Rabu, 16 Agustus 2017

Takut Diproses Hukum, 89 Kades Di Mojokerto Kembalikan Fee Proyek LPJU

Baca Juga

Kasi Intel Kejari Kab. Mojokerto DLM Oktario Hutapea, SH., MH. saat menerima tanda bukti pengembalian 'fee proyek' LPJU, Rabu (16/08/2017), di kantor Kejari Kab. Mojokerto.

Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Perbuatan korup puluhan Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Mojokerto dengan jalan mengambil keuntungan (fee) pribadi atas pengerjaan proyek Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) akhirnya mencuat kepermukaan dan tercium pihak Kejaksaan setempat. Bergeming karena diproses hukum, ke-89 (delapan puluh sembilan) Kades itu secara kompak ramai-ramai mengembalikan 'fee proyek' LPJU yang total nilainya hingga mencapai total Rp. 2,3 miliar.

Pengembalian 'fee proyek' yang berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto pada Rabu (16/8/2017) sekitar pukul 15.30 WIB ini, dari pihak para Kades dipimpin oleh Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Mojokerto Supoyo bersama Sekretarisnya Anton Fatkhurrohman, sedangkan dari pihak Kejaksaan diwakili Kasi Intel Kejari Mojokerto Kabupaten Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH.

Supoyo menerangkan, bahwa proyek pemasangan LPJU yang pengerjaanya tahun 2016 itu, Pemkab Mojokerto melalui Dinas PU Cipta Karya menghibahkan puluhan ribu LPJU agar dipasang oleh Pemerintah Desa (Pemdes). Dimana untuk setiap Dusun-nya mendapatkan 15 (lima belas) lampu. "Dari 299 Desa, yang menerima baru 90 persen. Sedangkan yang melakukan pemasangan 25 persen", terang Ketua AKD Kab. Mojokerto Supoyo kepada wartawan, Rabu (16/08/2017), dilokasi.

Lebih jauh, Supoyo menjelaskan, bahwa  untuk pemasangan LPJU tetsebut setiap Desa diminta menganggarkan biaya pemasangan dan pengadaan tiang lampu itu sendiri (swakelola) yang sumber anggarannya dari Dana Desa. Namun, dalam pengerjaanya, ada Desa yang memakai jasa dari pihak ke-3 (tiga) dan ada juga yang mengerjakannya secara swadaya dan swakelola. "Seharusnya, dikerjakan secara swakelola. Namun, ada yang menggunakan jasa pihak ketiga", jelas Supoyo.

Supoyo mengungkapkan, bahwa Desa yang menggandeng pihak ketiga itu ternyata menerima fee pekerjaan dari rekanan. Nilainya cukup besar, rata-rata Rp 1 juta per titik lampu. Sedangkan nilai pekerjaan sesuai Surat Edaran (SE) dari Dinas PU Cipta Karya, nilai yang ditentukan Rp. 4,7 juta per titik LPJU. "Oleh desa, proyek itu dianggarkan dari Dana Desa. Rekanan biar mudah, kami dikasih Rp. 1 juta, itu tidak sepenuhnya fee. Karena kami harus bayar Ppn, Pph biaya pembuatan SPJ dan BOP. Kami terima Rp. 350 ribu/titik lampu", ungkap Ketua AKD Kab. Mojokerto.

Hingga beberapa waktu belakangan ini, pihak Kejari Kabupaten Mojokerto melakukan penyelidikan atas adanya dugaan gratifikasi pada proyek pemasangan LPJU tersebut. Rupanya, penyelidikan yang dilakukan yang dilakukan Kejari ini membuat ratusan di Kabupaten Mojokerto bergeming dan membuat ke-89 Kades itu beramai-ramai mengembalikan 'fee proyek' LPJU itu ke Kas Desa masing-masing. Yang selanjutnya, bukti pengembalian uang (fee proyek LPJU) ke Kas Desa itulah yang mereka bawa ke Kejaksaan untuk ditunjukkan kepada penyidik Kejari Kab. Mojokerto. "Ini inisiatif kami untuk mengembalikannya. Hari ini yang kami kembalikan  Rp 2,273 miliar. Baru 89 Desa yang mengembalikan", urai Supoyo.

Dalam kesempatan ini, Ketua AKD Kabupaten Mojokerto meminta, agar ratusan Kades lainnya yang merasa menerima 'fee proyek LPJU' agar segera mengembalikannya. "Semua sudah kami sampaikan. Bagi yang menerima dan tidak mengembalikan, risiko ditanggung sendiri", pubgkasnya.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH. menjelaskan, bahwa meski pihaknya menghargai inisiatif dari para Kades yang bersedia mengembalikan kerugian negara itu, namun tidak berarti menutup penyelidikan kasus ini. "Pengembalian keuangan negara tidak menghapus perbuatan. Hanya saja, dalam proses penegakkan hukum, banyak aspek yang kami lihat. Harus memenuhi azas keadilan dan kemanfaatan. Makanya, kami sebagai lembaga penegak hukum juga memberikan pembinaan", jelasnya

Menurut Rio (sapaan akrabl Kasi Intel Kejari Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea, SH., MH.), langkah pembinaan ini bisa ditempuh Kejaksaan bukan tanpa alasan. Pasalnya, gratifikasi berupa fee proyek itu diterima para Kades lantaran belum memahami risiko hukum. Hanya didesak dengan kepastian bakal dilanjutkan dan tidaknya kasus gratifikasi yang bisa menjerat ratusan Kades di Kabupaten Mojokerto tersebut, dengan nada diplomatis disebutkan, jika pihaknya masih akan mendalaminya lagi. "Saat ini, masih kami dalami. Kami verifikasi lagi tiga data yang kami dapatkan dari rekanan, dari PU dan Desa", tandasnya. *(DI/Red)*