Rabu, 06 Desember 2017

Kasus Dugaan Korupsi Aset Daerah, Kadis PRKPP Pemkab Mojokerto Ditahan Kejari

Baca Juga

Kepala Dinas (Kadis) Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan (PRKPP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto Achmad Rifai (rompi orange) didampingi PH-nya Kholil Askohar (baju putih) saat menuruni tangga dengan dikawal petugas menuju mobil untuk dibawa ke Lapas kelas II-B Mojokerto, Rabu (06/12/2017) sore.

Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Pasca ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penghilangan aset daerah, Rabu (06/12/2017) sore, Kepala Dinas (Kadis) Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan (PRKPP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto Achmad Rifai ditahan tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto. Rifai menjalani pemeriksaan sejak pukul 09.00 WIB di ruang penyidik Seksi Pidana Khusus di lantai dua kantor Kejari Mojokerto dan baru sekitar pukul 15.10 WIB Achmad Rifai keluar dari ruang penyidikan.

Saat keluar dari ruang penyidikan, Achmad Rifai sudah memakai kopiyah dan kemeja putih lengan pendek berhias rompi tahanan Kejari Kabupaten Mojokerto warna oranye dan masih sempat melepaskan senyum sembari mengacungkan jempol kepada wartawan saat menuruni tangga dikeler ke mobil penyidik nopol S 1047 NP untuk diantar ke Lapas kelas II-B Mojokerto dikawasan jalan Taman Siswa.

Kadis PRKPP Pemkab Mojokerto Achmad Rifai disangka melakukan tindak pidana korupsi penghilangan aset daerah berupa bangunan Sub Terminal Gondang - Mojokerto yang berada di Desa Pohjejer Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto, sehingga diduga mengakibatkan kerugian Negara sebesar Rp. 641 juta.

Kepala (Kasi) Intel Kejari Kabupaten Mojokerto Devi Love Marhubal Oktario Hutapea menerangkan, tersangka Achmad Rifai selaku Kadis PRKPP Pemkab Mojokerto merupakan pihak yang paling bertanggung-jawab atas penghilangan aset daerah di tahun 2015 tersebut. "Tersangka memerintahkan penghapusan aset daerah. Ia berkoordinasi dengan pihak Desa dan pihak lain hingga terjadi tindak pidana korupsi itu", terang Oktario.

Ditegaskannya, atas peristiwa tindak pidana korupsi yang diduga diperbuatnya, Achmad Rifai selaku Kadis PRKPP Pemkab Mojokerto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 UU RI No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Ancaman hukumannya, maksimal 20 tahun penjara", tegasnya.

Sangkaan Pasal dan ancaman hukuman dalam Pasal itu pula yang menjadikan dasar bagi tim Penyidik Kejari Kabupaten Mojokerto untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Terkait nilai kerugian kerugian Negara yang timbul akibat penghapusan aset daerah tersebut yang mencapai Rp. 641 juta tersebut, Oktario menyatakan, bahwa itu merupakan hasil Audit BPKP. “Upaya paksa (Red: penahanan) berdasarkan aturan normatif. Ancaman pidananya diatas lima tahun. Juga agar tersangka tidak menghilangkan barang bukti. Angka itu (Red: besar kerugian negara), merupakan hasil audit BPKP", jelas Oktario.

Oktario membeberkan, dari penghilangan aset daerah itu, tersangka Achmad Rifai selaku Kadis PRKPP Pemkab Mojokerto diduga mendapat keuntungan dari proyek tersebut. Tersangka dijanjikan akan diberi 'fee' uang tunai Rp. 50 juta dan 2 kios di dalam proyek pertokoan yang menempati lahan bekas Sub Terminal Pohjejer itu. "Kesepakatan sudah ada (Red: antara Rifai dengan Pemerintah Desa Pohjejer), ada yang sudah tersalur sebagian, Rp. 25 juta. Itu yang dikembalikan oleh tersangka", bebernya.

Disinggung adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, Oktario enggan menjelaskan lebih rinci. Sementara ini, penahanan Achmad Rifai, dititipkan di Lapas Klas IIB Mojokerto. "Sementara ini, penyidik menyimpulkan bahwa tersangka (Rifai) yang paling bertanggung jawab. Biarkan penyidikan berjalan, sementara yang paling bertanggung jawab kami proses dulu. Tersangka kami tahan karena sesuai Pasal yang disangkakan di atas lima tahun, berkaitan juga dengan bukti-bukti yang harus diamankan, dikhawatirkan tersangka menghilangkan barang bukti", tegasnya.

