Rabu, 16 Agustus 2017

Kasi Intel Kejari Mojokerto Tandaskan, Pengembalian Uang Gratifikasi Tidak Menghapus Tindak Pidananya

Baca Juga

Kasi Intel Kejari Kab. Mojokerto,
Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH.

Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Pengembalian uang 'fee' proyek Lampu Penerangan Jalan Umun (LPJU) Tahun Anggaran 2016 oleh puluhan Kepala Desa (Kades) ke Kas Desa masing-masing Kades, tidak secara otomatis menghapus 'tindak pidana' yang telah mereka lakukan sebelumnya. Pasalnya, ada aturan yang mengatur tentang pengembalian barang bukti bukti gratifikasi berupa uang fee yang dapatkan dapatkan dari pengerjaan proyek LPJU tahun 2016 lalu.

Seperti diterangkan oleh Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH. kepada wartawan, bahwa pengembalian barang bukti hasil korupsi atau gratifikasi, tidak menghapus perbuatan pidana yang telah mereka lakukan. "Yang jelas..., ada aturan yang mengatur tentang pengembalian barang bukti korupsi atau gratifikasi. Diantaranya, sebelum 30 hari pelaku dengan kesadarannya sendiri melaporkan kepada penyidik atas tindak pidana yang telah dilakukannya dan mengembalikan barang buktinya kepada negara", terang DLM Oktario Hutapea, SH., MH. kepada wartawan, Rabu (16/08/2017) sore.

Lebih jauh, Rio (sapaan akrab Kasi Intel Kejari Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH) memapaparkan, bahwa berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Pasal 12c ayat (2) dan UU No. 30 tahun 2002 Pasal 16, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada penyidik (Komisi Pemberantasan Korupsi). "Dengan kesadarannya sendiri, penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya gratifikasinya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Disini ada dua hal yang perlu digaris bawahi, yakni kesadarannya sendiri dan sebelum 30 hari kerja", papar DLM Oktario Hutapea, SH., MH.

Tetkait tata cara plaporannya, Oktario menjelaskan, bahwa laporan harus disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi yang dikembalikannya. "Sekurang-kurangnya memuat Nama dan Alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi, Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, Tempat dan waktu penerima gratifikasi, Uraian jenis gratifikasi yang diterima dan Nilai gratifikasi yang diterima", jelas Kasi Intel Kejari Kab. Mojokerto DLM Oktario Hutapea, SH., MH.es

Hanya saja, meski pihaknya menghargai inisiatif dari para Kades yang bersedia mengembalikan kerugian negara itu, Oktario menekankan, jika hal itu tidak berarti secara otomatis akan menutup penyelidikan kasus ini. "Dalam proses penegakkan hukum, banyak aspek yang kami lihat. Harus memenuhi azas keadilan dan kemanfaatan. Makanya, kami sebagai lembaga penegak hukum juga memberikan pembinaan. Namun, terkait pengembalian keuangan negara itu, tidak menghapus perbuatan", tadasnya

Menurut Rio (sapaan akrabl Kasi Intel Kejari Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH.), langkah pembinaan ini bisa ditempuh Kejaksaan bukan tanpa alasan. Pasalnya, gratifikasi berupa fee proyek itu diterima para Kades lantaran belum memahami risiko hukum. Hanya saja didesak dengan kepastian bakal dilanjutkan dan tidaknya kasus gratifikasi yang bisa menjerat ratusan Kades di Kabupaten Mojokerto itu, dengan nada diplomatis dikatakannya jika pihaknya masih akan mendalaminya lagi. "Saat ini, masih kami dalami. Kami verifikasi lagi tiga data yang kami dapatkan dari rekanan, dari PU dan Desa", pungkasnya.

Seperti diketahui, dari 299 Kepala Desa (Kades) yang ada di Kabupaten Mojokerto, ada sebanyak 89 Kades beramai-ramai mengembalikan uang fee proyek LPJU yang telah mereka terima sebelumnya. Dimana, pengembalian uang fee proyek tersebut berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto pada Rabu (16/8/2017) sekitar pukul 15.30 WIB.

Dari pihak para Kades, dipimpin oleh Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Mojokerto Supoyo bersama Sekretarisnya Anton Fatkhurrohman. Mereka diterima pihak Kejaksaan diruang Kasi Intel Kejari Kabupaten Mojokerto dan diterima secara langsung oleh Kasi Intel Kejari Kabupaten Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH.

