Baca Juga
Kota MOJOKERTO — (harianbuana.com).
Sebagaimana diketahaui, selepas 2004, program jaminan kesehatan telah mulai dirintis di sejumlah daerah di Indonesia. Yang mana, penyelenggaraan program jaminan kesehatan ini ditujukan untuk mengatasi ketidak-mampuan masyarakat (khususnya masyarakat miskin) dalam membayar layanan kesehatan. Terkait ini, baik Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah pun mengambil peran dalam menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
Seiring berjalannya waktu, praktik penyelenggaraan jaminan kesehatan pun berkembang dengan didasari sejumlah alasan yang cukup fundamental. Diantaranya, yakni pemberlakuan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Euforia desentralisasi dan restrukturisasi kewenangan Pemerintah Pusat hingga Daerah pun membuka peluang bagi setiap Pemda untuk mengembangkan program jaminan kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.
Terlebih, pasca terbitnya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 007/PUU-III/2005 telah memberi jalan bagi setiap Pemda untuk mengembangkan program jaminan kesehatan sebagai sub-sistem jaminan sosial, yang kemudian populer disebut Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Selain itu, pemilihan kepala daerah juga menjadi salah satu pendorong berkembangnya praktik ini dengan mempopulerkan jargon “Pelayanan Kesehatan Gratis" bagi masyarakat.
Terbukanya peluang bagi setiap Pemda untuk mengembangkan program Jamkesda tersebut menegaskan, bahwa sistem tersebut dirancang sebagai pelengkap program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat. Dimana, Jamkesmas ini merupakan 'instrumen' tambahan bagi Jamkesda yang ditujukan untuk memberi perlindungan yang efektif terhadap kelompok masyarakat yang tidak tercakup dalam program Jamkesmas.
Sebagai payung hukum yang sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan program Jamkesmas, Kementerian Kesehatan Republik Indinesia (Kemenkes RI) pun mengeluarkan kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.
Sementara itu, program Jamkesmas itu sendiri baru menyentuh seluruh Kabupaten/Kota se Indonesia bahwa mulai tahun 2017 ini. Sehingga, bagi seluruh Kabupaten/Kota se Indinesia harus mengintegrasikan program Jamkesda masing-masing daerah ke BPJS Kesehatan. Tak terkecuali bagi program Jamkesda yang ada di Kota Mojokerto, meskipun sejak 3 Januari 2013 lalu Pemerintah Kota Mojokerto telah mencanangkan program universal coverage.
Terkait hal tersebut diatas, usai acara penyerahan kartu JKN-KIS secara simbolis di ruang Nusantara Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto pada Senin (09/01/2017) siang, Wali Kota Mojokerto Mojokerto Mas'ud Yunus menuturkan, bahwa sejak Januari 2013 semua warga Kota Mojokerto tanpa terkecuali mendapatkan jaminan kesehatan yang dibiayai dari APBD Kota Mojokerto. Baru kemudian, pada tahun 2014 Pemerintah Pusat membuat kebijakan adanya jaminan kesehatan nasional yang bernama BPJS Kesehatan. "Ini berarti, Pemerintah Kota Mojokerto lebih maju satu tahun dari Pemerintah Pusat tentang jaminan kesehatan gratis", tutur Wali Kota Mas'ud Yunus kepada wartawan, Senin (09/01/2017) siang.
Hal itupun otomatis membuat Pemkot Mojokerto harus menyesuaikan kebijakannya tersebut dengan program jaminan kesehatan gratis yang telah bergulir dan telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. "Dengan adanya kebijakan Pemerintah Pusat yang baru kemudian itu, otomatis membuat kita harus menyesuaikan dengan kebijakan yang lebih tinggi", jelas Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus.
Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Mojokerto, Susilawati Agustin menerangkan, bahwa mulai 1 Januari 2017 Kota Mojokerto telah mengintegrasikan pesertanya. Dimana, dari Kabupaten / Kota se Provinsi Jawa Timur, daerah yang paling banyak pesertanya yang telah diintegrasikan adalah dari Kota Mojokerto. "Se Jawa Timur, Kota Mojokerto adalah merupakan Kota yang paling pesertanya yang diintegrasikan", terang Susilowati.
Lebih jauh, Susilowati memaparkan, bahwa berdasarkan pertemuan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Komisi E DPRD Jatim bersama BPJS Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kota Mojokerto ditunjuk sebagai salah satu pilot project universal health coverage yang dicanangkan untuk Provinsi Jawa Timur. Dimana, jumlah seluruh peserta yang telah terdaftar menjadi peserta JKN-KIS di Kota Mojokerto sebanyak 88.374 jiwa. Ini merupakan 61,95 l% dari total penduduk Kota Mojokerto yang tercatat berjumlah 142.652 jiwa. "Sisanya, akan menjadi sasaran sosialisasi agar sedapat mungkin dapat bergabung menjadi anggota JKN-KIS", terang Susilawati.
