Rabu, 06 Maret 2024

Kata KPK, Fee Proyek Antara 5 Sampai 15 Persen Sudah Lazim

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi arahan dalam Rakornas Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa yang digelar Tim Stranas PK, di Gedung Juang KPK Jakarta Selatan, Rabu (06/03/2024).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, pemberian "fee" proyek dengan nilai 5 sampai 15 persen dalam proyek pengadaan di lingkungan pemerintah merupakan hal yang lazim terjadi. Hal ini, dikatakan Alex dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa yang digelar Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).

Dalam Rakornas yang dihadiri sejumlah perwakilan dari kementerian/ lembaga termasuk perwakilan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tersebut, Alexander Marwata mengatakan, nilai belanja pemerintah terkait pengadaan barang dan jasa sangat memungkinkan dan seringkali ditemukan praktek korupsi.

“Permintaan fee itu sudah menjadi suatu yang lazim. Fee proyek antara 5 sampai 15 persen itu adalah sesuatu yang lazim", kata Wakil Ketus KPK Alexander Marwata dalam Rakornas Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa  yang digelar Tim Stranas PK, di Gedung Juang KPK Jakarta Selatan, Rabu (06/03/2024).

Alexander Marwata pun mengatakan, bahwa sekitar 90 persen perkara korupsi yang ditangani oleh KPK, terkait dengan pengadaan barang dan jasa.

“Perkara korupsi pada persidangan, hampir 90 persen menyangkut barang dan jasa. Perkara korupsi yang ditangani KPK gratifikasi dan penyuapan, bila ditelaah lebih lanjut, erat kaitannya dengan barang dan jasa, misalnya kontraktor yang ingin mendapat proyek dengan menyuap atau membeli proyek dengan gratifikasi", terang Alexander Marwata.

Ditegaskan Alexander Marwata, bahwa berdasarkan data KPK, hingga 10 Januari 2024, KPK telah menangani 1.512 perkara korupsi. Dari jumlah perkara tersebut, 339 perkara terjadi di sektor PBJ. Menyusul terbanyak kedua terbanyak kedua perkara penyuapan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya strategis untuk menciptakan sistem pengadaan yang transparan dan dapat mencegah korupsi.

Alex mengungkapkan, bahwa sejak dahulu berbagai upaya korupsi di sektor PBJ telah dilakukan, salah-satunya lelang berbasis elektronik melalui e-procurement. Namun, dalam perjalanannya, masih saja banyak modus penyimpangan.

“Dulu lelang PBJ lewat e-procurement, namun dengan gampang diakali. Para vendor dengan gampang melakukan persekongkolan di luar, melakukan kesepakatan, dan menentukan pemenang lelang. Bahkan, dokumen lelang telah diatur dalam satu komputer", ungkap Alexander Marwata.

Pada kesempatan ini, Alex berpesan, modus penyelewengan pada platform digital pengadaan perlu diawasi secara intensif oleh Inspektorat atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di berbagai instansi. Untuk itu, APIP harus memiliki akses pada platform digital pengadaan seperti e-katalog, sehingga proses pengadaan di lingkungan pemerintah secara keseluruhan dapat diawasi

Alex pun menyampaikan, bahwa ia meyakini para APIP di lingkungan pemerintah daerah mengetahui proses pengadaan barang dan jasa itu dikorupsi. Belanja negara itu diwarnai persekongkolan hingga kesepakatan jahat antara pemerintah dengan vendor atau perusahaan penyedia barang. Hanya saja, para APIP itu merasa sungkan karena tidak jarang perusahaan yang dihadapi dekat dengan pusat kekuasaan.

“Bapak ibu ya agak sedikit mungkin sungkan ketika berhadapan dengan vendor yang kemudian bapak ibu ketahui ada hubungannya dengan pimpinan tertinggi di daerah tersebut", ujar Alexander Marwata.

Alex menandaskan, jika para APIP menghadapi situasi tersebut, bisa melaporkan dugaan korupsi itu ke aparat penegak hukum (APH) setempat. Namun, KPK mengetahui bahwa APH di daerah juga terikat dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Karena itu, Alex mendorong agar para APIP melaporkan dugaan korupsi itu ke KPK. Pihaknya berjanji, akan menindak-lanjuti aduan yang masuk.

“Laporkan ke KPK. Enggak usah ragu, tidak usah ragu bapak ibu sekalian, kami akan melindungi siapa pihak pelapor dan kami akan menindak-lanjuti tentu saja", tandas Alexander Marwata.

Terkait hal itu, Stranas PK telah meluncurkan sistem pengawasan e-katalog atau e-audit yang mulai diterapkan untuk pengadaan barang dan jasa (PBJ) tahun 2023–2024. Fitur pengawasan ini dibangun melalui sinergi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang di dalamnya menyediakan data transaksi yang bersifat anomali atau berisiko fraud yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian awal dalam kegiatan audit PBJ.

Data tersebut dapat diakses melalui https://kendali.inaproc.id, yang terus dikembangkan untuk membangun notifikasi deteksi dini terhadap indikasi fraud. *(HB)*