Sabtu, 20 Februari 2021

Putusan PKPU Dianggap Tak Adil, Korban Nasabah Kresna Life Akan Ajukan Kasasi

Baca Juga



Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang Homologasi kasus gagal bayar dana nasabah PT. Asuransi Jiwa Kresna (PT AJK) atau Kresna Life dalam Perkara PKPU Nomor: 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.PSt di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis 18 Februari 2021 telah berakhir. Namun, putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim dianggap belum berkeadilan, karena isi dari perjanjian dianggap akan merugikan nasabah korban Kresna Life.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua majelis hakim Tuty Haryati, SH., MH. didampingi Hakim Anggota Bambang Nurcahyono, SH., Mhum dan Agung Suhendro, SH., MH. serta Panitera Pengganti Aldino Heryanto, SH., MH. tersebut, sempat disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Tuty Haryati kepada para pihak, yakni jika ada yang tidak puas dengan putusan ini bisa mengajukan upaya hukum. 

Ir. Soegiharto Santoso selaku salah-satu perwakilan nasabah korban Kresna Life menyampaikan kekecewaannya saat mengikuti sidang putusan PKPU tersebut. Yang mana, Menurut Hoky, sapaan Ir. Soegiharto Santoso, tidak melihat dalam sidang tersebut hadirnya para tim pengurus dan tidak terlihat kehadiran pengacara Dr. Benny Wullur SH., MH. selaku kuasa hukum Pemohon.


“Tentunya kita menghormati keputusan yang diambil majelis hakim, namun ada beberapa nasabah yang akan melakukan upaya hukum lain yakni Kasasi atau Peninjauan Kembali terhadap putusan tersebut. Saya sendiri turut juga mengritisi jalannya sidang yang tidak dihadiri para tim pengurus", terang Hoky usai sidang putusan, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Kamis (18/2/2021).

“Saya dan beberapa teman-teman pasti akan melakukan upaya hukum kasasi karena ada banyak kejanggalan, diantaranya sehari sebelum dilakukan voting yaitu hari Minggu, tanggal 31 Januari 2021 diatas Pk 22.00, pengiriman perjanjian perdamaian baru dikirim ke para nasabah, sementara keesokan pagi Pk 09.00 harus voting penentuan. Ini kan tindakan yang tidak berprikemanusiaan terhadap para nasabah yang berusia lanjut, yang sedang sakit, serta yang berdomisili di luar kota, yang sangat tidak mungkin hadir dengan waktu yang sangat berdekatan. Untuk menunjuk kuasa hukum untuk hadir kan tidak memungkinkan karena waktu sudah malam sementara isi perjanjiannya harus dipelajari dan ternyata sangat tidak berkeadilan", lanjut Hoky yang juga berprofesi sebagai wartawan dan menjabat Ketua Bidang Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI).

Ia juga menerangkan, bahwa pihaknya telah dua kali bersurat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Ketua Majelis Hakim, Hakim Pengawas, Kahumas PN JakPus, Pejabat Pembuat Komitmen PN JakPus dan Direktur Operasional PT AJK serta Tim Pengurus terkait peristiwa dimana dirinya menjadi saksi dalam proses voting. Menurutnya, saat itu ada provokasi dari salah satu tim pengurus, sehingga hampir terjadinya perkelahian.

“Saya juga sudah bersurat kepada  Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar berkenan menyimpan dengan baik rekaman CCTV sebagai bukti rekaman peristiwa kericuhan didalam proses perhitungan hasil voting pada hari Senin, tanggal 01 Februari 2021, berkisar pada Pk 19:16 hingga Pk 19:22, agar supaya jika suatu saat dibutuhkan oleh pihak berwenang dapat diserahkan sebagai bukti rekaman CCTV", terangnya juga.

Dijelaskannya, bahwa didalam surat tersebut, pihaknya juga sudah mempertanyakan tentang alasan dimana kejadian tersebut tidak ada dalam rekaman video Youtubenya (hanya ada direkaman CCTV), padahal sejak awal telah disebutkan oleh tim pengurus, bahwa semuanya bisa dilihat melalui channel youtube.


Hoky juga menjelaskan, pada awalnya, inti dari isi surat yang dilayangkannya, adalah untuk meminta dilakukan sedikit revisi isi surat perjanjian perdamaian pada Pasal 8.4. dengan menghapuskan kalimat pada bagian tulisan yang berbunyi: 'karenanya, jika terjadi percepatan pemulihan kondisi perekonomian Indonesia, maka Perseroan dapat melakukan percepatan penyelesaian tagihan kepada kreditor secara lebih awal/cepat, begitu juga sebaliknya jika ternyata terdapat kendala/hambatan dalam melakukan proses penjualan aset-aset investasi milik Perseroan yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya pembayaran sesuai Skema Penyelesaian yang diatur dalam Pasal 4, maka sisa persentase dari tagihan yang tidak dapat dipenuhi akan diselesaikan pada jadwal berjalan berikutnya sampai dengan Tanggal Pelunasan Akhir. Sebab jika hal itu tidak dihapuskan, maka akan ada peluang sisa persentase dari Tagihan yang tidak dapat dipenuhi tersebut dijadwal ulang lagi dan akan berlangsung secara berulang-ulang dan tidak ada kepastian hukum dalam penyelesaian tagihan kepada Kreditornya'.

“Untuk itu saya minta dihilangkan bagian ini saja, meskipun masih sangat banyak isi perjanjian yang tidak berkeadilan, tapi hanya untuk menghapuskan bagian tersebut saja tidak dilakukan, sehingga hal ini patut diduga telah mencerminkan adanya itikad tidak baik dari pihak Debitur", jelas Hoky juga.

Hoky menegaskan, bahwa untuk kejanggalan-kejanggalan lainnya akan diuraikan secara lengkap kedalam surat memori Kasasi yang sedang disusun oleh pengacara Otto, SH dan teman-temannya.

“Pak Otto, SH. saat ini sedang menyusun surat memori kasasinya dan kami yakin serta percaya permohonan kami akan dikabulkan pada tingkat Kasasi nanti. Sebab, sangat banyak kejanggalan dalam proses PKPU ini sejak dari awalnya dan fakta sangat nyata tentang isi surat perjanjian perdamaian yang tidak berkeadilan", tegasnya.

"Saya juga memohon maaf kepada teman-teman yang merasa khawatir karena kami melakukan upaya hukum lanjutan ini, tujuan kami juga menginginkan kepastian hukum yang berkeadilan. Di sini kami sampaikan juga, bahwa apa yang kami lakukan yakni upaya hukum lanjutan tidak akan berdampak pada proses pembayaran dari pihak Kresna, sampai nanti ada putusan, sehingga sangat berbeda dengan proses PKPU. Untuk itu, kami juga memohon doa restunya", pungkas Hoky. *(HGM/HB)*