Atas kebijakan Pemerintah Pusat itu, mendapat tanggapan serius dari Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus. Pasalnya, mau tidak mau, Kota Mojokerto harus mengikuti kebijakan dari pusat tersebut. Hal itupun menjadi kekhawatiran bagi Wali Kota Mas'ud Yunus, karena tentunya akan membawa perubahan pada tingkat pelayanannya. Sementara sejak tahun 2013 lalu warga Kota Mojokerto telah mendapatkan layanan kesehatan secara universal coverage, sedangkan dari BPJS Kesehatan berupa universal health coverage.
Lebih dalam lagi, Wali Kota Mojokerto menerangkan, jika dahulu universal coverage itu bersifat lokal yang diartikan Pemkot Mojokerto memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh warganya dan tanpa harus memiliki kartu apapun, cukup dengan menunjukkan KK dan KTP sudah dapat terlayani di Puskesmas maupun Rumah Sakit serta sakit apapun dengan fasikitas rawat inap berapa haripun dilayani dengan gratis. Sedangkan yang dimaksud dengan universal coverage itu adalah bagi warga kota yang memiliki kartu BPJS Kesehatan saja. "Dengan lahirnya kebijakan BPJS Kesejatan ini, maka yang dimaksud universal coverage itu adalah seluruh warga kota ini harus memiliki kartu BPJS. Jadi bagi yang mampu kita pacu supaya mengikuti BPJS mandiri. Dan yang kurang mampu kita ikutkan JKN-KIS", terang Wali Kota.
Wali Kota yang juga seorang ulama inipun menegaskan, bahwa pihaknya mengkhawatirkan tentang adanya beberapa kebijakan dari BPJS, antara lain tentang mekanisme pelayanan kesehatan yang dirasa terlalu kaku. Yaitu, pemegang kartu JKN-KIS harus masuk rumah sakit bertipe C dahulu baru kemudian bisa ke rumah sakit bertipe B. Jika hal itu terjadi, maka dikhawatirkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Wahidin Sudiro Husodo milik Pemkot Mojokerto akan sepi. "Apa nanti jadinya rumah sakit kita. Kami merasa was-was, jangan-jangan dengan adanya BPJS Kesehatan malah Rumah Sakit Umum kita sepi. Kalau sudah dapat rujukan dari puskesmas janganlah kemudian dilihat apakah itu RS tipe A atau tipe B. Orang sakit itu tidak mengenal tipe-tipe, tapi bagaimana orang sakit itu cepat mendapatkan pelayanan", tegas KH. Mas'ud Yunus.
Selain itu, orang nomor satu dijajaran Pemkot Mojokerto menggaris-bawahi layanan kesehatan terhadap penderita jenis penyakit yang tidak di cover dalam BPJS Kesehatan. "Jangan dipilih-pilih, penyakit itu nggak pakai pilih-pilih. Ini saya menyampaikan keluhan-keluhan yang ada dimasyarakat, karena setiap hari saya menerima keluhan langsung dari masyarakat", tandasnya.
Menurut Wali Kota Mas'ud Yunus, yang terpenting harus ada pelayanan prima dari BPJS Kesehatan. Karena itu merupakan kewajiban bagi Pemerintah untuk menjamin rakyatnya tentang kesehatan. Batasan-batasan rawat inap pada BPJS Kesehatan itu yang menjadikan rakyat dirugikan. "Harapan kami, pelayanan kesehatan ini yang paling penting dan harus diperhatikan adalah supaya orang tertarik ikut BPJS Kesehatan. Jangan hanya karena ini merupakan amanat Undang Undang saja, tapi bagaimana hak rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan harus yang berkualitas. Karena itu, harus ada sinkronisasi antara BPJS Kesehatan dengan pihak rumah sakit yang melayani", pungkas Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus.
Sebelumnya, dalam acara penyerahan kartu JKN-KIS secara simbolis di ruang Nusantara Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto pada Senin-siang itu, dilakukan penyerahan secara simbolis penerima Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) kepada Sri Wulandari dan Prima Sugiarto dari Kelurahan Gedongan. Dimana, hadir dalam acara tersebut anggota DPRD Junaedi Malik, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Kesehatan, Camat serta Lurah se-Kota Mojokerto.
*(DI/Red)*