Baca Juga
Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Mengimplementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, sekaligus mengantisipasi potensi timbulnya permasalahan hukum pasca menjalankan tugas pelaksanaan kegiatan proyek pengadaan barang dan jasa, Rabu (11/01/2017) siang, Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto bekerja-sama dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto yang dituangkan dalam nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) tentang Penanganan Permasalahan Hukum Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN).
Prosesi penanda-tanganan nota kesepahaman yang dihelat di Pendopo Graha Praja Wijaya milik Pemkot Mojokerto ini, Walikota Mas'ud Yunus bertindak mewakili pihak Pemkot Mojokerto sedangkan dari pihak Kejari Mojokerto diwakili oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Mojokerto, Halilah Rahma Purnama. Dimana, dengan ditanda-tanganinya MoU tersebut, maka bantuan dari Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) akan dapat memaksimalkan penyerapan APBD Kota Mojokerto TA 2017 hingga mencapai minimal 95% dari total nominal Rp. 915 miliar.
Sebagaimana sambutan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus yang dituturkan usai prosesi penanda-tanganan MoU tersebut, bahwa penyerapan APBD Kota Mojokerto TA 2016 mencapai 91% dari total anggaran sebesar Rp. 1,007 triliun. Meski capaian penyerapan APBD tersebut tergolong tinggi, masih terdapat beberapa persoalan dalam penggunaan anggaran. Dicontohkannya, pengadaan kain seragam sekolah gratis bagi siswa SD—SMA negeri dan se Kota Mojokerto senilai Rp. 3,843 miliar yang dalam perjalanannya mengalami re-tender (lelang ulang), sehingga berujung dengan molornya schedule waktu pelaksanaan. "Karena harus tender ulang, pengadaan seragam gratis yang rencananya akan dibagikan pada bulan Juli itu molor dan baru bisa dibagikan bulan Nopember. Ini merugikan masyarakat, karena para orang tua harus beli baju seragam untuk sekolah anaknya. Mestinya uang itu bisa digunakan untuk keperluan lainnya", tutur Wali Kota Mas'ud Yunus, Rabu (11/01/2017).
Lebih jauh, Walikota Mas'ud Yunus menerangkan, bahwa dengan adanya MoU tersebut, apabila Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkot Mojokerto memiliki kegiatan pengadaan barang dan jasa, maka bisa langsung berkonsultasi dan minta pendampingan dari pihak Kejari, sehingga penyerapan anggaran bisa maksimal dan tidak permasalahan dikemudian hari. “SKPD apabila memiliki kegiatan pengadaan barang dan jasa, jangan malu-malu minta pendampingan ke Kejari. Bisa dimulai dari perencanaan, pelelangan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi. Sehingga, endingnya bisa maksimal dan sesuai dengan instruksi dari Pemerintah Pusat", terangnya.
Ditegaskannya, dengan adanya MoU itu, akan terbangun sinergi antara Kejaksaan dan Pemkot Mojokerto. Sehingga, pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa di Pemkot Mojokerto akan lancar dan aman. “Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa di Pemkot Mojokerto akan aman dan lancar. Sehingga, hasilnya bisa segera dinikmati masyarakat. Karena itu, kita perlu bersinergi dengan melakukan konsultasi-konsultasi ke Kejaksaan terkait masalah aturan. Hal ini, agar apa yang kita lakukan tak berdampak dan bermasalah di kemudian hari. Saya ingin semua ASN (Red : aparatur sipil negara) di Kota Mojokerto jika pensiun dari pekerjaannya juga pensiun masalahnya. Dan semoga, tidak ada yang pensiun pekerjaannya tapi permasalahannya masih mengikuti. Na'udhu billahi mindzalik...!", tegas Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus.
Wali Mas'ud Yunus menandaskan, dengan ditanda-tanganinya kerja-sama tersebut, Kejari Kota Mojokerto pun bisa memberikan advokasi dan monitoring terhadap para pejabat dalam menggunakan uang negara dan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi para pejabat pelaksana kegiatan sehingga tidak takut dalam membelanjakan APBD, sehingga serapan lebih dapat maksimal. "Penyerapan anggaran tahun 2016 sebesar 91% dari total APBD senilai Rp. 1,007 triliun. Kondisi ini naik jika dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 85%. Tahun 2017 dengan APBD yang turun 10% menjadi Rp 915 miliar, saya harapkan serapan anggaran bisa sampai 95%", tandasnya, penuh harap.
Menurut Wali Kota Mas'ud Yunus, kerjasama dengan Kejari Kota Mojokerto ini menyangkut pendampingan hukum bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN). Menurutnya pula, terdapat 2 (dua) perkara Perdata dan TUN yang hingga saat ini masih tengah dihadapi Pemkot Mojokerto dan membutuhkan bantuan hukum Kejari dalam kedudukannya sebagai Pengacara Negara. "Hingga saat kami masih punya PR hukum. Yakni penyelesaikan hukum kepemilikan SMPN 7 yang kini masuk PK (Red : Peninjauan Kembali) dan perkara TUN proyek Gamapala. Kami menang di PTUN, tapi ada banding. Ini membutuhkan bantuan hukum dari Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto", pungkasnya.
Sementara itu, dalam arahan singkatnya, Kepala Kejari Kota Mojokerto, Halila Rama Purnama menerangkan, bahwa pihaknya berkewajiban untuk memberikan bantuan pertimbangan maupun tindakan hukum di bidang Perdata dan TUN kepada Pemkot Mojokerto. Menurut Halila, kerjasama ini tak mengerdilkan tugas Kejaksaan dalam memberantas tindak pidana korupsi. "Kejari Kota Mojokerto juga berkewajiban memberikan bantuan hukum dibidang perkara Perdata dan TUN kepada Pemkot Mojokerto. Selain sebagai Jaksa Pidana Umum (Red : Jampidum) dan Jaksa Pidana Khusus (Red : Jampidsus), Kejaksaan juga punya peranan sebagai Jaksa Pengacara Negara. Semua akan kami sinergikan sesuai kewenangan dan kami pilah sesuai bidangnya. Jadi, tak menutup kemungkinan itu semua kami tindak-lanjuti secara represif", terang Halila.
Terkait dengan pendampingan dalam pengadaan barang dan jasa itu sendiri, Kajari Kota Mojokerto menegaskan, jika ada indikasi kerugian Negara, maka pihak Kejaksaan akan berkoordinasi dengan Kepala Daerah. Yang selanjutnya, Pemkot akan menunjuk auditor internal atau eksternal. Namun, jika ada laporan masyarakat terkait dugaan adanya tindak pidana korupsi, pihak Kejaksaan akan menindak-lanjutinya. “Kalau ada kegiatan pengadaan barang dan jasa yang mengarah ada indikasi kerugian negara, maka kejaksaan harus koordinasi dengan Kepala Daerah. Nanti, Pemkot akan menunjuk auditor internal atau eksternal. Kalau hasilnya disebutkan ada kesalahan administratif, ya dilakukan perbaikan administrasinya. Kalau ada kerugian negara, harus diganti sebesar nilai audit. Tapi kalau ada laporan masyarakat terkait perbuatan yang sudah mengarah pada tindak pidana korupsi, maka Kejaksaan yang akan menindak-lanjuti", tegasnya.
*(DI/Red)*