Sementara itu, perbuatan korup dengan cara menerima gratifikasi berupa 'uang fee' proyek pemasangan LPJU tahun 2016 yang dilakukan oleh ratusan Kades di Kabupaten Mojokerto ini sudah mencuat kepermukaan sejak awal-awal pelaksanaan proyek tersebut. Terlebih, setelah aroma korupsi tercium oleh pihak Kejaksaan setempat dan ditindak-lanjutinya dengan dilakukannnya penyelidikan. Takut diproses hukum lebih-lanjut, barulah 89 dari 299 Kades yang ada diwilayah Kabuoaten Mojokerto ini beramai-ramai mengembalikan uang 'fee' proyek LPJU tahun 2016 yang total nilainya hingga mencapai Rp. 2,3 miliar.

Seperti diterangkan oleh Ketua AKD Kabupaten Mojokerto Supoyo, bahwa proyek pemasangan LPJU yang pengerjaanya tahun 2016 itu, Pemkab Mojokerto melalui Dinas PU Cipta Karya menghibahkan puluhan ribu LPJU agar dipasang secara swakelola oleh masing-masing Pemerintah Desa (Pemdes). Yang mana, untuk setiap Dusun yang ada dimasing-masing Desa mendapatkan jatah 15 (lima belas) lampu. "Dari 299 Desa, yang menerima baru 90 persen. Sedangkan yang melakukan pemasangan 25 persen", terang Ketua AKD Kab. Mojokerto Supoyo kepada wartawan, Rabu (16/08/2017), diarea kantor Kejari Kab. Mojokerto.

Dijelaskannya, bahwa  untuk anggaran pemasangan LPJU tetsebut setiap Desa diminta menganggarkan biaya pemasangan dan pengadaan tiang lampu yang teknisnya dilaksanakan sendiri (swakelola) dan sumber anggarannya dari Dana Desa (DD). Namun, dalam pelaksanaannya, ada sejumlah Desa yang memakai jasa dari pihak ke-3 (tiga) dan ada juga yang mengerjakannya secara swadaya dan swakelola. "Seharusnya, dikerjakan secara swakelola. Namun, ada yang menggunakan jasa pihak ketiga", jelas Supoyo.

Supoyo mengungkapkan, sejumlah Desa yang menggandeng pihak ketiga itu ternyata menerima 'uang fee' atas pengerjaan proyek LPJU itu dari pihak rekanan. Nilainyapun tergolong cukup besar, rata-rata Rp. 1 juta per titik LPJU. Sedangkan nilai pekerjaan sesuai Surat Edaran (SE) dari Dinas PU Cipta Karya, nilai yang ditentukan Rp. 4,7 juta per titik LPJU. "Oleh Desa, proyek itu dianggarkan dari Dana Desa. Rekanan biar mudah, kami dikasih Rp. 1 juta, itu tidak sepenuhnya fee. Karena kami harus bayar Ppn, Pph biaya pembuatan SPJ dan BOP. Kami terima Rp. 350 ribu/titik lampu", ungkap Ketua AKD Kab. Mojokerto.

Hingga beberapa bulan belakangan ini, pihak Kejari Kabupaten Mojokerto melakukan penyelidikan atas adanya dugaan gratifikasi pada proyek pemasangan LPJU tersebut. Rupanya, penyelidikan yang dilakukan yang dilakukan Kejari ini membuat ratusan Kades di Kabupaten Mojokerto bergeming dan membuat ke-89 Kades itu beramai-ramai mengembalikan 'fee proyek' LPJU itu ke Kas Desa masing-masing. Yang selanjutnya, bukti pengembalian uang (fee proyek LPJU) ke Kas Desa itulan yang mereka bawa ke Kejaksaan untuk ditunjukkan kepada penyidik Kejari Kab. Mojokerto. "Ini inisiatif kami untuk mengembalikannya. Hari ini yang kami kembalikan  Rp 2,273 miliar. Baru 89 Desa yang mengembalikan. Semua sudah kami sampaikan. Bagi yang menerima dan tidak mengembalikan, risiko ditanggung sendiri", pungkas Ketua AKD Kab. Mojokerto, Supoyo. *(DI/Red)*