Sementara itu, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Mojokerto Fathur Rohman menerangkan, bahwa kasus ini berawal dari permintaan Kepala Desa Pohjejer ke Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan untuk alih fungsi Sub Terminal Pohjejer menjadi pertokoan. Terkait itu, sebagai penanggung-jawab aset terminal, Kadis PRPP Pemkab Mojokerto Achmad Rifai menyetujuinya. Maka, dilakukanlah pembongkaran, dengan pertimbangan fungsi sub Terminal Pohjejer sudah tak lagi maksimal.

Cerobohnya, perobohan aset Pemkab Mojokerto itu tanpa pengajuan penghapusan ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset terlebih dahulu, sehingga mengakibatkan hilangnya aset fisik Sub Terminal Pohjejer dengan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah. “Itu (Red: Sub Terminal Pohjejer) menjadi tanggung jawab Dishub, pemusnahan dan pemanfaatannya harus mengacu aturan yang ada. Ada aset negara yang hilang, tapi hilangnya (Red: pemusnahan) sengaja dihilangkan tanpa izin Bupati", terang Fathur Rohman.

Dijelaskannya, bahwa pemusnahan aset Pemkab Mojokerto tanpa izin tentunya mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar. Karena, pembangunan Sub Terminal Pohjejer itu sendiri telah menghabiskan uang negara lebih dari Rp 800 juta. “Nilai bangunan sekitar Rp 641 juta karena ada penyusutan. Jadi, kerugian negara sekitar segitu karena aset dihancurkan semua", jelasnya.

Lebih jauh, Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Mojokerto memaparkan, bahwa penghilangan aset negara tanpa izin merupakan tindak pidana korupsi. Yang mana, hingga ditingkat penyidikan dalam mengusut kasus ini, pihaknya telah memeriksa lebih dari 30 orang sebagai saksi. Mulai dari pihak swasta, Kades Pohjejer dan perangkatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pohjejer serta sejumlah staf Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Perhubungan. “Aset negara yang dimusnahkan tanpa melalui prosedur dan tanpa penggantian, itu termasuk korupsi. Sebelumnya (Red: sebelum ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan), Kadishub (Red: Achmad Rifai) sendiri sudah kami panggil dua kali, masih sebagai saksi", paparnya.

Diduga, pemusnahan Sub Terminal Pohjejer tersebut memiliki maksud lain, yakni untuk memuluskan proyek pembangunan pertokoan tahun 2016 yang dibangun oleh Pemerintah Desa Pohjejer diatas tanah aset Desa Pohjejer yang sebelumnya berdiri terminal. “Pembangunan kios dengan sistem built on transfer, yakni dibangun oleh pihak ke tiga. Setelah jadi, diserahkan ke Pemkab. Kemudian disewakan oleh pihak desa. Untuk sementara, hasil sewa digunakan menutupi biaya pembangunan", jlentrehnya.

Menurut Fathur Rohman, ada sejumlah pihak yang diduga turut andil dalam pemusnahan aset daerah tersebut, namun pihaknya belum menetapkan tersangka lainnya. “Kita lihat nanti di proses penyidikan", pungkas Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Mojokerto Fathur Rohman.

Sementara itu, dikonfirmasi atas penetapan sebagai tersangka dan penahanan terhadap kliennya, Kholil Askohar, Penasehat Hukum (PH) Achmad Rifai menyatakan, bahwa kasus yang menjerat kliennya bukan merupakan kasus korupsi. “Ini bukan kasus korupsi, karena tersangka tidak memperkaya diri sendiri. Dan lagi, tersangka tidak pernah memberikan referensi maupun mengijinkan pembongkaran bangunan sub terminal itu", tegasnya.

Bahkan, Kholil Askohar menyebut, jika sangkaan penyidik Kejari Kabupaten Mojokerto itu merupakan asumsi saja. “Itu asumsi saja. Ya nanti kita uji di pengadilan,” tukasnya. *(DI/Red)*