup dan didatangi. Karena ini ada (pekerja terdampak Covid–19) orang tua misalnya di atas 45 tahun suruh daftar daring, lewat HP pula, kebayang...!? Bisa lebih tepat sasaran kalau 1,7 juta (pekerja terdampak Civid–19) ini didatangi bukan menunggu mereka daftar daring", tambahnya.

Pahala menandaskan, penggunaan face recognition cukup memastikan peserta program Kartu Prakerja merupakan orang sebenarnya hanya perlu verifikasi NIK ke Dukcapil.

"Mereka anggarkan sekitar Rp. 30 miliar dan kita sarankan enggak usah face recognition. Pakai NIK diverifikasi ke Dukcapil pasti benar", tandasnya. *(Ys/HB)