Selasa, 09 November 2021

Batal Diperiksa KPK, Saksi Dugaan Korupsi Cukai Pemkab Bintan Meninggal

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bintan Muhammad Hendri sebagai salah-satu Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengaturan cukai di Kabupaten Bintan periode tahun 2016–2018, karena telah meninggal dunia.

"Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bintan Muhammad Hendri, informasi yang kami terima, yang bersangkutan telah meninggal dunia", kata Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (09/11/2021).

Ali Fikri menerangkan, sebelumnya Hendri dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai Saksi atas perkara dugaan TPK pengaturan cukai pada Senin (08/11/2021) kemarin. Namun, berhubung Hendri telah meninggal dunia, Tim Penyidik KPK akhirnya hanya malakukan pemeriksaan terhadap 5 (lima) Saksi lainnya di Markas Polres Tanjung Pinang.

Adapun 5 Saksi lain yang diperiksa tersebut salah-satunya merupakan Staf Bidang Perindag dan Penanaman Modal Badan Pengusahaan Bintan Wilayah Kabupaten Bintan dan Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan Alfeni Harmi.

Lainnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pemkab Bintan Mardhiah, Anggota Bidang Perdagangan dan Penanaman Modal pada Badan Pengusahaan (BP) Kabupaten Bintan Risteuli Napitupulu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Bintan Edi Pribadi dan Anggota Bidang Pengawasan dan Pengendalian BP Kabuaten Bintan Radif Anandra.

Ali Fikri memastikan, dengan meninggalnya Muhammad Hendri, tentunya KPK akan menghadirkan Saksi lain untuk memperkuat dugaan TPK yang menjerat Apri Sujadi selaku Bupati Bintan yang kini telah berstatus sebagai Tersangka atas perkara tersebut.

Tim Penyidik KPK memeriksa para Saksi tersebut untuk mendalami peran Apri Sujadi selaku Bupati Bintan yang diduga memberikan arahan terkait penerimaan 'fee' kuota rokok dan minuman alkohol (Minol) di Kabupaten Bintan.

"Para Saksi hadir dan didalami keterangannya, antara lain terkait dengan dugaan arahan berulang dan berlanjut dari tersangka AS untuk mendapatkan fee atas setiap pemberian ijin kuota rokok dan minuman beralkohol di BP Bintan tahun 2017 sampai dengan 2018", terang Ali Fikri.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Apri Sujadi selaku Bupati Bintan dan Moh. Saleh H Umar selaku Plt. Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan sebagai Tersangka.

KPK menduga, pada periode 2017–2018, Apri Sujadi selaku Bupati Bintan diduga menerima uang sejumlah Rp. 6,3 miliar. Sedangkan Moh. Saleh H Umar selaku Plt. Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan diduga menerima Rp. 800 juta.

Uang-uang itu diperoleh dari para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Kabupaten Bintan. KPK menduga, akibat perbuatan kedua Tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp. 250 miliar

Apri dan Moh. Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua Tersangka saat ini sedang menjalani masa tahanan sementara untuk 20 hari pertama. Apri ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih, sedangkan Mohd Saleh ditahan di Rutan KPK Kavling C1 ACLC.

Perkara ini bermula ketika pada periode 2016–2018 Apri dan Moh. Saleh diduga melakukan penetapan kuota rokok maupun minuman alkohol di BP Bintan dengan menentukan sendiri tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar.

BP Bintan diketahui sejak 2016 sampai 2018 telah menerbitkan Kuota Minuman Alkohol kepada PT. Tirta Anugrah Sukses (PT. TAS) yang diduga belum mendapatkan ijn edar dari BPOM.

"Dugaannya, terdapat kelebihan (mark-up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud", terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers petetapan status Tersangka serta penahanan Apri Sujadi dan Mohd Saleh H Umar beberapa waktu lalu.

Alexander Marwata menegaskan, perbuatan Apri dan Moh. Saleh sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 47/PMK.04/2012 yang diperbaharui dengan Nomor: 120/PMK.04/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai.

"Atas perbuatannya, Apri dari tahun 2017 sampai 2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp. 6,3 Miliar dan Saleh dari tahun 2017 sampai  2018 juga diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp. 800 juta. Perbuatan kedua Tersangkan mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp  250 Miliar", tandasnya.

Sebelum perkara ini ditangani KPK, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lebih dulu mengirimkan surat nomor:  S-710/BC/2015 tentang Evaluasi Penetapan Barang Kena Cukai (BKC) ke KPBPB. Surat ini di antaranya berisi teguran kepada BP Bintan terkait kuota rokok yang diterbitkan pada tahun 2015 lebih besar dari yang seharusnya. *(Ys/HB)*